Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Firli Bahuri Saat Sebagian Orang Menolaknya Masuk KPK Hingga Perjuangan Menjadi Anggota Polri

Firli Bahuri bercerita bagaimana suasana batinnya saat sebagian orang menolak dia masuk KPK, makna sampai perjuangannya menjadi seorang anggota Polri.

Penulis: Domu D. Ambarita
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Cerita Firli Bahuri Saat Sebagian Orang Menolaknya Masuk KPK Hingga Perjuangan Menjadi Anggota Polri
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK Firli Bahuri menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Sewu kuto uwis tak liwati
Sewu ati tak takoni
Nanging kabeh
Podo rangerteni
Lungamu neng endi
Pirang tahun anggonku nggoleki
Seprene durung biso nemoni

Demikian penggalan lirik Sewu Kuto yang ditulis dan dipopulerkan oleh penyanyi campur sari Didi Kempot.

Lagu itu yang dinyanyikan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri pada sebuah acara yang diselenggarakan oleh Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia di Lemhanas, Jakarta, Jumat (17/1/2020) lalu.

Saat itu Firli diminta oleh panitia untuk menyumbangkan suara di panggung.

Firli kemudian memilih menyanyikan lagu itu, didampingi oleh tiga penyanyi latar.

Firli tidak sembarangan memilih lagu itu.

Bagi Firli lirik lagu itu bagus dan sesuai kutipan dari penulis Boris Pasternak yang dia sukai.

Berita Rekomendasi

"Man is born to live, not to prepare for life," ujar Firli dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Tribun Network di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020) petang.

Pada kesempatan wawancara tersebut Firli Bahuri bercerita banyak hal.

Dari suasana batinnya saat sebagian orang menolak dia masuk KPK, makna sampai perjuangannya menjadi seorang anggota Polri.

Seperti apa cerita Firli kepada Tribun Network?

Baca: KPK Ditantang Pidanakan Pihak yang Diduga Sebarkan Informasi Bohong Terkait Keberadaan Harun Masiku

Baca: Soal Harun Masiku Sudah Di Indonesia, ICW: Menkumham dan Imigrasi Bohong Pada Publik

Berikut ini petikan wawancaranya.

Tribun: Waktu di Lemhanas Bapak menyanyikan lagu Sewu Kutho yang dipopulerkan oleh Didi Kempot. Kenapa Bapak memilih untuk menyanyikan lagu itu?

Sewu Kuto itu saya pilih karena syairnya bagus. Misalnya ribuan kota dia sudah dilalui, jutaan hati juga sudah ditanyakan, tapi tidak ada yang pernah tahu.

Kenapa konsep itu saya pakai? Ada dalam sebuah buku yang ditulis oleh Boris Pasternak di situ disebutkan bahwa man is born to live, and not to prepare for life.

Itu maknanya adalah setiap orang yang lahir hanya untuk hidup, tapi tidak disiapkan untuk hidup dan kehidupannya. Sehingga lagu itu syairnya cukup bagus. Seandainya kau sudah mulia, saya juga rela. Kira-kira begitulah.

Jadi lagu itu kalau kita betul-betul maknai sangat dalam, semua sudah dilakukan, tetapi yang jelas ada kata dia tidak pernah berbohong, dia tidak pernah berdusta.

Artinya adalah itu konsep naluri seseorang. Bahwa sesungguhnya manusia itu tidak boleh berbohong dan tidak boleh berdusta. Itu sebetulnya.

Tribun: Lagu ini bukan hanya romantisme sepasang kekasih?

Kalau misalnya tidak hanya bisa sebatas cerita atau makna sepasang pemuda-pemudi memadu kasih, tidak. Tapi itu adalah gambaran yang lebih luas.

Baca: Harun Masiku Telah Melintas Masuk Kembali ke Jakarta dengan Pesawat Batik Air 7 Januari 2020

Baca: Soal Keberadaan Harun Masiku, Komisi III DPR Minta Imigrasi Tidak Memancing Kecurigaan Publik

Contoh, seandainya ada satu lagu, mungkin kalau kita lihat itu misalnya Andaikan Kau Datang. Terlalu indah dilupakan, terlalu sedih dikenangkan.

Itu sebetulnya, kalimat itu adalah kalimat seketika masuk dalam alam kubur yang begitu gelap dan kita tidak akan pernah kembali.

Itu maknanya. Jadi seketika seseorang membuat lagu, itu tidak hanya susunan kata dan kalimat. Tapi begitu dalam maknanya. Mampukah kita menyelami makna itu?

Tribun: Anda menjiwai lagu ini. Sejak usia berapa Anda hafal lagunya atau mengerti lagunya?

Pertama setelah saya masuk Akpol tahun 1987. Kehidupan saya kan tidak lepas dari kampung. Enam kali daftar Akpol tidak lulus. Tahun 82, 83, 84, 85, 86, dan 87 saya baru lulus.

Ketua KPK Firli Bahuri menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK Firli Bahuri menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Artinya tahun 87 saya menapakkan kaki di Jawa, masuk Akpol. Seiring dengan itu tentu perjuangan tidak hanya lewat begitu saja, tapi penuh makna dan perjuangan.

Seperti yang tadi saya bilang, man is born to live, but not to prepare for life.

Seketika orang menghadapi suatu cobaan, itu bisa saja dia akan putus asa dan akan patah semangat. Tetapi saya tidak begitu.

Saya katakan bahwa manusia itu memang lahir untuk hidup, tetapi dia tidak disiapkan untuk hidup selanjutnya.

