Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota Komisi XI DPR Ingatkan Pemerintah Cegah Taspen Terlilit Masalah 'Skema Ponzi'

Sebab pengelolaan Taspen selama ini terkesan memakai skema ponzi alias gali lubang tutup lubang mengandalkan pembayaran polis peserta.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Anggota Komisi XI DPR Ingatkan Pemerintah Cegah Taspen Terlilit Masalah 'Skema Ponzi'
ISTIMEWA
Politisi Partai Golkar M Misbakhun 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah masalah yang muncul terkait potensi kerugian negara di Jiwasraya dan Asabri, Anggota Komisi XI DPR fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun membuka satu potensi masalah besar masa depan di PT Taspen (Persero) yang mengelola dana pensiun aparatur sipil negara (ASN).

Sebab pengelolaan Taspen selama ini terkesan memakai skema ponzi alias gali lubang tutup lubang mengandalkan pembayaran polis peserta.

"Saya mengingatkan bahwa agar Taspen menyampaikan peringatan kepada Pemerintah soal kondisi ini, bahwa ini seperti skema ponzi berjalan. Ini sudah tidak ideal. Harus disampaikan dan dicari solusinya oleh pemerintah sejak dini," kata Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Pernyataan Misbakhun ini berdasarkan temuan di rapat kerja Komisi XI dengan Direksi PT Taspen yang dikomandani Antonius Steve Kosasih di Jakarta, Rabu (29/1/2020).

Baca: Taspen Tanggung Penuh Biaya Perawatan Wiranto Sampai Sembuh

Baca: DPR Siap Wujudkan Ibu Kota Baru Melalui Regulasi

Baca: Jadi Menteri Terbaik Versi Majalah The Banker, Begini Respons Anggota Komisi XI DPR

Saat itu, Misbakhun merasa terkejut dengan paparan dari Taspen, bahwa perusahaan itu mengelola dana hari tua dan jaminan keselamatan kerja milik para pegawai negeri hingga Rp103 triliun.

Uang itu dikelola hingga menghasilnya uang hingga Rp9,1 triliun.

Berita Rekomendasi

Bagi Misbakhun, hasil investasi itu cukup lumayan alias tidak terlalu buruk.

Masalahnya, Taspen memiliki kewajiban pembayaran klaim hingga Rp12,3 triliun.

Artinya hasil investasi tak bisa menutupi pengeluaran yang ada alias terjadi defisit sekitar Rp2-3 triliun.

Hal ini yang kemudian membuat Misbakhun curiga bahwa yang dilakukan adalah skema ponzi di mana pembayaran klaim diambil dari setoran peserta baru.

"Kecurigaan saya menggunakan skema ponzi. Karena investasinya tidak bisa menutupi apa yang menjadi beban klaim. Jadi menutupi sebagian itu dari premi yang dibayarkan. Makanya skema pensiun ini harus diperbaiki," ujar Misbakhun.

Jika skema ini tetap dipertahankan, menurut Misbakhun, akan menjadi bom waktu yang meledak pada waktunya.

Khususnya saat ada generasi besar pegawai negeri yang pensiun di saat bersamaan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas