Ridwan Saidi Sebut Ada Penyimpangan Sejarah Terkait Klaim Keraton Agung Sejagat: Dia Bisa Dipidana
Budayawan Betawi, Ridwan Saidi memberikan tanggapannya terkait klaim Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Budayawan Betawi, Ridwan Saidi memberikan tanggapannya terkait klaim Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah.
Keraton Agung Sejagat itu mengklaim tidak hanya memimpin wilayah Purworejo, tapi juga dunia.
Ridwan Saidi lantas mengatakan, sosok Totok Santosa Hadiningrat yang mengaku sebagai Sinuhun itu dapat dipidana.
"Pengakuan dia kan abad 18, itu salah," tegas Ridwan Saidi yang hadir di acara bincang Ini Talk Show TV One, Selasa (14/1/2020).
Diketahui, Keraton Agung Sejagat ini mengklaim sebagai kerajaan yang muncul karena telah berakhirnya perjanjiam 500 tahun lalu.
Perjanjian itu terhitung sejak hilangnya imperium Majapahit pada 1518 hingga 2018.
Saat ditanya apakah yang dilakukan oleh Totok merupakan bentuk penyimpangan sejarah, Ridwan Saidi mengiyakan.
"Jauh, dan dia ini bisa dipidana. Kalau pidato dia itu tadi, bahwa dia itu mau membereskan dunia, bahwa pemerintah dunia tidak beres," terang Ridwan Saidi.
"Dia kan artinya sudah masuk ke power system dia bicara," tutur Ridwan.
Perlu Psikolog untuk Menyidik Totok
Diketahui, Keraton Agung Sejagat pada Selasa malam (14/1/2020) diamankan oleh pihak kepolisian.
Ridwan Saidi lantas memberikan komentarnya.
Ia menuturkan agar penyidikan lebih lanjut, ada bantuan dari ahli psikolog.
Hal itu lantaran Totok Santosa Hadiningrat dan Fanni Aminadia, mengaku keturunan dari Wangsa Sanjaya.
"Wangsa Sanjaya itu corakan batik, bukan dinasti," terangnya.
Sembari mengumbar tawa, Ridwan Saidi melanjutkan, Wangsa Sanjaya adalah Prasasti Sojomerto.
Prasasti Sojomerto menjelaskan tentang corak batik-batik di zamannya, di antaranya Batik Sanjaya.
"Yang dia katakan adalah dinasti itu, itu saja dia sudah salah," katanya.
Diperbincangkan Sejak Pertengahan 2019
Keraton Agung Sejagat mulai ramai melakukan kegiatan sejak pertengahan tahun lalu, tepatnya di pertengahan bulan Agustus 2019.
Hal itu diungkapkan Sumarni, seorang warga Pogung Juru Tengah, Kecamatan Bayan, Purworejo yang merupakan masih satu desa dengan lokasi Keraton Agung Sejagat.
Menurutnya, orang-orang yang datang dan menjadi pengikut Keraton Agung Sejagat bukan berasal dari Purworejo atau orang desa sekitar.
Namun justru dari luar daerah Purwerejo seperti Bantul, Imogiri, dan lainnya.
Pimpinan kerajaan ini, Sinuhun Totok Santoso mengkalim pengikutnya berjumlah 450 orang dan terus bertambah.
Menurut Sumarni, aktifitas kerajaan tersebut mulai ramai pada pukul 17.00 sore hingga larut malam sekitra pukul 22.00.
Acara yang diselenggarakan menggunakan suatu upacara adat dengan para anggotanya yang menggunakan kain-kain tradisional seperti kerajaan.
Sumarni yang merupakan warga yang masih satu desa dengan lokasi Kerajaan Agung Sejagat mengaku resah dengan kemunculan kerajaan tersebut.
"Kita sebagai warga jelas heran itu ada apa kok malem-malem seperti itu," katanya seperti dikutip Intisari Online.
Terlabih semenjak kedatangan sebuah batu besar yang belakangan dianggap sebagi prasasti.
