Ibu Korban Sudah Duga Jaksa Agung Akan Sebut Tragedi Semanggi I dan II Bukan Pelanggaran HAM Berat
Hal itu karena Burhanuddin adalah kepanjangan tangan dari Presiden Joko Widodo yang diniliainya tidak memiliki visi penegakan hukum dan HAM.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ibu dari mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat Tragedi Semanggi I, Benardinus Realino Norma Irawan atau Wawan, Maria Catarina Sumarsih, mengaku sudah menduga Jaksa Agung ST Burhanuddin akan menyebut bahwa Peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM Berat.
Menurutnya, hal itu karena Burhanuddin adalah kepanjangan tangan dari Presiden Joko Widodo yang diniliainya tidak memiliki visi penegakan hukum dan HAM.
"Sebenarnya itu lagu baru Jaksa Agung (baru) yang sudah pernah disuarakan beberapa kali. Itu pernyataan yang sudah saya duga akan keluar dari mulut Jaksa Agung, karena dia kepanjangan tangan Presiden Jokowi yang tidak mempunyai visi untuk menegakkan hukum dan HAM," kata Sumarsih saat dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (17/1/2020).
Baca: Amnesty Internasional Nilai Pernyataan Jaksa Agung Terkait Tragedi Semanggi I dan II Tidak Kredibel
Ia juga menilai hal itu merupakan kuatnya politisasi terhadap peristiwa penembakan para mahasiswa pada 1998 dan 1999 yang diduga kuat terjadi pelanggaran HAM berat di dalamnya.
"Sebagai buktinya, Presiden Jokowi mengangkat Wiranto, seorang terduga pelanggar HAM berat dalam tragedi Semanggi I, Semanggi II dan Trisakti. Wiranto diangkat menjadi Ketua Wantimpres. Pada periode pemerintahan periode pertama, Wiranto diangkat menjadi Menko Polhukam," kata Sumarsih.
"Atas dasar apa pernyataan itu dilontarkan? Selama 100 hari menjadi Jaksa Agung, apa yang telah dikerjakan dalam menangani tragedi Semanggi I dan Semanggi II serta Trisakti?" lanjut Sumarsih.
Menurutnya, pernyataan Burhanuddin keliru jika yang menjadi acuan pernyataan Burhanuddin adalah hasil pansus DPR RI periode 1999 sampai 2004.
Karena menurutnya, lembaga yang menyatakan terjadi atau tidaknya dugaan pelanggaran HAM Berat adalah Komnas HAM dan bukan DPR.
"Yang menyatakan bahwa terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran HAM berat ditentukan oleh Komnas HAM sebagai lembaga penyelidik dan Kejaksaan Agung sebagai penyidik, bukan atas dugaan DPR RI," kata Sumarsih.