Suap Pengadaan Mesin Pesawat Garuda, KPK Akan Periksa Corporate Secretary HM Sampoerna
KPK akan memeriksa Corporate Secretary (Corsec) and Legal PT HM Sampoerna Tbk Ike Andriani, Senin (16/12/2019) ini.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Corporate Secretary (Corsec) and Legal PT HM Sampoerna Tbk Ike Andriani, Senin (16/12/2019) ini.
Ike dijadwalkan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C pada Garuda Indonesia untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno.
Dalam pemeriksaan hari ini, Ike dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai mantan Corporate Secretary and Legal PT Garuda Indonesia.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HDS (Hadinoto Soedigno)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (16/12/2019).
Baca: Erick Thohir Batalkan Pembangunan Gedung Arsip Era Rini Soemarno di Era Digital Sekarang
Baca: Soal Rangkap Jabatan di BUMN, Andre Rosiade: Boleh, Tapi Tidak Perlu Digaji
Tak hanya Ike Andriani, dalam mengusut kasus ini, tim penyidik juga menjadwalkan memeriksa pejabat dan mantan pejabat Garuda Indonesia lainnya.
Beberapa di antaranya, Direktur Utama PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Iwan Joeniarto; VP Corporate Secretary and Investor Relations PT Garuda Indonesia Hengki Heriandono, serta pegawai Bank Danamon yang juga mantan EVP Human Capital & Corp. Supp. Services PT Garuda Indonesia Heriyanto Agung Putra.
Seperti halnya Ike Andriani, ketiga pejabat dan mantan pejabat PT Garuda Indonesia ini juga diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Hadinoto Soedigno.
Dalam perkara ini Hadinoto diduga menerima suap dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo senilai 2,3 juta dolar AS dan 477.000 Euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Sejauh ini Hadinoto belum ditahan KPK.
Emirsyah diduga menerima suap 1,2 juta Euro dan 180.000 dolar AS atau senilai total Rp 20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur asal Inggris, Rolls-Royce.
Suap tersebut berkaitan dengan pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS selama periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia. Uang tersebut diduga diterima dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte Soetikno Soedarjo, selaku perantara suap.
KPK juga mengidentifikasi dugaan suap lainnya terkait pembelian pesawat Airbus, Avions de Transport Regional (ATR) dan pesawat Bombardier.
KPK sebelumnya menemukan fakta yang signifikan bahwa aliran dana yang diberikan tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, melainkan juga dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar, yang juga tersangka dalam kasus ini, saat menjabat direktur utama Garuda melakukan beberapa kontrak pembelian bernilai miliaran dolar AS dengan empat pabrikan pesawat, Kontrak pembelian berlangsung pada kurun 2008 hingga 2013.
Kontrak dimaksud yakni pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls-Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, dan kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR).
Juga terdapat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.
Selain itu, Soetikno diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno membantu tercapainya kontrak antara Garuda Indonesia dan empat pabrikan tersebut.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah Satar serta pada mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Soetikno diduga memberi Emirsyah Satar senilai Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, 680.000 dolar AS dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah Satar di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.
KPK juga telah menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).