Simposium Primata Universitas Nasional, Pakar Biodiversitas: Banyak Asumsi Keliru tentang Orangutan
Pakar Biodiversitas, Barita O. Manullang, mengemukakan jika saat ini masih banyak terdapat asumsi-asumsi yang keliru mengenai orangutan
Editor: FX Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Biodiversitas, Barita O. Manullang, mengemukakan jika saat ini masih banyak terdapat asumsi-asumsi yang keliru mengenai orangutan.
Hal itu dikemukakan Barita O. Manullang kepada para wartawan usai mengikuti acara “Indonesian Primates Conservation & Climate Change Symposium” yang digelar Universitas Nasional (Unas) di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada Kamis, 9 Januari 2020.
“Ada tiga hal yang sering disalahpahami. Pertama, sebaran kemudian jumlah dan terakhir adalah ancaman,” jelas Barita O. Manullang. Ketiga kesalahpahaman di atas terlihat jelas ketika seperti dikutip dari bbc.com, ditemukan spesies baru yaitu orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis). Orangutan tapanuli dinobatkan sebagai spesies orangutan ketiga setelah orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan sumatera (Pongo abelii). Orangutan tapanuli menjadi tambahan spesies baru dalam kurun waktu satu abad terakhir.
Usai simposium yang digelar bersamaan rangka Dies Natalis Unas yang ke-70 itu, Barita O Manullang yang menjadi peserta simposium juga mengingatkan pentingnya regenerasi para pakar orangutan asal Indonesia. Karena menurutnya, orangutan hanya terdapat di Indonesia. "Selain itu, orangutan juga merupakan satwa langka yang perlu dilindungi,” ujarnya.
Barita O Manullang mengutarakan jika dengan menunjukkan kepemimpinan dan regenerasi para pakar orangutan Indonesia ke dunia, maka asumsi-asumsi yang keliru mengenai orangutan dapat dihilangkan. "Tentunya dengan dasar-dasar keilmuan yang tepat,” kata Pakar Biodiversitas ini.
Peranan pihak swasta, kata Barita, juga sangat dibutuhkan untuk mewujudkan langkah-langkah konkret dalam konservasi orangutan. "Seperti yang telah dilakukan oleh pihak PLTA Batang Toru membuktikan jika orang utan dan manusia dapat hidup bersama,” jelas Barita O Manullang Pakar Biodiversitas ini.
Kebersamaan itu menurutnya terlihat jelas di lokasi proyek pembangunan yang terletak di Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatra Utara. Barita mengutarakan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) sebagai kontraktor PLTA Batang Toru menginisiasi pembentukan tim monitoring. Tim yang dikenal sebagai smart patrol bertugas memantau perburuan orangutan yang sebelum proyek dimulai justru marak dilakukan oleh para pemburu liar.
Selain itu, selama proses kontruksi proyek dikerjakan, perseroan juga menjamin kebutuhan pangan orangutan. Penanaman pohon-pohon yang buahnya dapat dikonsumsi untuk memastikan kelangsungan hidup satwa yang dilindungi di Indonesia itu dilakukan secara intensif. "Jadi, pembangunan terus berjalan, kelestarian hidup orangutan juga menjadi prioritas,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur untuk Kantor Kerjasama Internasional Unas, Jito Sugardjito, menyampaikan jika Unas mendukung agenda pemerintah untuk menerapkan langkah-langkah mitigasi perubahan iklim. Menurut Jito yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Energi Berkelanjutan terhadap Sumber Daya Alam Hayati Unas juga mendukung sepenuhnya perlindungan hewan primata dari dampak negatif perubahan iklim.
“Jadi semua pihak harus segera bekerja sama untuk melakukan mitigasi,” kata Jito Sugardjito.
Ketua Perhimpunan Ahli dan Pemerhati Primata Indonesia (Perhappi), Didik Prasetyo, pada kesempatan yang sama juga menggarisbawahi tiga dampak perubahan iklim terhadap orangutan. Pertama. dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, kemudian yang kedua adalah nutrisi. "Terakhir atau yang ketiga adalah Dampak perubahan iklim terhadap tumbuh kembang orang utan,” terang Didik Prasetyo.