Para Pengikut Keraton Agung Sejagat Lakukan Ritual-ritual Ini Setiap Selasa dan Jumat Kliwon
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna angkat bicara soal kabar terbaru Keraton Agung Sejagat.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Kabar soal Keraton Agung Sejagat masih menjadi perbincangan publik.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna mengungkapkan jika para pengikut Keraton Agung Sejagat rutin melakukan beberapa ritual.
Dikabarkan Kompas.com, pengikut Keraton Agung Sejagat melakukan ritual membersihkan jasmani dan rohani di sebuah kolam suci.
Ritual itu dilakoni pada setiap Selasa dan Jumat Kliwon.
Dalam satu tahun terakhir kolam suci yang dianggap sebagai Sendang Kamulyan itu digunakan para pengikut Totok Santosa untuk kungkum (berendam).
"Mereka melakukan ritual itu dengan berendam di kolam suci setiap Selasa Kliwon, Jumat Kliwon untuk membersihkan diri mereka," papar Iskandar.
Ia menambahkan, dalam ritual itu juga ditaburi bunga-bunga.
Para pengikut Totok Santosa tersebut juga berdoa sembari membakar dupa.
Setelah berendam di kolam suci, para pengikut Totok Santosa melanjutkan ritual di sebuah batu.
Mereka menganggap batu itu memiliki nilai sejarah dan merupakan peninggalan sebuah Kerajaan.
"Jadi ada urut-urutannya, mereka melakukan ritual di kolam suci, membakar dupa dan dilanjutkan ke batu yang dianggap mereka bersejarah," terangnya.
Berdasarkan temuan Polda Jateng, batu itu bukan batu bersejarah.
Batu itu diambil dari gunung yang ada di Jawa Tengah.
Terdapat gambar dan tulisan yang merupakan hasil karya dari seorang pemahat.
Pemahat itu bernama Empu Wijoyo.
Diketahui, motif yang ada di batu atau prasasti tersebut mencontoh motif yang ada di internet.
Pengerjaannya pun memakan waktu dua minggu.
Iskandar menuturkan, ada kolam di bagian tengah Keraton Agung Sejagat khusus digunakan sang Raja dan Ratu.
Kolam di sisi timur digunakan bagi laki-laki, dan di sisi barat untuk perempuan.
Berikut Tribunnews.com rangkum mengenai makna prasasti serta aktivitas Keraton Agung Sejagat yang dinilai meresahkan :
Makna Prasati
Sebuah batu besar yang disebut sebagai prasasti berada di halaman depan Keraton Agung Sejagat.
Pada batu yang berukuran sekira 1,5 meter tersebut terdapat beberapa ukiran.
Menurut si pembuat, Empu Wijoyo Guna, ada beberapa makna yang terkandung di dalam ukiran.
"Tulisan Jawa artinya adalah Bumi Mataram Keraton Agung Sejagat," katanya kepada Tribunjateng.com, Selasa (14/1/2020).
Mataram sendiri adalah 'Mata Rantai Manusia.'
"Maknanya alam jagad bumi ini adalah mata rantai manusia yang bisa ditanami apapun."
"Intinya segala macam hasil bumi adalah mata rantai manusia atau Mataram," ungkapnya.
Wijoyo menjelaskan jika pada batu terukir gambar Cakra yang menggambarkan waktu dan kehidupan manusia.
Sementara di dalam cakra itu terdapat 9 dewa.
Ada pula ukiran Trisula yang menurutnya memiliki makna keilmuan.
Kemudian ada gambar telapak kaki yang bermakna sebagai tetenger atau penanda.
"Telapak kaki ini artinya adalah jejak atau petilasan. Kaki itu adalah tetenger kaisar," jelasnya.
Wijoyo mengaku mengukir batu prasasti milik kerajaan Keraton Agung Sejagat hanya dalam waktu dua minggu.
Batu tersebut diukir sekitar tiga bulan yang lalu.
Fungsi batu tersebut sebagai penanda atau prasasti.
Menurut Empu Wijoyo, tulisan Jawa yang tertera pada batu memiliki arti sebuah pertanda bahwa ini adalah soko atau kaki atau tanda peradaban dimulai.
"Kerajaan ini adalah kerajaan dengan sistem damai. Artinya tanpa perang, berkuasa, oleh karena itu ditandai dengan deklarasi perdamaian dunia," katanya.
Seperti halnya punggawa-punggawa lainnya, Wijoyo menjelaskan, kekuasaan seluruh dunia berada di bawah naungan Keraton Agung Sejagat
"Negara-negara di dunia adalah fasal-fasal atau menjadi bagian dari kami."
"Mataram itu di semua negara ada. Mataram maksudnya adalah nama 'Mata Rantai Manusia'. Di mana ada kehidupan di situ ada bumi," ujarnya.
Konteks yang dijelaskan oleh Wijoyo sama sekali tidak ada hubungannya dengan kerajaan Mataram.
Dia hanyalah sebatas empu atau tukang sedangkan konsep tersebut sendiri berasal dari Totok Santoso Hadiningrat.
Pada batu itu terdapat pula logo ukiran simbol siang atau malam, hitam atau putih, yang melambangkan kehidupan.
Ada pula gambar dua macan sebagai simbol penjaga serta ukiran empat penjuru mata angin, dan logo kerajaan Majapahit.
Pada bagian bawah batu ada gambar baruna naga yang artinya lautan.
Sebelum ikut menjadi punggawa, Wijoyo berprofesi sebagai tukang relief yang sering membuat pahatan.
"Saya kerja serabutan, tapi kanjeng Sinuhun yang meminta saya membuatkan ukiran ini sehingga saya membuat.
Soal desain berasal dari Sinuhun sendiri," ungkapnya.
Batu prasasti itu dijadikan sebagai obyek selfie dan keramaian pengunjung di Keraton Agung Sejagat.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setiap Kliwon, Pengikut Keraton Agung Sejagat Lakukan Ritual "Kungkum""
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Inza Maliana) (Kompas.com/Kontributor Semarang, Riska Farasonalia)