"Itu batunya datang jam setengah tiga malam, otomatis kita sebagai tetangga dekat jelas dengar suaranya," ungkapnya.
Dilansir TribunJateng, batu tersebut terdapat ukiran dan tulisan dalam aksara jawa.
Dijelaskan sang pengukir, Empu Wijoyo Guna, batu tersebut diukir sekitar 3 bulan yang lalu dan merupakan permintaan pimpinan Keraton Agung Sejadat, Sinuhun Totok Santoso.
"Tulisan Jawa itu artinya adalah Bumi Mataram Keraton Agung Sejagad," katanya.
Mataram disini menurutnya adalah 'Mata Rantai Manusia' dan tidak ada hubungan dengan kerajaan Mataram.
"Maknanya alam jagad bumi ini adalah mata rantai manusia yang bisa ditanami apapun."
"Intinya segala macam hasil bumi adalah mata rantai manusia atau Mataram," ungkapnya
Pada batu terukir gambar Cakra yang menggambarkan waktu dan kehidupan manusia, sedangkan di dalam cakra itu terdapat 9 dewa.
Ada pula ukiran Trisula yang menurutnya memiliki makna keilmuan.
Kemudian ada gambar telapak kaki yang bermakna sebagai tetenger atau penanda.
"Telapak kaki ini artinya adalah jejak atau petilasan. Kaki itu adalah tetenger kaisar," jelasnya.
Tak Sesuai Ijin
Kemunculan Kerajaan Agung Sejagat di Purworejo saat deklarasi pada Minggu (12/1/2020) ternyata tidak sesuai izin yang diajukan.
Dilansir TribunJogja.com, hal itu diungkapkan oleh Dandim 0708/Purworejo Letkol Inf Muchlis Gasim.
Muchlis mengatakan awalnya Kerajaan Agung Sejagat mengajukan izin untuk melaksanakan kegitan gelar budaya dalam rangka nguri-uri budaya.
Pihaknya bersama Polri dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purworejo sebenarnya telah memantau setiap kegiatan yang berlangsung.
Namun demikian, tiba-tiba pada Minggu (12/1/2020) kerajaan yang dipimpin oleh Sinuhun Totok Santosa tersebut mendeklariskan diri dengan mengklaim memiliki kekuasaan diseluruh dunia.
"Mereka awalnya mengajukan izin untuk melaksanakan kegiatan gelar budaya, nguri-uri budaya. Kita sudah pantau itu dan monitor setiap kegiatan yang berlangsung," katanya.
Ia mengatakan sebelum dilakukan deklarasi tersebut, kegiatan yang telah dilakukan telah sesuai dengan perizinan.
"Sampai saat sebelum dilakukan deklarasi, sebenarnya kegiatannya masih sesuai dengan laporannya yakni nguri-uri budaya," katanya.
Pimpinan Ditangkap Polisi
Kini pihak kepolisian telah menangkap pimpinan kerajaan tersebut, yakni yang dipanggil Sinuhun Totok Santosa serta istrinya Fanni Aminadia yang dijuluki ratu Dyah Gitarja.
Keduanya diamankan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Tengah pada Selasa (14/1/2020) petang.
Keduanya akan dimintai keterangan dan klarifikasi soal terbentuknya kerajaan yang berlokasi di Desa Pugong Jurutengah RT 3 RW 1, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo.
Dikutip dari Kompas.com, Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Iskandar Fitriana Sutisna mengatakan, keduanya diciduk karena diduga menyebarkan berita bohong.
"Dugaan sementara pelaku melakukan perbuatan melanggar pasal 14 UU RI No.1 th 1946 tentang peraturan hukum pidana terkait penipuan," jelas Iskandar.
Akibatnya, dua orang pimpinan kerajaan tersebut terancam mendapat hukuman maksimal 10 tahun.
Kepolisian juga telah menyita sejumlah dokumen, satu diantaranya dokumen yang berisikan perekrutan anggota kerajaan tersebut.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani) (TribunJateng/Permata Putra) (Kompas.com/Riska)(TribunJogja/Andreas)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.