6 Bulan Perjuangan Syahrul Munif Keluar dari ISIS, Dikira Misi Kemanusiaan hingga Banyak Pembunuhan
Mantan Anggota ISIS, Syahrul Munif menceritakan perjuangannya saat keluar dari ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Mantan anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Syahrul Munif menceritakan perjuangannya saat keluar dari ISIS.
Syahrul menuturkan dirinya bergabung dalam kelompok ISIS pada 2014 silam.
Awalnya ia tidak mengetahui bahwa rombongan yang diikutinya adalah untuk menjadi anggota ISIS.
Setelah enam bulan berada di Suriah, Syahrul mengaku ada ketidak cocokan dalam hati nuraninya terhadap apa yang dilakukan ISIS.
Sehingga ia pun mencoba untuk keluar dari Suriah dan kembali pulang ke Tanah Air.
Dilansir Tribunnews.com, Perjuangan keluar dari ISIS ini Syahrul ceritakan dalam program KABAR PETANG di YouTube tvOneNews, Senin (10/2/2020).
Awalnya, ia menjelaskan bagaimana dapat bergabung dengan ISIS.
"Jadi saya ke Suriah tahun 2014, ada dua rombongan ketemu saya di Jakarta kemudian Malaysia," jelasnya.
"20 rombongan total semua," imbuhnya.
Syahrul mengaku pada saat itu, akses untuk masuk ke Suriah sangatlah mudah.
"Terus kami lewat Turki untuk ke Suriah," ujarnya.
"Jadi pada waktu 2014 itu sangat mudah sekali alurnya masuk ke sana (Suriah)," imbuhnya.
Baca: BNPT Sebut Tak Dapat Atasi Pemulangan WNI eks ISIS Sendiri: di Indonesia Saja Sudah Kewalahan
Baca: Soal Opsi Pemulangan WNI Eks ISIS, Maruf Amin: Masih Dikaji dari Berbagai Aspek
Namun Syahrul mengaku saat itu tidak membawa anggota keluarganya saat pergi ke Suriah.
"Anak istri saya tinggal di Indonesia," ujar Syahrul.
"Pada saat itu masih belum ada warga Indonesia perempuan yang ke sana. Jadi kami laki-laki semuanya," jelasnya.
Lebih lanjut, Syahrul menuturkan bahwa dari awal ia tidak mengetahui rombongan yang diikutinya merupakan bagian dari ISIS.
Sepengetahuannya, ia diajak ke Suriah untuk melakukan misi kemanusiaan.
"Saya pikir dulu ke Suriah misi kemanusiaan ya, tapi ternyata rombongan saya gabung ke ISIS," ujarnya.
"Jadi mau tidak mau kami mengikuti pola di sana bersama ISIS," kata Syahrul.
Namun saat berjalan enam bulan, Syahrul merasa ragu dengan apa yang diikutinya saat itu.
Ia merasa hati nuraninya menolak untuk mengikuti aksi dari kelompok ISIS ini.
"Kemudian lama-kelamaan hati nurani merasa tidak cocok. Yakni adanya pembunuhan bahkan penggal kepala," ujarnya.
"Saya pikir apakah ini Islam yang Rahmatan Lil Alamin, apa fungsinya ketika kekerasan dimunculkan sedemikian rupa," jelasnya.
"Tidak lama ada deklarasi khilafah saat itu, menurut saya, apakah ini tidak terlalu prematur ya untuk sebuah negara yang masih belum stabil," kata Syahrul.
Baca: Keaman Negara Harus Dipertimbangkan Sebelum Memulangkan Eks ISIS
Baca: Muncul Opsi Ketiga Solusi Polemik Pemulangan WNI Eks ISIS, Komnas HAM Harap Maruf Amin Turun Tangan
Melihat hal ini, Syahrul semakin mantap untuk keluar dari ISIS.
Namun perjuangan untuk kembali ke Indonesia tidak semudah yang ia bayangkan.
Mengingat paspor miliknya dipegang oleh satu di antara orang Suriah.
"Pulang ke Indonesia itu menurut saya sejarah yang paling seru ya, karena keluar dari negeara konflik" ujarnya.
"Dimana paspor saya juga dipegang oleh orang Suriah," imbuhnya.
"Jadi saya dengan bahasa semampunya harus dapat meyakinkan bisa mengambil paspor itu," jelasnya.
Syahrul mengaku selalu mendapat penolakan saat mengambil kembali paspornya.
"Pada akhirnya saya meyakinkan dia kalau akan mengajak anak istri untuk dibawa ke Suriah," ujarnya.
"Nah karena alasan itu, barulah dapat diterima," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.