Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menteri Agama Fachrul Razi dan Kontroversinya

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menunjuk Ketua Relawan Bravo 5 Fachrul Razi menjadi Menteri Agama pada pemerintahan

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Menteri Agama Fachrul Razi dan Kontroversinya
Rina Ayu/Tribunnews.com
Menteri Agama RI Fachrul Razi ke kantornya, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menunjuk Ketua Relawan Bravo 5 Fachrul Razi menjadi Menteri Agama pada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Sejak awal pelantikan, pro kontra telah menghampiri mantan wakil panglima TNI ini. 

Latar belakang dari militer dirasa kurang pas untuk menjabat menag, yang biasanya diemban kalangan partai politik maupun organisasi masyarakat Islam (ormas).

Fachrul menuturkan, Jokowi menunjuk dirinya menjadi menag, lantaran suka beribadah dan berceramah.

"Saya mencoba menggali dibenaknya Pak Jokowi, beliau melihat saya berceramah, memberikan khotbah, mengajarkan damai, Islam mengajarkan rahmatalil Alamin, dan saya sejalan dengan beliau," ujarnya seperti dikutip dari wawancara dengan Kompas TV, Rabu (23/10/2019).

Baca: Resmikan Program B30, Jokowi Sebut 3 Alasan Percepat Implementasi

Baca: Sempat Dapat Tudingan Terima Rp 100 M dari Jiwasraya, Erick Thohir: Jangan Dipolitisasi

Baca: Masih Cuti, Syamsuddin Haris Sambangi Gedung KPK: Cek Ruang Kerja

Belum genap 100 hari menjabat orang nomor satu di Kementerian Agama, sejumlah pernyataan kontroversi menyoroti perjalanan karirnya dijajaran menteri kabinet Indonesi Maju.

Berita Rekomendasi

Berikut hal kontroversi Menag Fachrul yang dirangkum Tribun :

1. Dianggap Melarang Penggunaan Celana Cingkrang dan Cadar di Lingkungan ASN

Menteri Agama Fachrul Razi menilai, penggunaan celana cingkrang dan cadar di lingkup aparatur sipil negara (ASN) dan instansi pemerintah sebagai tren yang menggaitkan penggunanya dengan tingkat ketaqwaan. 

Menag Fachrul Razi menyebut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2016, ASN pria diwajibkan menggunakan celana panjang yang menutupi mata kaki.

"Tapi dari aturan pegawai bisa, misalnya di tempat ditegur celana kok tinggi gitu? Kamu enggak lihar aturan negara bagaimana? Kalau enggak bisa ikuti (silakan) keluar kamu," kata Fachrul.

Sering dikaitkan dengan isu keamanan bahkan radikalisme, ia juga menggulirkan wacana membatasi penggunaan cadar di instansi pemerintahan atau niqab, karena membuat wajah seseorang tidak terlihat.

"Kita tidak melarang niqab, tapi melarang untuk masuk ke instansi pemerintah, demi alasan keamanan. Apalagi kejadian (penusukan Mankopolhukam) terhadap WIranto lalu," ucapnya dalam Lokakarya Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid di Hotel Best Westren, Jakarta, pada Rabu (30/10/2019).

Namun belakangan, ia membantah penyataan yang dianggap membatasi penggunaan celana cingkrang dan cadar itu.

"Enggak ada, enggak ada (saya melarang) kami tidak pegang aturannya, larangannya juga tidak ada. Jadi silakan saja, kalau dari aspek agama. Yang berhak melarang juga kan bukan Kementerian agama," bantahnya di Kompleks Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Fachrul menerima banyak kecaman terkait pernyataan itu. Satu diantaranya, dari Komisi VIII DPR RI. 

Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto, mencecar Menag saat rapat perdana Kementerian Agama dengan DPR RI pada Kamis (7/11/2019).

Ia mempertanyakan, urgensi pelarangan celana cingkrang dan cadar.

"Menurut kami terlalu dini pak dan terlalu men-simple-kan masalah, cara berpakaian orang, cadar, cingkrang, blue jeans, dan sebagainya itu disangkutpautkan denfan perilaku orang pak, apalagi radikal. Karena itu penting kita menyelesaikan persoalan pro kontra ini sehingga energi yang besar kita pindahkan pada hal konstruktif dan produktif,” kata Yandri.

Yandri pun meminta Fachrul berhati-hati mengeluarkan pernyataan.

“Perdebatan sudah cukup panjang pak, intinya kami melihat perilaku masyarakat kita itu pak menteri harus hati-hati. Karena menghakimi orang terlalu dini pun juga menjadi soal serius,” sambungnya.