Baca: Soal Keberadaan Harun Masiku, Komisi III DPR Minta Imigrasi Tidak Memancing Kecurigaan Publik

Baca: Sudding: Tidak Konsitennya Imigrasi Soal Keberadaan Harun Masiku Picu Pertanyaan Publik

Maka begitu saya lulus Akpol, tahun 90, tentu kita harus berjuang karena perjuangan itu belum berakhir dan kita diwajibkan untuk belajar, mencari ilmu, bahkan diwajibkan untuk mengejar ilmu itu sampai ke negeri China. Maknanya sangat dalam.

Tribun: Anda lahir di Sumatera, tapi masih mengerti lagu syair Jawa. Apa karena orang tua atau kehidupan sehari-hari budaya Jawa?

Kalau Anda ingin mengenal suatu daerah, maka Anda harus kenal dengan bahasanya. Kedua, kalau Anda cinta dan ingin mencintai suatu daerah, maka Anda harus kenal budayanya.

Ketua KPK Firli Bahuri menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK Firli Bahuri menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Indonesia itu sangat luas, dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Rote sampai Pulau Miangas.

Terdiri dari 17.490 pulau dan itu lebih dari 1.100 bahasa, lebih dari 700 suku, maka kita bersyukur, jangan pernah mengenal bahwa saya satu daerah asalnya, tidak mengenal daerah lain.

Maka saya kira itulah kekayaan Indonesia dan itu lah yang membuat kita satu dalam persatuan Bhinneka Tunggal Ika. Tidak ada Indonesia kalau tidak ada Palembang.

Tidak ada Indonesia kalau tidak ada Aceh. Tidak ada Indonesia kalau tidak ada Papua. Juga sebaliknya. Papua bukan apa-apa kalau bukan Indonesia. Palembang bukan apa-apa kalau bukan Indonesia.

Baca: Menkumham dan Pimpinan KPK Dinilai Sebar Hoaks soal Keberadaan Harun Masiku

Baca: Firli Bahuri Menjiwai Lagu Didi Kempot

Tribun: Di awal Anda sempat diragukan, tapi baru beberapa minggu gebrakan sudah banyak, penangkapan, OTT. Bagaimana Bapak menyebut ini, keberanian pimpinan baru atau masih pimpinan lama?

Setiap apa yang dicapai itu tidak pernah lepas dari andil orang lain. Selain itu yang lalu juga tidak pernah lepas dari masa lalunya. Itu adalah proses.

Kalau terkait dengan hari ini, kemarin 30 hari saya, saya harus katakan ada 22 orang. Ada 12 orang yang sudah dilakukan penahanan, 10 orang masih masuk daftar penyidikan.

Silakan saja kawan-kawan yang bertanya, apakah itu suatu prestasi atau prestasi orang lain, saya tidak perlu itu. Tapi itu adalah prestasi KPK. Siapapun dia.

Tapi yang pasti kita bersyukur masih ada ang ingin mendaftarkan diri sebagai pimpinan KPK. Lebih sedih lagi kalau banyak komentar tapi tidak ada yang berani ikut seleksi.

Tribun: Ada satu kasus yang menonjol yang menyerempet partai penguasa. Apakah Bapak sempat khawatir? Atau ada telepon dari pihak luar?

Ketua KPK Firli Bahuri menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK Firli Bahuri menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Pelaku tindak pidana dalam konsep hukum adalah barang siapa. Kalau kita bicara barang siapa, maka itu konteksnya adalah pelaku.

Pelaku itu ada empat kategori sebagaimana Pasal 55 KUHP. Itu adalah yang melakukan, turut serta melakukan, membantu melakukan, dan menyuruh melakukan. Ada konsep Pasal 56, membantu melakukan itu.

Jadi kita tidak bisa lepas bahwa pelaku tindak pidana itu adalah barang siapa, artinya orang per orang. Bahkan ada yang disebut dengan setiap orang.

Kami tidak pernah mengatakan, "Ah ini terkait dengan siapa." Tidak. Dia yang melakukan, begitu. Jadi saya melihatnya begitu.

Saya tidak pernah melihat siapa dia dan sampai hari ini tidak ada pengaruh dan tidak ada juga yang telepon. Tidak ada sama sekali.

Tribun: Terkait Harun Masiku yang masih buron, apakah ada perkembangan terbaru? Soalnya informasi posisi Harun simpang siur.

Sampai hari ini tentu kita melihat semua informasi, kita tampung. Kalaupun ada informasi bahwa yang bersangkutan ada di sini, ya kita dalami. Faktanya apa dia ada di sini?

Kalau ada fakta yang disebut oleh kementerian yang memang berwenang mengawasi perlintasan, tentu kita juga akan tampung itu.

Itulah tentunya manfaat besar bagi kita untuk bekerja sama, bersinergi. Penegakan hukum korupsi itu tidak bisa sendiri.

Misalnya tadi mencari seorang yang bernama HM, kita sudah terbitkan surat perintah penangkapan. Sudah kita lakukan pelacakan dia berada di mana.

Kita melakukan pengejaran dari mana. Tentu yang melakukan itu adalah pegawai kita terkait dengan penyidik kita. Itu sudah berlangsung.

Tentu kita juga melibatkan rekan-rekan yang lain. Misalnya kita tetap berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Imigrasi.

Komunikasi terus baik melalui saya ataupun melalui deputi penindakan.

Kita lihat saja, kita tunggu, saya tidak bisa komentari karena ini masih berjalan, tapi yang jelas tetap kita lakukan upaya penangkapan. (Tribun Network/amb/deo/nis/ham)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas