Cerita Dedi, Nelayan di Laut Natuna : Merasa Tak Aman, Sering Diusir Kapal Asing
Konflik antara Indonesia dengan China di perairan Laut Natuna Utara turut langsung dirasakan oleh para Nelayan Indonesia.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Konflik antara Indonesia dengan China di perairan Laut Natuna Utara turut langsung dirasakan oleh para Nelayan Indonesia.
Dedi, Nelayan Indonesia yang melaut mencari ikan di perairan Natuna sejak 2004 mengaku sering mendapat teror dari kapal China serta kapal asing lain.
Dedi mengaku intensitas kapal asing yang masuk perairan sempat berkurang pada beberapa tahun lalu, namun kembali banyak mulai tahun 2019.
Ia mengaku tak tahu penyebab banyaknya kapal asing masuk di perairan Natuna.
"Setahu saya tahun 2000an itu lebih banyak, tapi waktu tahun 2018, tahun 2017 itu sudah berkurang, tapi ini tahun 2019 mulai lagi," tutur Dedi saat berbicara di acara Mata Najwa, Rabu (8/1/2020)
Dedi menyebut untuk saat ini perairan Natuna agak rawan bagi dirinya serta Nelayan lainnya.
Dedi terakhir berjumpa dengan nelayan China serta kapal Cost Guard-nya pada 26 oktober 2019, saat itu ia diusir oleh kapal Cost Guard China.
Padahal berdasar titik koordinat yang ia pantau, kapalnya masih berada di perairan Indonesia.
"Dia mau mepet kapal saya, jadi saya minggir, tapi saya lari dengan pelan saja," tutur Dedi.
Dedi juga mengaku, tak hanya kapal China yang memasuki peraian Natuna, namun juga kapal Vietnam.
"Kalau China itu kapal Besi, kalau Vietnam kapal Kayu," ucapnya.
Dedi mengaku biasa melaut hanya seorang diri dengan kapalnya yang bermuatan sekitar 7 ton.
Ia sering berhadapan dengan kapal asing yang lebih besar dengan muatan mencapai 50 hingga 100 ton.
Ia juga pernah diusir oleh kapal Cost Guard Vietnam saat berada di perairan Natuna.
Beruntung Dedi saat itu bertemu dengan kapal tentara Indonesia dan merasa aman karena sudah diiringi sampai daratan.
"Itu kejadiannya jam 6 pagi, begitu saya jumpa sama kapal perang Indonesia, saya dibantu, saya diiringi keluar," tutur Dedi.
Dedi menyebut bahwa para nelayan asing jika mencari ikan menggunakan pukat Harimau.
Berbeda dengan nelayan Indonesia yang mencari ikan dengan pancing ulur.
Dedi berharap patroli di peraiaran Natuna dapat diperkuat lagi, sehingga Nelayan Indonesia dapat tenang jika mencari ikan disana.
"Harapan saya itu kalau bisa di Natuna itu ditambahkan masalah patrolinya itu, dan kapal perang itu ditambah, kalau bisa patroli di Natuna Utara itu kalau bisa 24 jam," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah bertolak ke Luat Natuna untuk memantau kondisi disana pada Rabu (8/1/2020).
“Saya ke sini juga ingin memastikan penegakan hukum atas hak berdaulat kita, hak berdaulat negara kita Indonesia atas kekayaan sumber daya alam laut kita di zona ekonomi eksklusif."
"Kenapa di sini hadir Bakamla dan Angkatan Laut? Untuk memastikan penegakan hukum yang ada di sini,” kata Presiden dilansir laman Setkab.go.id.
Diberitakan sebelumnya, beberapa waktu belakangan terdapat kapal asing yang memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) wilayah Indonesia, bukan laut teritorial Indonesia.
Di zona tersebut kapal internasional dapat melintas dengan bebas.
Presiden Jokowi menegaskan, di zona tersebut Indonesia memiliki hak atas kekayaan alam di dalamnya dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya.
Karena itu, apabila terdapat kapal asing yang memanfaatkan kekayaan alam di dalamnya secara ilegal, maka Indonesia memiliki hak berdaulat untuk menangkap atau menghalau kapal asing tersebut.
(Tribunnews.com/Tio)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.