Kejaksaan Agung Soal Kasus Semanggi 1 dan 2 Bukan Pelanggaran HAM Berat, Sah-sah Saja
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI bersikukuh tak ada yang salah dari pernyataan Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin yang menyebut kasus Semanggi 1 dan 2 bukanlah sesuatu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Hari Setiyono, pernyataan Burhanuddin mengacu pada hasil keputusan Panitia Khusus (Pansus) DPR RI pada 2001 silam yang menyatakan kejadian tersebut bukan pelanggaran HAM berat.
"Jaksa Agung kan punya cantolan, punya pegangan kawan-kawan di DPR kan sudah membuat pansus. Patokannya itu," kata Hari di Gedung Bundar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (17/1/2020)
Hari menuturkan, Kejaksaan Agung RI juga bakal mempelajari hasil penyelidikan Komnas HAM terkait kasus dalam perspektif HAM. Dia bilang, perbedaaan sudut pandang dalam suatu kasus diklaim hal yang biasa.
Baca: Pimpinan DPR Respons Jaksa Agung yang sebut Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat
"Kawan-kawan di komnas HAM juga membuat itu pasti juga sudah dipelajari. Sudut pandang berbeda sah-sah saja. Misalnya oh ini pelanggaran HAM berat dan ini pelanggaran biasa. Sering petugas yang cidera kok gak masuk pelanggaran HAM ya?," tutur dia.
"Kalau yang demo kena (Kekerasan, Red) itu masuk HAM. Ini kan sudut pandang. Nanti hasil penyelidikan komnas HAM diteliti penyidik kami dan jaksa penuntut umum apakah itu masuk pelanggaran HAM berat bisa masuk dibahan diskusi biasanya kalau berkas belum dipenuhi akan dikembalikan lagi," sambungnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
Hal ini disampaikan Burhanuddin, dalam rapat kerja dengan Komisi III pada pemaparan terkait perkembangan penanganan kasus HAM.
"Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Baca: Soal Pernyataan Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat, Komisi III DPR Akan Gelar Rapat
Kendati demikian, Burhanuddin tak menyebutkan, kapan rapat paripurna DPR yang secara resmi menyatakan peristiwa Semanggi I dan II tak termasuk pelanggaran HAM berat.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, DPR periode 1999-2004 pernah merekomendasikan Peristiwa Semanggi I dan II tidak termasuk dalam kategori pelanggaran berat HAM.
Rekomendasi itu berbeda dengan hasil penyelidikan KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II yang menyatakan sebaliknya.
Adapun Presiden Republik Indonesia saat itu, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, memprotes hasil rekomendasi DPR tersebut.
Gus Dur mengatakan, secara peraturan perundang-undangan, DPR tidak berhak mengambil keputusan mengenai tragedi Semanggi I dan II.
Menurut Gus Dur, status pengadilan terhadap tragedi Semanggi I dan II seharusnya menjadi kewenangan Jaksa Agung selaku penuntut umum.
"Dengan demikian, maka akan lebih (mungkin) bisa diteruskan ke pengadilan sampai pada banding di pengadilan tinggi, dan kasasi pada tingkat Mahkamah Agung (MA)," kata Gus Dur di Istana Merdeka, 18 Juli 2001.
Pernyataan Burhanuddin Menuai Protes
Maria Katarina Sumarsih menanggapi pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait kasus Semanggi I dan II.
Burhanuddin menyebut kedua kasus tersebut bukan pelanggaran HAM berat.
Sumarsih, yang merupakan ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat Tragedi Semanggi I, mempertanyakan jasa Jaksa Agung sebagai penyidik kasus HAM berat hingga memberikan pernyataan tersebut.
"Kejaksaan Agung sebagai lembaga penyidik, pertanyaannya, Kejaksaan Agung sudah mengerjakan apa?" Kata Sumarsih kepada Kompas.com, Kamis (16/1/2020) malam.
Sumarsih mengatakan, siapapun Jaksa Agungnya, Kejaksaan Agung selalu menghindar dalam menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat.
Menurutnya, banyak kejanggalan yang tidak masuk akal.
"Kejaksaan Agung itu banyak sekali membuat alasan untuk menghindar menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM," tutur Sumarsih.
Baca: Mobil Mercy Milik Istri Eks Direktur Keuangan Jiwasraya Ikut Disita Kejagung
"Berganti-ganti Pak Agung, kenyataannya sangat tidak masuk akal ketika menyatakan bahwa berkas penyelidikan Trisaksi Semanggi I dan II itu dinyatakan hilang," tambahnya.
Padahal menurut Sumarsih, yang menangani dan menyimpan alat bukti seharusnya adalah pemerintah.
Kendati demikian, Sumarsih berharap jika Presiden Joko Widodo masih punya hati yang tulus, terus mengupayakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Dengan menugasi Jaksa Agung menindaklanjuti berkas-berkas penyelidikan Komnas HAM.
"Harapan saya kalo memang Presiden Jokowi mempunyai hati yang tulus untuk menyelesaikan kasus pelanggaran ham berat, mestinya ya menugasi Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berkas-berkas penyelidikan Komnas HAM," ujar Sumarsih.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar juga menyayangkan sikap jaksa agung yang menilai peristiwa Trisakti dan Semanggi bukan kategori pelanggaran HAM Berat.
Baca: Geledah Rumah 2 Tersangka Kasus Jiwasraya, Kejagung Sita Harley hingga Jam Tangan
"Jaksa Agung harus ambil teleskop untuk baca hasil penyelidikan Komnas HAM dan UU 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," kata dia.
"Sudah jelas bahwa peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 & 2 adalah kasus Pelanggaran HAM berat. Bahkan ada 9 kasus lagi. Semua menggantung di Kejaksaan Agung."
"Kalau ada hambatan tersebut sebaiknya Jaksa Agung mengakui saja, dan lapor Presiden," tegasnya.