Menteri Agama Ingin di Aceh Ada Bioskop Lagi, Bila Perlu Pisah Tempat Duduk Laki-laki dan Perempuan
Menteri Agama Fachrul Razi berharap agar bioskop diizinkan beroperasi kembali di Aceh.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama Fachrul Razi berharap agar bioskop diizinkan beroperasi kembali di Aceh.
Menurut dia, kehadiran tempat nonton film terkini itu bisa dimulai dengan bioskop berfasilitas kursi pemisah antara penonton laki-laki dan perempuan.
Tujuannya, agar penerapan syariat Islam di Aceh tidak terganggu.
Baca: Fakta Kasus Penipuan yang Rugikan Putri Arab Saudi, Terungkap Kedua Pelaku Diduga Ibu dan Anak
Baca: Biaya Haji 2020 Tidak Alami Kenaikan, Menteri Agama Sebut Fasilitas yang didapat Akan Lebih
Baca: Virus Corona Telah Menyebar ke 18 Negara
"Saya ingin menyarankan di Aceh, tapi belum saya bilang. Mungkin di Aceh bisa ada bioskop yang dimulai dengan (kursi penonton) laki-laki dan perempuan dipisah," kata dia saat wawancara bersama Tribun Network, di Kantor Kementerian Agama RI, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2020).
Sejauh ini ia mengatakan, negara seperti Arab saudi yang notabene menerapkan syariat Islam memiliki bioskop.
Menag berharap, keinginannya itu tidak disalahartikan terlalu jauh.
"Di Arab Saudi biasa kaya Indonesia enggak dipisah (kursi bioskopnya). Tapi kalau Aceh dipisah bagus juga. Dengan menonton, wawasan dan pikiran bisa terbuka," ungkap mantan Panglima TNI ini.
Keinginan agar di Aceh dihadirkan kembali bioskop diungkap Fachrul, ada saat ia mengunjungi negara maupun kota-kota di Timur Tengah.
Menurut Jenderal TNI (Purnawirawan) kelahiran Aceh, 26 Juli 1947, ini, menghadirkan bioskop di Aceh agar memberi kesempatan kepada masyarakat dari kalangan kurang mampu untuk menambah wawasan-pengetahun dari tontonan.
"Bagi masyarakat Aceh yang kaya, mungkin dia bisa menonton bioskop di kota lain, seperti di Medan, misalnya. Tapi bagaimana dengan masyarakat biasa? Jadi penting bioskop ini."
Islam di Timur Tengah kian menguatkan semangat "Islam Rahmatan lil alamin sendiri berarti berkah, rahmat bagi seluruh alam semesta"
Agar bisa menjadi berkat bagi semua, maka Islam harus membuka diri. Kalau dia tertutup, maka akan seperti katak di bawah tempurung.
Saya baru saja berkunjung ke Timur Tengah. Ke Arab Saudi misalnya.
Di sana sekarang berkembang sekali budaya keterbukaan, membukq diri kepada bangsa lain.
Mereka sadar betul akan keterbukaan ini akan menguntungkan.
Di sudut-sudut kota, dipasang tulisan "tollerance"/toleransi.
Mereka welcome sekali, terhadap turis misalnya, termasuk dari Jepang, Tiongkok dan Eropa serta barat.
Kebiasaan berbusana pun mulai berubah.
Betul masih kita temui ada perempuan berjilbab dan masih ada yang bercadar.
Tapi banyak juga wanita yang tidak pakai hijab.
Dalam konteks Aceh, saya setuju bahwa agama harus dipegang teguh di Aceh.
Namun menutup diri sepenunya juga tidak baik. Lihat seperti dunia Arab yang mulai terbuka tadi.
Sebab kalau tertutup sekali, sulit menerapkan Islam Rahmatan lil alamin.
"Mengapa perlu Bioskop, sebab tontoan film itu menambah pengetahuan dan wawasan. Di Arab pun, bioskop sudah ada. Dan menonton, seperti bioskop umumnya. Campur tempat duduk laki-laki dan perempuan," ujar Fachrurazi.
Untuk di Aceh, karena masih memegang teguh syariah, ya silakan tetap bersyariah.
Di bioskop misalnya, kalau perlu, bikin sekat, kursi-kursi untuk perempuan dan laki-laki terpisah.
Itu konteks mengembangkan agama yang menjaga kemajemukan, toleransi antarumat beragama dan persatuan-kesatuan Indonesia. (*)