KPK Panggil Anggota DPR F-Demokrat Teuku Riefky Harsya Terkait Suap Imam Nahrawi
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya pada Jumat (10/1/2020).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya pada Jumat (10/1/2020).
Dia dipanggil terkait dengan kasus dugaan suap penyaluran dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun anggaran 2018.
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IMR [Imam Nahrawi]," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri ketika dikonfirmasi, Jumat (10/1/2020).
Belum diketahui apa yang akan digali penyidik terhadap wakil ketua komisi I DPR dan Wasekjen Partai Demokrat tersebut.
Hanya saja, penyidik terus mendalami dan melengkapi berkas pemeriksaan Imam Nahrawi untuk dilanjutkan ke penuntutan tahap dua.
Terlebih, Imam sebelumnya mengaku tak lama lagi kasusnya akan segera dilimpahkan.
Baca: Ketika Imam Nahrawi Dapat Pelukan Hangat dari Lima Komisioner KPU di Gedung KPK
Baca: Tunaikan Salat di Sela Pemeriksaan, Novel Baswedan Jelaskan Pemeriksaan Berjalan Lancar
Iman segera menyusul asisten pribadinya Miftahul Ulum yang penyidikannya lebih dulu telah selesai.
"Ini pemeriksaan terakhir semoga pelimpahan," ucap Imam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
Dalam kasus ini Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, berdasarkan pengembangan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI tahun anggaran 2018.
Imam diduga menerima total Rp26,5 miliar dengan rincian Rp14,7 miliar dari suap dana hibah Kemenpora ke KONI, dan penerimaan gratifikasi Rp11,8 miliar dari sejumlah pihak dalam rentang 2016-2018.
Penerimaan Imam Nahrawi diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan pihak KONI kepada Kemenpora.
Selain itu, penerimaan uang terkait dengan Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi saat menjadi menpora.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Imam saat jadi Menpora dan pihak Iain.
Imam dan Miftahul disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.