Penggeledahan Kasus Suap Wahyu Setiawan,Tumpak Hatorangan: Itu Tak Kita Campuri, Tapi Kita Beri Izin
Tumpak Hatorangan Panggabean memastikan penggeledahan terkait kasus suap Komisioner KPU yang melibatkan politisi PDI Perjuangan telah memiliki izin.
Penulis: Indah Aprilin Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Dewas Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean memastikan penggeledahan terkait kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang melibatkan politisi PDI Perjuangan telah memiliki izin tertulis.
"Kasus kemarin, penggeledahan kita sudah sampaikan saja, karena sudah terjadi."
"Penggeledahan ini kita sudah bikin izin dari Dewan," terang Tumpak Hatorangan.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah kanal YouTube KompasTV, Selasa (14/1/2020).
Tumpak Hatorangan kembali menegaskan KPK telah memiliki izin oleh Dewan Pengawas untuk melakukan penggeledahan.
"Lain kali tidak usah tanya-tanya lagi ada izin atau tidak," ucap Tumpak kepada para awak media.
Dewan Pengawas KPK ini menambahakan penyidik punya strategi, kapan waktunya untuk menggeledah.
"Hal itu tidak kita campuri, tetapi kita memberi izin setelah 1x24 jam permohonan itu disampaikan," jelas Tumpak.
Tumpak Hatorangan menyatakan pemberian izin tertulis terkait penggeledahan, penyadapan dan penyitaan dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Sementara itu, Tumpak menuturkan izin penggeledahan kasus suap Komisioner KPU diberikan langsung oleh Dewan Pengawas setelah adanya permintaan dari KPK
"Izin ini hanya berlaku selama 30 hari untuk penggeledahan," ungkap Tumpak.
Terkait perbedaan waktu antara penggeledahan di KPU dan tempat lain termsuk menjadi kewenangan penyidik.
Sebelumnya, KPK menetapkan politisi PDI-P, Harun Masiku sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Sebagai pihak pemberi HAR (Harun Masiku) dan Sae (Saeful), pihak swasta," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020), dikutip Kompas.com.
Menurut Lili Pintauli, kasus ini bermula saat DPP PDI-P mengajukan Harun menjadi pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI, yang meninggal pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Wahyu Setiawan kemudian menyanggupi untuk membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Perjuangan Hasto Kristiyanto mengakui menandatangani perihal surat Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku kepada KPU.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Official iNews, Senin (13/1/2020).
Perihal PAW tersebut menjadi persoalan terkait kasus dugaan suap yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan serta salah satu kadernya Harun Masiku.
"Kami, beberapa kali berdialog. Ketika kami mengundang KPK, KPK datang."
"Di dalam membahas bagaimana membangun sebuah sistem keuangan partai yang transparan, yang baik," paparnya.
"Ketika KPK mengundang kami pun, saya akan datang," kata Hasto di JIEXpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020).
Lebih lanjut, Hasto menegaskan kedatangan dirinya bila dipanggil KPK merupakan bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara.
Hasto mengklaim pengajuan PAW atas nama Harun Masiku hanya dilakukan sekali.
"Keputusan PAW diputuskan satu kali dan itu merupakan bagian dari kedaulatan partai politik," tutur Hasto Kristiyanto.
Apalagi, Hasto berujar, pengajuan tersebut sudah ditolak oleh KPU pada 7 Januari lalu dan partainya mengikuti keputusan yang berlaku.
"Ketika tanggal 7 januari 2020, KPU menolak hal tersebut kami juga hormati, kami ini taat pada hukum," tegas Hasto.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani) (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)