Jembatan Lengkung LRT Karya Dina Bikin Jokowi Kagum
Jembatan lengkung LRT tersebut berada di kawasan sibuk karena berada di tengah struktur‑struktur lainnya, di antaranya underpass
Penulis: Reza Deni
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Bernama lengkap Arvila Delitriana, seorang insiyur lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), meroket saat ia sukses mendesain jembatan lengkung lintas rel terpadu (LRT), di kawasan Kuningan, Jakarta. Karya Arvila itu bahkan disebut sebagai karya anak bangsa yang spektakuler dan sangat membanggakan.
Jembatan lengkung LRT tersebut berada di kawasan sibuk karena berada di tengah struktur‑struktur lainnya, di antaranya underpass Mampang ke Kuningan, jalan raya, flyover, dan jalan tol dalam kota Jakarta.
Baca: LRT Medan Bakal Dibangun Sepanjang 17,3 Km, Kisaran Investasinya Rp 12,3 Triliun
Bahkan, proyek LRT yang digawangi oleh PT Adhikarya ini sempat menyodorkan tiga opsi dari konsultan internasional, karena implementasinya sulit diterapkan.
Baca: Revitalisasi Utan Kemayoran Tidak Menggunakan APBD Pemprov DKI Jakarta
"Saya bilang, saya bisa bantu, tapi paling tepat menurut saya adalah menghilangkan peer yang di tengah. Bentangnya yang 148 derajat itu," kata Dina, sapaan akrabnya, kepada Reza Deni, reporter Tribun Network, saat wawancara eksklusif di kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Senin (6/1/2020) lalu.
Desain jembatan lengkung yang dibuat bersama koleganya di PT Cipta Graha Abadi itu mendapatkan dua rekor Museum Rekor Indonesia (Muri), yakni Rekor Jembatan Kereta Box Beton Lengkung dengan Bentang Terpanjang dan Radius Terkecil di Indonesia, serta Rekor Pengujian Axial Statistic Loading Test pada Pondasi Bored Pile dengan Beban Terbesar di Indonesia.
Baca: Jika Sesuai Target, LRT Beroperasi Awal Tahun 2019
Presiden Joko Widodo, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, serta Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro, memuji desain tersebut.
Bagi Dina, desain jembatan yang dibuatnya selama ini layakya seorang anak. Tak ada yang kurang atau lebih bagus, termasuk jembagan lengkung LRT. "Anak‑anak itu spesifikasinya seperti apa, bagi saya semuanya bagus," ujarnya.
Baca: Kemenhub Kebut Uji Operasi LRT Jakarta Agar Beroperasi 10 Agustus
Bagaimana awal mula bisa terlibat disain jembatan itu?
Kebetulan saya sudah beberapa kali terlibat kerja sama dengan project manager dari proyek itu, Pak Ujang Ramda. Beliau sempat ragu dengan tiga disain dari negara asing. Beliau meminta pendapat saya dan meminta untuk bantu desain.
Saya bilang, bisa bantu tapi paling tepat menurut saya adalah menghilangkan peer yang di tengah. Bentangnya yang 148 derajat itu. Ini nama metodenya balance cantilever.
Sebenarnya apa yang spesial dari desain ini?
Spesialnya karena jembatan ini memiliki lengkungan yang cukup panjang, yaitu 148 meter. Dalam ilmu struktur jembatan, itu adalah hal yang sulit. Selain itu panjang pilar kiri dan kanan itu memiliki perbedaan yang cukup besar. Itu juga memiliki tingkat kesulitan tinggi.
Lengkungan jembatan itu juga tidak memiliki tiang penopang, disebutnya prestress. Jadi kita melakukan stressing atau tekanan ke beton, supaya terjadi penegangan.
Baca: Targetkan 100 Unit Mobil Terjual dalam Pesta Otomotif Bursa Suzuki 2013
Bagaimana dari segi keamanannya?
