Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tanggapi Pro Kontra Upah Per Jam, Ketua Apindo: Adanya Opsi Ini akan Menambah Lapangan Pekerjaan

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani menyebut sistem pembayaran upah per jam akan menambah lapangan pekerjaan.

Penulis: Nuryanti
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Tanggapi Pro Kontra Upah Per Jam, Ketua Apindo: Adanya Opsi Ini akan Menambah Lapangan Pekerjaan
TRIBUNNEWS.COM/RINA AYU
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani (tengah) 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengubah sistem pembayaran upah dari sebelumnya per bulan menjadi per jam.

Wacana dari Presiden Jokowi tersebut mendapat tanggapan dari Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani.

Hariyadi menyebut sistem pembayaran upah per jam ini bukanlah hal baru, karena di negara lain sudah menerapkan sistem pembayaran per jam tersebut.

"Upah per jam itu bukan sesuatu yang baru sebenarnya, jadi di berbagai negara di dunia ini sudah melakukan itu," ujar Hariyadi Sukamdani di Studio Metro TV, Sabtu (28/12/2019), dikutip dari YouTube metrotvnews.

Menurutnya, pemberian upah per jam ini merupakan pilihan dari perusahaan ataupun dari pekerja.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani (Tribunnews.com/Seno)

"Itu adalah opsi sebetulnya, bagi perusahaan maupun pekerja untuk menentukan cara kerja yang paling tepat untuk mereka," katanya.

Mengenai kekhawatiran upah per jam ini akan mengurangi pekerjaan, Hariyadi membantahnya.

BERITA TERKAIT

Ketua Apindo ini menyebut upah per jam ini justru akan menambah lapangan pekerjaan di Indonesia.

"Kalau itu ada kekhawatiran akan menghilangkan pekerjaan dalam jumlah yang besar, menurut saya harus dikoreksi," ujarnya.

"Pada kenyataannya, adanya opsi ini justru akan menambah lapangan pekerjaan itu," jelas Hariyadi.

Sementara, dikutip dari Kompas.com, Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI), Kahar S Cahyono menyatakan, rencana pembayaran upah per jam itu akan menimbulkan penolakan.

Kahar menyebut upah minimum pekerja saat ini masih dianggap rendah, sehingga jika wacana tersebut diterapkan, maka buruh akan menolaknya.

"Buruh menolak terkait pembayaran upah per jam, karena upah minimum di Indonesia masih rendah," kata Kahar dalam pesan tertulisnya kepada Kompas.com, di Jakarta, Jumat (27/12/2019).

Selain itu, menurutnya para buruh juga tidak akan mendapatkan upah ketika libur nasional.

Ia mengatakan, para buruh itu khawatir pendapatan yang diterima akan berkurang dari sebelumnya.

"Kalau upah per jam, ketika ada hari libur nasional, maka buruh tidak akan mendapatkan upah, karena buruh sedang libur, tidak bekerja," katanya.

"Jika upah dibayarkan per jam, kita khawatir pendapatan yang diterima buruh kurang dari upah minimum," jelas Kahar.

Kahar juga menyebut, sistem upah per jam ini tidak memberikan kepastian pendapatan kepada buruh.
"Upah per jam tidak memberikan kepastian terhadap pendapatan yang diterima buruh," ujarnya.
Ilustrasi upah per jam
Ilustrasi upah per jam (boganinews)

Peraturan dari Pemerintah

Pemerintah saat ini tengah mengkaji sejumlah aturan terkait ketenagakerjaan seperti fleksibilitas jam kerja hingga proses rekrutmen maupun Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Hal itu akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.
Mengenai peraturan upah minimum, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dimana kenaikan upah didasarkan pada inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga menjelaskan, di dalam omnibus law ketenagakerjaan pemerintah bakal merevisi beberapa aturan mengenai gaji dan pesangon, prinsip easy hiring dan easy firing, hingga kemudahan untuk merekrut tenaga kerja asing.
Selain itu, di dalam omnibus law juga bakal diperlonggar aturan mengenai fleksibilitas jam kerja.

(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Ade Miranti Kurnia)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas