Said Abdullah: Ada Moral Hazard Secara Sistematis dan Terorganisir di Jiwasraya
Said menyampaikan sejumlah opsi pemulihan bisnis dan pengembalian uang pemegang polis Jiwasraya.ka
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar), DPR RI, MH. Said Abdullah meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah melakukan pengetatan pengawasan terhadap model bisnis asuransi di Indonesia, utamanya Asuransi Jiwasraya.
Diduga, perusahaan asuransi pelat merah ini mengabaikan prinsip kehati-hatian dengan menginvestasikan dana nasabahnya pada portofolio yang berisiko tinggi demi mengejar imbal tinggi (high return).
“Jangankan manajer investasi, mahasiswa barupun tahu kalau mengejar gain investasi pada saham berkinerja buruk akan sangat beresiko,” tegas Said di Jakarta, Senin (30/12/2019).
Menurut Said, perbaikan tata kelola bisnis industry asuransi nasional harus dilakukan. Terlebih per Oktober 2019 terdapat penurunan aset yang signifikan pada industri asuransi Indonesia.
Baca: Resmi, Arema FC Dapatkan Andalan Timnas U23 Indra Sjafri, Jaimerson Xavier Juga Dirumorkan Merapat
Baca: Bonek Berpotensi Kehilangan Dua Andalan Persebaya Surabaya, Berikut Situasi Anak Asuh Aji Santoso
Data menyebutkan, posisi asset asuransi pada September 2019 sebesar Rp 1.289 triliun turun drastis ke Rp 733 triliun per Oktober 2019, sementara liabilitas mencapai Rp 760,4 triliun.
“Permasalahan gagal bayar polis asuransi Jiwasraya yang terjadi saat ini adalah pelajaran berharga bagi industry asuransi nasional. Karenaya, saya minta OJK agar menjadikan kejadian ini sebagai evaluasi lemahnya kinerja pengawasan mereka,” tegas Said.
Politisi Senior PDI Perjuangan ini mengatakan kejadian di asuransi Jiwasraya ini harus menjadi refleksi bagi pemerintah bahwa penempatan sejumlah komisaris di perusahaan-perusahaan BUMN harus benar-benar menunjukkan kompetensi dan kinerjanya baik.
Sebab mitigasi resiko investasi paling baik adalah dari sistem internal perusahaan sendiri.
Hal itu bisa optimal dengan komisaris yang bekerja professional.
Said menjelaskan, penempatan komisaris yang memiliki track record yang baik sangat penting untuk memitigasi kesalahan penempatan investasi.
Dalam kasus Jiwasraya kata Said, gejala memburuknya salah investasi terjadi sejak 2006. Namun situasi ini terus dibiarkan sampai puncaknya tahun 2019.
Hal ini tercermin dari hasil investasi terus menurun, antara return dan cost of fund terdapat spread minus sejak 2006 dan meledak hingga 2019 ini.
“Saya menduga kasus yang terjadi di Jiwasraya ini adalah moral hazard secara sistematis dan terorganisir, tidak sekedar salah investasi dana nasabah (pemegang polis),” ujarnya.
Untuk memulihkan rasa kepercayaan para pemegang polis saran Said, OJK dan Direksi serta Komisaris Jiwasraya harus berani terbuka dan jujur mengakui terdapat moral hazard didalam tata kelola investasi dana mereka.