Dari hitungan, itu sudah aman. Untuk pembuktian, akan dilakukan uji bebas. Beban maksimal di atas 100 ton.
Adhikarya menyebut jembatan lengkung LRT tahan terhadap gempa. Seberapa aman dan bagaimana analisisnya?
Jakarta merupakan daerah tingkat kegempaannya masuk kategori menengah ke tinggi. Jadi, cukup berisiko. Ketahanan struktur ini terhadap gempa sudah dihitung menggunakan cara yang paling rumit dan memenuhi kaidah‑kaidah.
Bagaimana soal perawatannya?
Kami sebagai perencana biasanya meminta kepada kontraktor atau owner untuk memasang sensor. Sensor itu akan memberikan indikator, kalau misalnya regangannya timbul retak, itu saja.
Perempuan biasanya kurang tertarik pada teknik sipil, bagaimana Anda?
Sebenarnya dari dulu saya sangat tidak tertarik. Dulu saya menghindari pelajaran kimia karena saya memiliki kelemahan di mata pelajaran kimia.
Baca: Konstruksi Jembatan Lengkung Bentang Panjang Kuningan Adopsi ‘Balanced Cantilever’
Tapi saya cukup comfort di bidang teknik, termasuk matematika dan fisika. Namun biologi dan kimia saya tidak menguasai. Waktu kuliah di ITB, ambil jurusan teknik sipil, saya belum punya gambaran apa‑apa.
Cita‑cita Anda apa sebelumnya?
Sebenarnya cita‑cita saya sederhananya mau di rumah saja ngurus anak‑anak. Tapi waktu pindah ke Bandung, ketemu Pak Jodi Firmansyah (ahli konstruksi jembatan). Beliau mengajak untuk membantunya. Tapi beliau memberikan kebebasan mengatur waktu kerja. Jadi istilahnya apa yang saya inginkan saya dapatkan. Begitu mengenal jembatan, saya mencintai jembatan.
Jadi apa nama profesi Anda sekarang?
Bridge engineer (insinyur jembatan). Tapi sampai lulus kuliah saya juga belum tahu mau jadi konsultan atau kontraktor. Lalu ibu saya minta jadi konsultan saja.
Karena kalau kontraktor nanti pulangnya malam‑malam terus. Tapi sekarang tetap saja pulangnya malam juga. He‑he‑he. Tapi saya tekankan, meskipun kita bekerja di luar, tetap bisa kok tidak mengabaikan tugas‑tugas di rumah.
Saat ini Anda bekerja di perusahaan apa?
Saat ini saya menjabat sebagai direktur di sebuah perusahaan milik Pak Jodi Firmansyah (PT Cipta Graha Abadi). Di perusahaan ini banyak juga perempuannya.
Engineer utama yang membantu saya di perusahaan ini juga kebetulan perempuan. Kalau di lapangan lebih banyak kenal dia. Ibu rumah tangga juga, lulusan ITB juga. Ke kantor bawa dua anak. Bahkan kadang bawa anaknya di lapangan.
Kami tidak pernah keberatan, 1x24 jam dihubungi untuk masalah pekerjaan. Di manapun, mau libur mau tidak, mau tanggal merah, tanggal hijau segala macam, selama kami masih nyala dan HP nyambung, kami siap.
Sampai sekarang sudah berapa jembatan yang didesain?
Banyak, mungkin 20‑30 jembatan. Ada Jembatan Kali Kuto (Semarang), Pademaran I-II (Riau), Perawang (Riau), Jembatan Soekarno (Manado). Kemudian jalan layang nonbusway di Jl Sudirman, Jakarta, dan sebagainya.
Biodata
Nama: Arvila Delitriana (Dina)
Kelahiran: Tebing Tinggi (Sumut), 23 April 1970
Status: Menikah
Anak: Dua orang anak laki‑laki
Pendidikan: S2 Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung
Pekerjaan: Direktur Utama PT Cipta Graha Abadi