Kesaksian Khofifah Tak Muncul di Tuntutan Rommy, JPU Diminta Tak Hilangkan Fakta Persidangan
Chairul Huda menyebutkan bahwa penuntut umum harus menyampaikan secara lengkap fakta persidangan dalam surat tuntutan untuk terdakwa.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda menyebutkan bahwa jaksa penuntut umum (JPU) harus menyampaikan secara lengkap fakta persidangan dalam surat tuntutan untuk terdakwa.
“Tidak boleh menghilangkan fakta persidangan dalam tuntutan, karena fakta persidangan harus disampaikan lengkap. Tetap analisisnya dia boleh saja mengabaikan beberapa fakta yang menurut dia tidak mendukung dakwaan,” kata Chairul kepada media, Sabtu (18/1/2019).
Chairul mengebutkan menghilangkan dan mengabaikan adalah dua hal yang berbeda.
Fakta persidangan tetap harus disebutkan walaupun dalam argumentasinya di depan persidangan penuntut hukum mengabaikan fakta tersebut.
“Jika ditanya apa boleh dia (jaksa) menghilang fakta persidangan? Tentu tidak boleh. Tapi bolehkah dia tidak menggunakan atau tidak? Untuk menguatkan dakwaannya boleh saja, karena tugas dia membuktikan dakwaan,” jelas Chairul.
Baca: KPK Dinilai Tidak Bisa Bedakan Aspirasi dan Intervensi
Sebelumnya dalam sidang Pledoi dengan terdakwa Romahurmuziy, mantan ketua umum PPP itu menyayangkan KPK menghilangkan kesaksian Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansyah dalam tuntutan.
Padahal Khofifah dan Ketua Umum Pimpinan Cabang Persatuan Guru Nahdlatul Ulama, KH Asep Saepudin mempunyai peran dalam rangkaian terpilihnya Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur.
“Keberadaan Gubernur Jawa Timur, Khofifah, Ketua Umum Pergunu, Kyai Asep Saifudin Chalim, dan Ketua Timses Khofifah, Roziki, dalam rangkaian peristiwa Haris Hasanudin tentu bukan tanpa makna. Terlalu penting seorang gubernur dihadirkan di persidangan, namun kemudian hilang sama sekali dari fakta hukum di surat tuntutan,” kata Rommy saat itu.
Rommy dituntut 4 tahun penjara karena dituduh melanggar Pasal 11 UU Tipikor karena disebut menerima hadiah dari Haris Hasanuddin dan Mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi.