Gus Mus Ceritakan Awal Kenal Gus Dur saat Kuliah di Mesir, Ungkap Makna 'Begitu Saja Kok Repot'
Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur meninggal dunia pada 30 Desember 2009 silam. Gus Mus mengungkap awal-awal perkenalannya dengan Gus Dur
Penulis: Daryono
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur meninggal dunia pada 30 Desember 2009 silam.
Menjelang 10 tahun meninggalnya Gus Dur, sejumlah pihak menggelar haul Gus Dur.
Pada Rabu (25/12/2019) malam, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar haul ke-10 Gus Dur.
Sementara Keluarga Gus Dur akan mengadakan haul Gus Dur pada Sabtu (28/12/2019).
Mengenang 10 tahun meninggalnya Gus Dur, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang KH Mustofa Bisri atau Gus Mus mengungkap awal-awal perkenalannya dengan Gus Dur.
Gus Mus dan Gus Dur muda saat itu sama-sama menjadi mahasiswa di Kairo, Mesir.
Cerita seputar awal perkenalan dengan Gus Dur itu diungkap Gus Mus di akun instagram pribadinya, @s.kakung, Kamis (26/12/2009).
Ia mengunggah foto dirinya bersama Gus Dur saat masih mahasiswa.
Menurut Gus Mus, ia mengenal Gus Dur di Kairo tahun 1964.
Pertemuannya dengan Gus Dur di awal-awal itu telah menarik perhatian Gus Mus.
Semakin dalam mengenal Gus Dur, Gus Mus semakin terkesan dengan sahabatnya itu.
Gus Mus juga menyinggung ungkapan 'Begitu Saja Kok Repot' yang kerap dilontarkan Gus Dur semasa hidup.
Berikut cerita Gus Mus tentang Gus Dur muda sebagaimana dikutip Tribunnews.com dari akun instagram Gus Mus:
Sosok di sebelahku ini sejak pertama kali aku mengenalnya (di Kairo Mesir, tahun 1964), sudah menarik hatiku. Sebelumnya, melihat wajahnya saja belum pernah. Pada waktu aku ke rumahnya di Jakarta dan bertemu ibundanya, sama sekali tak ada diceritakan tentang dirinya dan keberadaannya di Mesir. Tapi begitu berjumpa, sikapnya seolah-olah dia sudah mengenalku sejak lama. Tak ada basa-basi lazimnya orang baru bertemu dan berkenalan. Justru aku yang canggung dengan sikapnya yang tidak umum itu.
Dan sudah sejak pertemuan ('tanpa perkenalan') itu, dia memanggilku "Mus" dan aku memanggilnya "Mas". (Baru ketika pulang di tanah air, ketika orang-orang memanggilnya "Gus", dia pun memanggilku "Gus", meski aku tetap memanggilny "Mas"). Alhamdulillah, di rumah aku punya kakak (Almarhum KH. Cholil Bisri) yang seperti sahabat karib dan di perantauan, Allah menganugerahiku sahabat karib yang seperti saudara ini.
Di dekatnya, aku selalu merasa kecil. Mungkin karena, aku selalu memperhatikan pikiran-pikirannya yang besar. Sering apa yang kupikir besar, dia bisa menjelaskan bahwa itu hanya perkara sepele; meski dia tidak selalu menjelaskannya. Sementara aku masih sibuk memikirkan kuliah dan persiapanku menghadapi ujian, dia sudah memikirkan Indonesia dan bagaimana bisa mempersiapkan khidmah yang optimal bagi negeri yang dicintainya itu. Ketika aku baru memikirkan bagaimana setelah pulang nanti aku membangun rumah tangga, dia sudah memikirkan bagaimana membangun peradaban dunia.
Baginya dunia ini --termasuk kekuasaan-- hanyalah main-main dan senda gurau belaka, seperti difirmankan olehTuhannya sendiri. (Q. 6: 32, Q. 47: 46, Q. 57: 20). Baginya, yang terbesar dan terpenting ialah Allah, kemudian hamba-hambaNya.
Karena itu ungkapannya "Begitu saja kok repot..." , bagiku, bukan ungkapan m a j a z atau k i n a y a h belaka.
Ya Allah, rahmatilah saudaraku, Abdurrahman Wahid, dan juga saudaraku KH. Cholil Bisri, sebagaimana Engkau merahmati kekasih-kekasihMu. Al-Fãtihah.
(Tribunnews.com/Daryono)