IPW Tolak Rencana Kapolri Naikkan Status dan Pangkat Kakor Brimob Jadi Komjen
Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane menyatakan, rencana itu tak perlu direalisasikan dan harus segera dibatalkan.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz yang akan menaikkan pangkat Kadiv Humas dan Kakor Brimob menjadi Komjen menuai pertentangan. Ind Police Watch (IPW) menilai, tindakan tersebut dinilai tidak bermanfaat buat masyarakat dan bertentangan dengan program Presiden Jokowi.
Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane menyatakan, rencana itu tak perlu direalisasikan dan harus segera dibatalkan. Sebab rencana itu bertentangan dengan tiga hal.
Pertama, tidak bermanfaat buat masyarakat. Kedua, bertentangan dengan program Presiden Jokowi yang sedang melakukan penyederhanaan eselon di pemerintahan.
Ketiga, peningkatan status Kadiv Humas dan Kakor Brimob tersebut bertentangan dengan penjabaran tugas Pokok Polri, yang mengedepankan tugas tugas Reskrim, Lalulintas, Intelijen, Sabhara, dan Binmas.
Baca: Kadiv Humas Polri Benarkan Kapolres Kampar Dicopot dari Jabatannya
"Dari penelusuran yang dilakukan IPW, kalangan jenderal senior di Polri, baik yang masih aktif maupun yang sudah purnawirawan, umumnya menolak rencana menaikkan status kepangkatan Kadiv Humas dan Kakor Brimob menjadi Komjen," kata Neta melalui keterangan tertulisnya, Selasa (17/12/2019).
Penolakan itu, kata Neta, lantaran mereka tidak habis pikir dengan rencana Kapolri itu karena tidak jelas urgensinya. Apalagai, kata dia, selama ini rencana menaikkan pangkat Kapolda Metro Jaya menjadi Komjen saja kerap ditolak kalangan internal Polri.
"Tapi kenapa tiba tiba muncul rencana menaikkan pangkat Kadiv Humas dan Kakor Brimob. Apakah beban tugas Kadiv Humas lebih tinggi dari Kapolda Metro Jaya hingga pangkatnya harus dibintangtigakan, ini yang menjadi pertanyaan di kalangan jenderal senior di Polri," ungkap dia.
IPW selama ini menilai, Polri memang cenderung makin melebarlebarkan organisasinya, agar ada tempat lompatan dan tempat parkir perwira perwiranya yang menganggur. Padahal pelebaran organisasi itu tidak ada manfaatnya buat masyarakat.
"Sementara akibat pelebaran organisasi itu jumlah jenderal di polisi makin banyak. Jumlahnya saat ini lebih dari 300 jenderal, padahal di era Orde Baru jumlah jenderal polisi tak lebih dari 60 orang. Era reformasi memang membuat Polri penuh eforia," tutur Neta.
"Di daerah saja, jumlah jenderal polisi saat ini lebih dari 100 orang, mulai dari kapolda, wakapolda, kepala BNN daerah hingga Kepala BIN daerah," sambungnya.
Akibat terlalu banyaknya jenderal, imbuh dia, sebagian besar anggaran Polri, yakni 80 persen tersedot untuk belanja pegawai. Termasuk untuk berbagai tunjangan buat para jenderal.
Akibatnya, meski dari tahun ke tahun anggaran Polri terus bertambah, tapi tidak bisa maksimal membenahi infrastruktur dan fasilitas kerja personilnya. Sebab, anggarannya tersedot untuk membiayai fasilitas dan tunjangan para jenderal Polri, yang jumlahnya kian membludak.
"Ironisnya, dalam kasus narkoba misalnya, makin banyaknya jumlah jenderal polisi yang bertugas menangani narkoba, kasus dan peredaran narkoba malah makin luas dan tak terkendali," bebernya.