Pengamat Emrus Sihombing Berharap Dewan Pengawas KPK Punya Keterbukaan Komunikasi dengan Masyarakat
Pengamat Komunikasi Politik, Emrus Sihombing mengatakan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus berkomunikasi secara terbuka.
Penulis: Nuryanti
Editor: Garudea Prabawati

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Komunikasi Politik, Emrus Sihombing mengatakan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus berkomunikasi secara terbuka.
Emrus menyebut Dewan Pengawas KPK harus terbuka, agar masyarakat bisa mengawasi kinerja mereka.
Menurutnya, Dewan Pengawas KPK ini harus aktif menyampaikan kepada publik apa saja tugas yang mereka lakukan.
"Saya kira keterbukaan komunikasi yang harus mereka lakukan," ujar Emrus Sihombing, dikutip dari YouTube metrotvnews, Jumat (20/12/2019).
"Mereka harus menyampaikan kepada publik, tugas-tugas apa saja yang mereka lakukan di sana, tentu dengan program yang sangat terukur," jelasnya.
"Berdasarkan itu, kita bisa mengontrol mereka, apakah mereka benar-benar melakukan tugas tersebut," lanjut Emrus.
Namun, ia mengatakan, peraturan penyadapan yang harus meminta izin KPK itu ke depannya akan menjadi ketakutan.
"Tapi hal yang saya kritisasi, yang menjadi momok ke depan adalah ketika penyadapan itu minta izin ke dewan pengawas," ungkapnya.
"Ini menjadi perbincangan publik yang belum terjawab sampai sekarang," kata Emrus.

Menurutnya, penyadapan yang dilakukan oleh KPK perlu dilakukan secepat mungkin.
"Bagaimanapun penyadapan itu kan sangat diperlukan di waktu yang sangat singkat, karena memang ada suatu indikasi yang harus disadap," ujarnya.
Emrus berujar, proses hukum yang dilakukan oleh KPK akan lama ketika ingin melakukan penyadapan, tapi harus minta izin Dewan Pengawas KPK dulu.
"Kalau minta persetujuan, ini proses yang menjadi lama, mendapat persetujuan dari lima orang tidak cepat," jelasnya.
"Saya pikir ini perlu diperbincangkan oleh publik, karena memang penyadapan itu menjadi wewenang dari pimpinan komisioner tersebut," lanjut Emrus.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana, Jamin Ginting mengatakan, ada dua faktor menyebut penyadapan yang dilakukan KPK sesuai atau tidak.
Faktor pertama, menurut Jamin, harus melihat dari kepentingan penyadapan tersebut.
"Kalau memang ada penyadapan yang tidak sesuai, ada dua faktor, apakah penyadapan itu ada urgensinya atau tidak dengan kasus yang ditangani," ujar Jamin Ginting di Studio Metro TV, Jumat (20/12/2019), dikutip dari YouTube metrotvnews.
Selanjutnya, harus melihat keterkaitan antara penyadapan dengan kasus yang ditangani KPK.
"Kedua, ada relevansi tidak melakukan penyadapan itu dengan kasus," lanjutnya.
"Jadi dia harus benar-benar melihat dua faktor ini, urgensi dan relevansi," jelas Jamil.

Jamin Ginting juga mengatakan, nantinya Dewan Pengawas KPK selain mengawasi KPK, juga akan membantu kinerja dari pimpinan lembaga antikorupsi itu.
"Dewan pengawas ini nantinya tidak hanya mengawasi, tapi juga membantu kinerja dari pimpinan KPK," ujar Jamin Ginting.
Sehingga, menurut Jamin, Dewan Pengawas KPK ini akan mendampingi pimpinan KPK dalam melakukan tugasnya.
Ia berujar, pimpinan KPK yang sebelumnya tidak ada yang mengawasi, Dewan Pengawas KPK inilah yang nantinya akan mengawasi para pimpinan.
"Seperti orang yang akan menuntun bagaimana pimpinan KPK yang selama ini melakukan tugasnya tanpa pengawasan, muncul lah dewan pengawas yang nantinya akan mengawasi," jelasnya.
Jamin Ginting menyebut, pimpinan KPK akan bersikap hati-hati setelah adanya Dewan Pengawas KPK ini.
"Sehingga muncul prinsip kehati-hatian pimpinan KPK dalam mengeluarkan setiap kebijakan," lanjutnya.
Mengenai adanya rawan intervensi dan informasi operasi tangkap tangan (OTT) yang akan dilakukan KPK akibat adanya dewan pengawas, Jamin menyebut harus ada pertanggung jawaban.
Ia mengatakan, Dewan Pengawas KPK harus bertanggung jawab jika informasi OTT bocor karena mereka.
"Kalau orang sudah diberikan tugas, kalau independensinya ada, dia akan bertanggung jawab segala kebocoran informasi yang diakibatkan oleh dia sendiri," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)