BPK Segera Serahkan LHP Audit Kerugian Negara Kasus RJ Lino ke KPK
Diketahui, kasus RJ Lino merupakan salah satu kasus yang menjadi pekerjaan rumah KPK. Kasus ini telah ditangani KPK sejak akhir 2015 lalu
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merampungkan audit penghitungan kerugian keuangan negara terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.
Penghitungan kerugian negara ini ditunggu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melengkapi berkas penyidikan kasus yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJ Lino) tersebut.
"Investigasinya sudah selesai. Artinya, penghitungan kerugian keuangan negaranya sudah selesai," kata Anggota III BPK Achsanul Qosasi saat dikonfirmasi, Jumat (3/1/2020).
Achsanul menyebut, saat ini pihaknya sedang menyusun laporan hasil pemeriksaan (LHP) audit penghitungan kerugian keuangan negara terkait kasus Pelindo II. Nantinya, LHP tersebut akan diserahkan kepada KPK.
Baca: BPK: Penghitungan Kerugian Negara Kasus RJ Lino Sudah Selesai Tahun Lalu
"Kemungkinan sekitar seminggu atau dua minggu ke depan sudah kita serahkan lah ke KPK," kata Achsanul.
Diketahui, kasus RJ Lino merupakan salah satu kasus yang menjadi pekerjaan rumah KPK. Kasus ini telah ditangani KPK sejak akhir 2015 lalu, namun hingga kini proses penyidikannya belum juga rampung. Bahkan, KPK belum menahan RJ Lino yang terakhir kali diperiksa penyidik pada 5 Februari 2016 lalu.
Mantan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengklaim pihaknya tinggal menunggu penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh BPK. Menurutnya, penghitungan kerugian keuangan negara merupakan unsur penting dalam penyidikan kasus ini lantaran RJ Lino dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
Baca: Tiga Pimpinan KPK Keliling Gedung Merah Putih Temui Sejumlah Pegawai
"Tinggal satu unsur saja (untuk memenuhi) Pasal 2 dan 3 (UU Tipikor) terkait dengan kerugian negara yang kita minta BPK untuk audit," kata Alex, sapaan Alexander Marwata usai membuka Workshop 'Optimalisasi Kerjasama Penegak Hukum dan Otoritas Pajak dalam Upaya Pengembalian Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pajak: Komparasi Praktek Terbaik Negara Lain' di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Alex menyatakan, seluruh saksi terkait kasus ini sudah diperiksa. Saat ini, hanya penghitungan kerugian keuangan negara yang menjadi hambatan KPK dalam menuntaskan kasus yang telah ditangani sejak 2015 lalu tersebut. Alex memastikan setelah mendapat hasil penghitungan kerugian negara, KPK bakal segera melimpahkan kasus ini ke tahap penuntutan untuk disidangkan.
Baca: Lili Pintauli Komentari Isu Kubu-Kubuan di Internal Usai Firli Bahuri Jadi Ketua
"Saksi-saksi semua sudah diperiksa. Nanti kita lempar (ke persidangan), tunggu putusan hakim ya seperti itu," kata Alex.
Untuk itu, Alex menyatakan, KPK tidak akan menghentikan kasus RJ Lino dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), meskipun Pasal 40 UU nomor 19/2019 tentang perubahan atas UU 30/2002 tentang KPK menyebutkan lembaga antirasuah dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.
Alex menjelaskan, aturan itu menggunakan frasa 'dapat' yang jika ditafsirkan tidak harus digunakan. Menurutnya, SP3 hanya dapat digunakan terhadap kasus korupsi yang alat buktinya tidak dapat diperoleh KPK.
"Saya yakin itu SP3. Tapi selama proses penyidikan masih jalan dan sekarang masih tahap penghitungan kerugian negara," kata Alex.
Penghitungan kerugian keuangan negara kasus ini terhambat lantaran otoritas Tiongkok tidak memberikan akses kepada KPK untuk mengakses data QCC yang diproduksi perusahaan Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM) yang beroperasi di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Diberitakan sebelumnya, selain menggandeng BPK, KPK juga menggunakan tenaga ahli di Indonesia untuk menghitung kerugian keuangan negara kasus ini.
Dalam kasus ini, KPK menyangka Lino telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirut PT Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, HDHM sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara minimal 3.625.922 dolar AS atau sekitar Rp50,03 miliar.
Atas perbuatannya, KPK menyangkakan Lino dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.