Dewas Siap Bekerja, Wakil Ketua KPK: Tugas Pokok Kami Lakukan Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut
Nurul Ghufron menyatakan para pimpinan memiliki beberapa tugas pokok dalam menjalankan posisi sebagai petinggi KPK meskipun kini sudah terdapat Dewas.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Wulan Kurnia Putri
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua KPK periode 2019-2023, Nurul Ghufron menyatakan para pimpinan memiliki beberapa tugas pokok dalam menjalankan posisi sebagai petinggi KPK.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Sapa Indonesia Malam yang videonya diunggah di kanal YouTube 'Kompas TV', pada Sabtu (21/12/2019).
Nurul menjelaskan dalam peraturan yang baru, para Pimpinan KPK memiliki enam tugas pokok sebagai lembaga independen yang mengatasi masalah korupsi di Indonesia.
Dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 2019, pada Ayat 1 huruf e dijelaskan KPK memiliki tugas pokok untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan.
Sehingga masyarakat diharapkan tidak perlu khawatir terkait dibentuknya unit baru dalam lembaga KPK, yakni Dewan Pengawas (Dewas).
Karena Nurul menuturkan di dalam perundang-undangan sudah secara tegas menjelaskan Pimpinan KPK masih dapat melakukan rangkaian proses dari penyelidikan hingga penuntutan.
Nurul juga menjelaskan, pimpinan KPK dapat mengeluarkan surat tugas untuk lakukan penyidikan maupun penuntutan terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditemui.
"Dalam Undang-undang yang baru status Pimpinan KPK, tugas pokoknya ada di pasal 6 yang semula ada lima tugas pokok sekarang ditambah menjadi enam," tutur Nurul.
"Ayat 1 huruf e nya secara tegas menyatakan tugas pokok KPK adalah menyelidiki, menyidik, dan menuntut, tidak perlu ditegaskan tugas kami penyelidik, penyidik, atau penuntut dan kami pimpinannya."
"Maka seluruh proses penyelidikan sampai penuntutan kami bertanggung jawab dan kami bisa menerbitkan surat tugas untuk menyidik atau menuntut," ujarnya.
Tidak hanya itu, Nurul menyatakan proses kerja Pimpinan KPK yang harus seizin Dewan Pengawas bukan sebuah masalah bagi timnya.
Nurul menjelaskan memang seluruh rangkaian seperti penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan akan dilakukan para Pimpinan KPK setelah adanya izin tertulis dari pihak Dewan Pengawas.
Namun menurut Nurul, ketentuan tersebut tidak menjadi halangan bagi Pimpinan KPK.
Sehingga kewenangan pihak Pimpinan KPK untuk menciptakan sebuah kasus terhadap terduga tindak pidana korupsi.
"Bukan hanya penyadapan tapi juga penyitaan dan penggeledahan dilakukan dengan izin Dewas secara tertulis, ini sebenarnya tidak masalah bagi kami," terang Nurul.
"Karena proses mulai dari penyelidikan, penyidikan, itukan kami yang handle."
"Membangun kasusnya kan kami, hanya kerangka untuk melanggar HAM-nya warga negara yang saat ini masih belum bersalah maka pelanggaran HAM itu boleh dilakukan atas prosedur hukum dengan izin Dewas," imbuhnya.
Selain itu, pemberian izin oleh Dewan Pengawas yang diharuskan secara tertulis juga tidak menjadi halangan untuk tetap bekerja bagi para Pimpinan KPK.
Pasalnya, saat ini sudah terdapat aplikasi KPK yang mulai dari tahap penyidik untuk persetujuan petinggi miliki cara yang cukup mudah.
Sehingga Nurul tidak merasa adanya hambatan dalam melaksanakan tugas sebagai pimpinan KPK yang akan diawasi oleh lima Dewan Pengawas.
"Tertulis saat ini bisa sangat gampang, bisa lewat online," jelas Nurul.
"Artinya aplikasi saat ini sebenarnya, mau menangkap, mau OTT itu sebenarnya ada aplikasi di KPK yang dari penyidik, sampe deputi dan pimpinan tinggal approve saja, approvenya dari aplikasi."
"Sehingga kemudian saat ini minta izinnya itu harus dari Dewas maka yang memohon kami setelah proses dari bawah, kami yang memohon kepada Dewas," tambahnya.
Sebelumnya, para Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK telah resmi dilantik oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi).
Pelantikan tersebut dilakukan di Istana Negara, pada Jumat (20/12/2019).
Sejumlah masing-masing lima tokoh dilantik untuk menjadi Pimpinan serta Dewan Pengawas KPK masa jabatan lima tahun ke depan.
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)