Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Larangan Natal di Dharmasraya, Ma'ruf Amin: Harus Ada Kesepakatan agar Umat Nasrani Bisa Merayakan

Ma'ruf Amin mengimbau harusnya ada kesepakatan kepala daerah dengan tokoh setempat agar umat Nasrani bisa tetap merayakan Natal di wilayah itu.

Penulis: Ifa Nabila
Editor: Ayu Miftakhul Husna
zoom-in Larangan Natal di Dharmasraya, Ma'ruf Amin: Harus Ada Kesepakatan agar Umat Nasrani Bisa Merayakan
Tribunnews.com/ Rina Ayu
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin di Kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019). 

TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini, isu pelarangan perayaan Natal di beberapa desa di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat ramai diperbincangkan.

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin mengimbau harusnya ada kesepakatan kepala daerah dengan tokoh setempat agar umat Nasrani bisa tetap merayakan Natal di wilayah itu.

Dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Rabu (25/12/2019), Ma'ruf Amin meminta pemerintah kabupaten setempat untuk menjaga suasana agar tetap kondusif saat perayaan Natal di sana.

"Agar aparat pemda dapat menjaga suasana kondusif atas pelaksanaan perayaan ibadah Natal bagi saudara kita kaum Nasrani agar ditindaklanjuti oleh masing-masing pemda setempat," ujar Ma'ruf Amin.

Ma'ruf Amin juga mendorong Pemkab Dharmasraya dan Sijunjung untuk melaksanakan perintah dalam surat Menteri Dalam Negeri.

Surat itu berisi imbauan agar umat Nasrani bisa melaksanakan Natal di tempat masing-masing tanpa harus pergi ke daerah lain.

Ma'ruf Amin meminta agar pemerintah setempat bisa langsung mengambil tindakan untuk membuat kesepakatan perayaan Natal.

Berita Rekomendasi

Kesepakatan itu dimaksudkan agar tidak adanya kerusuhan saat perayaan Natal dilaksanakan di dua kabupaten itu.

"Solusi dari masing-masing Pemda dimaksud, secara sigap mesti sudah terlebih dahulu diambil dalam bentuk kesepakatan bersama dengan para tokoh adat, tokoh agama dan masyarakat sekitar," jelas Ma'ruf Amin.

"Sehingga, jika umat Nasrani merayakan ibadah Natal di tempat masing-masing kabupaten (Dharmasraya dan Sinjunjung) tidak menimbulkan kegaduhan dan masalah baru," sambungnya.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam membahas kabar pelarangan perayaan Natal di beberapa desa di Kabupaten Dharmasraya dan Sinjunjung, Sumatera Barat.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam membahas kabar pelarangan perayaan Natal di beberapa desa di Kabupaten Dharmasraya dan Sinjunjung, Sumatera Barat. (YouTube Talk Show tvOne)

Komnas HAM Sebut Tidak Ada Gereja Resmi

Diberitakan sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menyebut pelarangan perayaan Natal itu disebabkan tidak adanya gereja yang dibangun resmi di wilayah itu.

Dilansir Tribunnews.com, hal itu diungkap Choirul dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Malam unggahan kanal YouTube Talk Show tvOne, Senin (23/12/2019).

Awalnya, Choirul memandang, meski kabar pelarangan merayakan Natal itu tidak disertai surat perintah resmi, namun tetap saja ada imbauan agar umat Kristen tidak merayakan Natal di sana.

"Memang, kalau kami menganggapnya memang ini ada pelarangan walaupun tidak harus bersifat formal begitu ya, tidak ada surat, macam-macam, tapi imbauan itu agar tidak merayakannya," ujar Choirul.

Choirul mengungkap penyebab dari kasus ini adalah tidak adanya gereja yang berdiri tetap secara resmi di dua kabupaten itu.

"Memang akar masalahnya adalah soal rumah ibadah, lah ini yang menurut kami memang harus ada jalan keluar," ungkapnya.

Ia kemudian menyinggung soal Peraturan Bersama Menteri (PBM) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mengenai pendirian rumah ibadah.

Diketahui, dalam PBM tahun 2006 itu terdapat batas minimal penganut suatu agama, yakni 90 orang, dan baru akan diizinkan membuat rumah ibadah.

Dari peraturan itu, Choirul menyebut jika memang penganut Kristiani di wilayah itu belum mencapai batas minimal, maka seharusnya ada rumah ibadah sementara.

Rumah ibadah itu juga tak serta merta berdiri, melainkan berdasarkan persetujuan kepala daerah.

"Dalam PBM dua menteri itu, jalan keluarnya sederhana kok," kata Choirul.

"Yang pertama kalau memang tidak mencukupi kuota, ya bikin rumah ibadah sementara, dan itu diskresial oleh kepada daerah," sambungnya.

Choirul menyayangkan sebenarnya kasus seperti ini harusnya sudah lama selesai dan tak perlu berlarut-larut.

"Harusnya situasi begini sudah (lama selesai), ini kan terjadi terus-menerus nih," katanya.

Choirul juga menyorot sampai kapan permasalahan kurangnya jumlah penganut agama ini menjadi konflik.

Padahal kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama sudah dijamin dalam konstitusi.

"Ada klausul dalam PBM dua menteri itu yang mengatakan ada kebutuhan nyata," kata Choirul.

"Mau sampai kapan orang yang punya (agama dibatasi haknya)? Setiap orang dengan agamanya dan kepercayaannya masing-masing punya itikad baik ketika dia mau merayakan, mau beribadah," tegasnya.

"Itu kan harusnya difasilitasi. Mau sampai kapan atas nama rezim administrasi mereka tidak bisa menjalankan agamanya?"

Berikut video lengkapnya:

(Tribunnews.com/Ifa Nabila)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas