Mantan Ketua PB PGRI Sebut Mayoritas Guru dan Kepala Sekolah Setuju UN Dihapus
Dari datanya, aspirasi serupa juga disampaikan oleh Kepala-Kepala Sekolah dan pengawas pendidikan di Indonesia. Didi menyatakan, semuanya setuju UN ha
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Didi Suprijadi menyebut, mayoritas guru di Indonesia menyetujui adanya peniadaan Ujian Nasional (UN) di Indonesia.
Didi bilang, harapan guru untuk meniadakan UN telah diinginkan sejak lama.
Hal tersebut terpotret dalam riset yang dilakukannya pada 2012 lalu. Dari riset itu, diketahui mayoritas guru-guru Indonesia menyatakan sistim UN harus diubah atau dihapus dari sisitem pendidikan.
"Kita sudah melakukan riset kecil kecilan 2012, 70 persen itu guru menyatakan UN itu diubah atau dihapus," kata Didi dalam Diskusi Polemik tentang 'Merdeka Belajar Merdeka UN' di Hotel Ibis Jakarta Tamarin, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2019).
Baca: Kemendikbud Janji Benahi Gaji Guru Demi Mendukung Perubahan Sistem UN Jadi Asesmen
Dari datanya, aspirasi serupa juga disampaikan oleh Kepala-Kepala Sekolah dan pengawas pendidikan di Indonesia. Didi menyatakan, semuanya setuju UN harus dihapuskan.
"Kepala sekolah juga 71 persen bilang sama, juga pengawas. Tapi sampai sekarang seperti ini (masih ada UN). Memang UN ini bagi guru agak susah-susah gampang, masalahnya ada prinsip keadilan, tanggung jawab, akuntabel," ungkap Didi.
Dia mengatakan alasan guru meminta UN harus diganti atau dihapus lantaran UN sekarang ini tidak lagi jadi penentu mutlak kelulusan. Sebab, nilai UN nantinya akan diakumulasikan juga dengan nilai UAS di sekolah.
Baca: Gaji Guru Honorer 300 Ribu, Gimana Bicara Asesmen
"Jadi kami PGRI setuju dan senang-senang saja. Tapi harus hati-hati, pengalaman membuktikan bahwa masalah UN ini pernah geger juga, yang ada menterinya diganti. Yang ada kurikulum sudah diganti dan naik lagi," tutur Didi.
"Siswa juga ini sebetulnya pada seneng sekali, tidak terbebani, tidak setres, tidak ada lagi istigosah, dan doa bersama," pungkas Didi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan dukungannya terkait penggantian Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter pada 2021 mendatang.
Menurut Jokowi, pada program asesmen itu yang menjadi sasarannya adalah sekolah dan para guru.
Baca: Soal Program Pengganti Ujian Nasional, Buya Syafii: Harus Hati-hati, Jangan Tergesa-gesa
Hal tersebut Jokowi sampaikan setelah meresmikan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek, Kamis (12/12/2019).
"Sudah tidak ada UN lagi nanti di 2021, akan diganti dengan yang namanya Asesmen Kompetensi. Artinya yang di-asesmen nanti adalah sekolah, yang di-asesmen nanti guru-guru," ujar Jokowi, Kamis (12/12/2019).
Selain itu, Jokowi juga menyampaikan, program survei karakter akan dijadikan pemerintah untuk mengevaluasi pendidikan Indonesia.
"Juga nanti ada yang namanya survei karakter, itu nanti yang akan dijadikan evaluasi, pendidikan kita sudah sampai level mana," ungkapnya.
Baca: Ragam Reaksi soal Penghapusan UN, Dukungan Jokowi hingga Kekhawatiran Jusuf Kalla
Sehingga, Jokowi menegaskan, pemerintah mendukung langkah dari Nadiem Makarim untuk mengganti pelaksanaan UN 2021.
"Saya kira kita mendukung apa yang sudah diputuskan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan," lanjutnya.
Sementara, Wakil Presiden Maruf Amin meminta Nadiem Makarim memikirkan parameter atau tolak ukur penilaian siswa setelah UN dihapus nanti.
Maruf Amin menegaskan, Mendikbud harus memikirkan sistem pengganti yang akan menjadi alat ukur berhasil atau tidaknya pendidikan di tiap-tiap daerah.
"UN itu kan alat ukur, untuk mengukur standar daripada kemampuan anak-anak didik dari berbagai tingkatan," ujar Maruf Amin, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (11/12/2019).
"Kalau mengganti, akan menghilangkan UN, harus ada alat ukur yang efektif untuk mengukur tingkat pendidikan di masing-masing daerah," jelasnya.