Rangkap Jabatan Anak Usaha BUMN, Refly Harun: Agar Pengawasannya Efektif, Direksi Jadi Komisaris
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menjelaskan mengenai rangkap jabatan di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Penulis: Nuryanti
Editor: Garudea Prabawati
"Misalnya direksi A membawahi perusahaan B, maka dia tidak boleh menjadi komisaris di sana," jelas Refly.
Sebelumnya, rangkap jabatan yang dilakukan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Ari Ashkara selama ini telah membuat kaget banyak pihak.
Ari Ashkara sebelumnya menjabat sebagai Komisaris pada sejumlah anak dan cucu usaha Garuda Indonesia.
Untuk anak usaha, ia menjabat Komisaris Utama PT Citilink Indonesia serta Komisaris Utama PT GMF AeroAsia.
Kemudian cucu usaha, mulai dari Komisaris Utama PT Aerofood Indonesia, Komisaris Utama PT Garuda Logistik & Komersil, Komisaris Utama PT Garuda Indonesia Air Charter, serta Komisaris Utama PT Garuda Tauberes Indonesia.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya mengatakan apa yang dilakukan Ari adalah tindakan yang tidak memiliki rasa keadilan.
Ia tidak memungkiri mengawasi anak perusahaan merupakan salah satu tugas Direktur Utama.
Kendati demikian, jabatan komisaris pada anak usaha Garuda Indonesia yang dirangkapnya itu merupakan contoh hal yang tidak bijak.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam diskusi bertajuk 'Garuda dan Momentum Pembenahan BUMN' yang digelar di Kedai Sirih Merah, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2019).
Baca: Soal Perpanjangan Izin FPI, Refly Harun: Tanpa SKT Tetap Jalan Asal Tidak Melanggar Hukum
"Tentu saja fungsi Dirut mengawasi anak perusahaan itu ada, tapi apakah itu perlu jadi Komisaris? Apakah perlu sebanyak itu? Ini tidak menyentuh rasa keadilan di masyarakat," ujar Berly.
Ia pun memprediksi kondisi perekonomian akan melesu hingga 2020, sehingga keputusan untuk rangkap jabatan itu akan membuat publik bertanya.
"Tahun ini dan tahun depan ekonomi kita akan lebih lemah, melihat ada pimpinan yang rangakp jabatan begitu tentu membuat masyarakat bertanya-tanya 'itu gajinya berapa ya'," jelas Berly.
Bahkan bisa menimbulkan kesenjangan sosial.
Hal ini tentunya menjadi tugas Kementerian BUMN dalam membenahi perusahaan yang berada di bawah naungannya.
"Hingga menimbulkan kecemburuan sosial yang cukup tinggi," kata Berly.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Fitri Wulandari)