Kaleidoskop 2019: Nadiem dan Gebrakannya Ganti Sistem Ujian Nasional
Setelah resmi dilantik, Nadiem meminta waktu 100 hari kepada Jokowi untuk merancang dan menyusun program kerja.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hasanudin Aco
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo melantik mantan CEO Gojek Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim pada Rabu (23/10/2019).
Saat memperkenalkan Nadiem, Jokowi memintanya untuk membuat terobosan di dunia pendidikan. Jokowi ingin Nadiem menyiapkan sumber daya manusia (SDM) siap kerja dan usaha.
"Kita akan membuat terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM, SDM siap kerja, siap berusaha, yang link and matched antara pendidikan dan industri," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019) lalu.
Setelah resmi dilantik, Nadiem meminta waktu 100 hari kepada Jokowi untuk merancang dan menyusun program kerja.
Baca: Nadiem Makarim Pastikan Anggaran untuk Ujian Tidak Berkurang Meski UN Diganti
Namun belum 100 hari kerja, Nadiem telah membuat gebrakan dalam programnya yang bertajuk "Merdeka Belajar".
Program tersebut pertama kali diperkenalkannya ke publik saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
Dalam program Merdeka Belajar, Nadiem membeberkan empat kebijakannya yang mengubah dunia pendidikan Indonesia.
Mengembalikan USBN ke Sekolah
Kebijakan pertama adalah mengembalikan penyelenggaraan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) kepada pihak sekolah.
"Pada 2020, USBN itu akan diganti, dikembalikan ke esensi UU Sisdiknas kepada semua setiap sekolah untuk menyelenggarakan ujian kelulusannya sendiri," ujar Nadiem
Menurut Nadiem, pengembalian penyelenggaraan USBN kepada pihak sekolah sesuai dengan esensi dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Meski begitu, kebijakan ini tidak memaksakan bagi guru untuk membuat soal sendiri. Sekolah bahkan bisa menggunakan soal USBN pada tahun sebelumnya atau dari sekolah lain asal sesuai dengan kurikulum 2013.
Soal untuk ujian juga diberi kebebasan bagi sekolah. Sekolah dapat membuat penilaian dengan jenis esai, portfolio, dan penugasan lain seperti karya tulis dan tugas kelompok.
Mengganti Ujian Nasional dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter
Nadiem mengganti sistem UN menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter mulai 2021. Dirinya memastikan program UN akan tetap dilaksanakan pada 2020.
"Pada tahun 2021, UN itu akan diganti menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter," ujar Nadiem.
Sistem asesmen kompetensi minimum akan mempunyai dua materi untuk aspek kognitif, yakni kemampuan literasi dan numerasi.
Dalam aspek literasi lebih menekankan aspek pemahaman dan analisa dalam bacaan. Nantinya, kemampuan memahami konsep bacaan tersebut merupakan hal yang lebih penting.
Penilaian kedua adalah numerasi yang merupakan kemampuan menganalisis angka-angka. Saat ini penilaian bagi siswa bukan berdasarkan mata pelajaran lagi.
Sementara untuk survei karakter ditujukan untuk mengukur dan mengetahui karakter pribadi dan wawasan kebangsaan dari siswa.
Pertanyaan yang akan diarahkan kepada siswa juga lebih personal dan tentang pemahaman soal pandangan kebangsaan.
Menyederhanakan RPP Menjadi Satu Halaman
Terobosan lain dalam program Merdeka Belajar adalah menyederhanakan Rencanakan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Nadiem mengubah RPP yang wajib diisi oleh guru dari 13 halaman menjadi hanya satu halaman.
"RPP yang sebelumnya ada 13 komponen yang begitu padat dan begitu berat bagi guru-guru kita akan mengubahnya menjadi format yang lebih sederhana. Cukup satu halaman saja," tutur Nadiem.
Menurut Nadiem, sedianya RPP bertujuan untuk menjabarkan tujuan, kegiatan dan penilaian pembelajaran yang bakal diberikan oleh guru. Sehingga tidak membutuhkan halaman yang terlalu banyak untuk kecukupan administrasi.
Ubah Komposisi Sistem Zonasi Sekolah untuk PPDB
Terkait kebijakan sistem zonasi sekolah dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), Nadiem tetap mempertanyakannya. Namun Nadiem melakukan revisi terhadap sistem ini dengan memperbanyak porsi bagi siswa yang berprestasi.
"Arahannya untuk kebijakan ke depan adalah sedikit kelonggaran dalam memberikan zonasi. Yang tadinya jalur prestasi hanya 15 persen. Sekarang jalur prestasi kami perbolehkan sampai 30 persen," ujar Nadiem.
Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.