Soal Kasus Jiwasraya, Pimpinan KPK Jilid V Sindir Kinerja Agus Rahardjo Cs
Wakil Ketua KPK Nawawi Pokolango menyatakan kasus itu sebenarnya sudah dilaporkan ke KPK pada April 2019 namun tidak ditangani dengan maksimal.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali buka suara soal kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pokolango menyatakan kasus itu sebenarnya sudah dilaporkan ke KPK pada April 2019 namun tidak ditangani dengan maksimal.
Ia bahkan menyebut Firli Bahuri sudah mengetahui persoalan Jiwasraya.
"Yang saya ingin saya ingin katakan ketika kasus Jiwasraya anget, kami juga baru masuk menjadi bagian dari KPK mencoba mencari tahu. Dalam waktu yang singkat saya sudah masuk kerja di KPK, apakah memang kasus ini nggak pernah datang ke KPK? Apakah betul tidak pernah ada sehingga KPK tidak menghandle ini?" kata Nawawi kepada wartawan, Senin (30/12/2019).
"Ternyata tidak demikian dari data yang saya peroleh sebenarnya kasus Jiwasraya ini pernah masuk dilaporkan atau paling tidak diterima adanya kasus itu di pada bulan April 2019. Kemudian seorang Firli (Firli Bahuri) yang waktu itu masih jadi bagian di situ barang kali juga tahu soal ini, bahwa laporan Jiwasraya itu pernah masuk di KPK," imbuhnya.
Pada April 2019 itu, KPK masih dipimpin oleh komisioner KPK periode 2015-2019 yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif, Saut Situmorang, Basaria Pandjaitan dan Alexander Marwata.
Baru pada Jumat, 20 Desember 2019 Agus Rahardjo cs diganti oleh pimpinan KPK periode 2019-2023 yakni Firli Bahuri, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata yang melanjutkan di periode selanjutnya.
Kembali ke pernyataan Nawawi, ia menyebut saat itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga sudah menyerahkan sejumlah data-data terkait kasus PT Asuransi Jiwasraya tersebut.
Namun, Ia menduga tidak ada keseriusan dari pimpinan KPK sebelumnya untuk menangani laporan soal Jiwasraya itu.
"Bahkan kita sudah, saya mendapatkan data bahwa teman-teman di BPK sudah menyerahkan data-data ke KPK berhubungan Jiwasraya tetapi tidak disikapi atau bukan tidak, mungkin disikapi tapi terlalu lambat atau ogah-ogahan," katanya.
Baca: Demokrat Dorong Langkah Politik dan Hukum Ungkap Skandal Jiwasraya
"Nah di situ persoalan kita sering katakan jangan cuman OTT ini menunjukan fakta kalau membangun kasus dari bahwa yang bukan OTT itu menjadi kesulitan. Ketika memperoleh perkara semacam ini ada kecenderungan mereka ogah-ogahan karena kasus seperti ini case building artinya kita membangun kasus ini dari bawah," sambung Nawawi.
Nawawi kemudian membandingkan operasi tangkap tangan (OTT) dengan metode case building.
Bagi Nawawi, OTT itu disebutnya sebagai kerja manja karena terlalu mudah dibanding dengan metode case building.