2. Berantas Radikalisme, Kemenag Gelar Sertifikasi Penceramah

Fachrul Razi yang sejak awal gencar memberantas radikalisme ini, kembali melontarkan kebijakan yang menuai pro kontra. 

Bersama Kementerian Agama, pihaknya akan melakukan sertifikasi ulama.

Harapannya melalui program itu, agar pendakwah lebih berhati-hati dalam menyampaikan materi khotbah.

"Banyak yang kurang sependapat mungkin, atau belum sependapat, tapi memang keadaan kayaknya sudah harus dilakukan itu, terutama tentang nasionalisme, tentang kehati-hatian mengangkat tema-tema ceramah," ujar Fachrul dalam sambutannya di acara dialog tokoh pimpinan ormas Islam tingkat nasional, di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2019).

Bahkan, sertifikasi tersebut juga berlaku bagi seluruh pemuka agama lainnya.

Rencananya, program tersebut berjalan di tahun 2020, lantaran telah disampaikan ke rapat kabinet.

Ia menegaskan tidak ada kewajiban bagi pemuka agama untuk mengikuti sertifikasi tersebut.

Diberitakan, wacana tersebut ditanggapi keras oleh PA 212.

Juru bicara PA 212 Haikal Hasan, menuding ada agenda terselubung antara MUI dan Kemenag dalam sertifikasi pendakwah. 

"Sebenarnya apa semuanya ini? Kita lihat hasilnya ke depan. Jadi kalau sekarang penuh dengan agenda-agenda, hidden agenda, baik dilakukan MUI maupun Menag," kata Haikal saat dikonfirmasi, Selasa (26/11/2019).

3. Peraturan Menteri Agama (PMA) Terkait Majelis Taklim Harus Terdaftar di Kemenag

Kementerian Agama RI menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) terkait sertifikasi majelis taklim, di mana majelis taklim harus mendaftarkan diri ke kantor Kementerian Agama.

Dirinya pun bersikukuh tak menarik aturan tersebut, lantaran mempermudah pendataan majelis taklim terlebih untuk menerima bantuan dari pemerintah.

"Tujuannya untuk kita lebih mudah buat kita pendataan. Kalau mau minta bantuan pembinaan kita sudah punya datanya. Kalau enggak daftar ya sudah enggak papa," kata dia di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Polemik PMA Majelis Taklim sampai juga ke Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Ketua MUI non-aktif itu meminta Menteri Agama Fachrul Razi melakukan penyesuaian pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang majelis taklim.

Ia menilai pendaftaran majelis taklim tidak perlu menjadi keharusan.

"Jadi bagi majelis taklim yang memang mau didaftar saja, nanti akan diberikan pelayanan dan pembinaan, saya kira itu, nanti PMAnya disesuaikanlah. Karena itu kita sudah sepakat dan sebenarnya Pak Menteri juga sama, bahwa intinya Kementerian Agama itu akan mendaftar majelis- majelis taklim untuk pelayanan dan pembinaan, tetapi memang tidak harus atau tidak wajib," ungkap dia saat bertemu awak media pada Rabu (11/12/2019).

4. Merevisi Pelajaran Khilafah dan Jihad

Hal kontroversi dari Menteri Agama Fachrul Razi sampai ke ranah pendidikan, dengan melakukan revisi materi khalifah dan jihad mata pelajaran di Madrasah.

Fachrul menegaskan, kebijakan itu merupakan program lanjutan dari menteri agama sebelumnya Lukman Hakim Saifuddin.

Keputusan Menteri Agama merevisi itu mengundang polemik.

Satu diantaranya datang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang meminta kepada anggotanya di Komisi VIII DPR melakukan klarifikasi ke Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.

"Tolong diperiksa surat edaran Kemenag ini. Langsung klarifikasi di bawah Komisi VIII. Kebijakan 'menghapus' jejak sejarah ajaran Islam jelas kebijakan keliru," tulis Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera melalui akun Twitternya, @MardaniAliSera, Selasa (10/12/2019).

Ditegaskan Kemenag hal itu dilakukan untuk memperbaiki konten ajaran khilafah dan jihad, bukan menghapus.

Nantinya pelajaran khilafah dan jihad akan diajarkan dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yang sebelumnya berada di mata pelajaran Fikih.

Materi khilafah dan jihad tidak dihapus lantaran menjadi bagian dari sejarah Islam, sehingga yang dilakukan Kemenag adalah penyesuaian mengikuti perkembangan zaman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas