Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Keaman Negara Harus Dipertimbangkan Sebelum Memulangkan Eks ISIS

Menurutnya, persepektif berpihak pada korban terorisme tentu lebih baik daripada berpihak pada pelaku terorisme.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Keaman Negara Harus Dipertimbangkan Sebelum Memulangkan Eks ISIS
ISTIMEWA
Pakar intelejen Stanislaus Riyanta 

Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar intelejen Stanislaus Riyanta berharap, pemerintah mempertimbangkan keamanan negara terkait wacana pemulangan 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks kombatan ISIS.

Stanislaus Riyanta mengatakan, hampir sebagian besar masyarakat menolak wacana tersebut dengan berbagai alasan. Mulai dari soal status kewarganegaraan dan kemungkinan eks kombatan ISIS tersebut bisa menjadi sumber ancaman di Indonesia.

Namun demikian, sebagian masyarakat mendukung langkah pemulangan WNI eks kombatan ISIS tersebut dengan alasan kemanusiaan. Maka itu, Stanislaus Riyanta menegaskan analisis pertimbangan keamanan negara jadi yang utama.

Baca: Wahana Edu Wisata Lontar Sewu Diresmikan Mendes PDTT: Wisata dan Kuliner Tak Akan Terdampak Krisis

Hal ini perlu dilakukan mengingat ISIS di Indonesia sudah beberapa kali melakukan aksi terorisme yang menimbulkan korban jiwa. "ISIS di Indonesia, melalui kelompok seperti JAD, JAT dan MIT pun menjadikan pemerintah sebagai musuh dan menolak ideologi Pancasila," kata Stanislaus Riyanta, Senin (10/2/2020).

Stanislaus Riyanta mengatakan, perspektif keamanan nasional dapat ditinjau dari analisis ancaman. Potensi-potensi ancaman yang diperkirakan bisa menjadi nyata, yang bersumber dari kelompok teroris ISIS perlu dipertimbangkan.

"Apakah risiko ancaman tersebut diterima dengan mengorbankan 270 juta warga negara lainnya, atau memilih untuk menolak 600 anggota ISIS tersebut kembali ke Indonesia untuk melindungi 270 juta WNI," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Stanislaus menilai, pilihan rasional ini paling mungkin menjadi bahan kajian dibandingkan pilihan-pilihan lain seperti pertimbangan HAM dan kemanusiaan. Menurutnya, pertimbangan demikian justru lebih berpihak pada anggota ISIS sebagai pelaku teror daripada mementingkan keselamatan 270 juta masyarakat Indonesia.

Mengenai wacana pemulangan WNI eks kombatan ISIS, menurut Stanislaus, peristiwa di awal Mei 2018 di Mako Brimob Kelapa Dua Depok tidak boleh dilupakan oleh publik.

Baca: Presiden Jokowi Tidak Perlu Ratas Eks-WNI Anggota ISIS

"Sebanyak 154 tahanan melakukan kerusuhan dan mengambil alih Rumah Tahanan Cabang Salemba yang terletak di Markas Komando Brimob Polri di Kelapa Dua Depok. Lima anggota Polri gugur dalam peristiwa tersebut," ujarnya.

"ISIS melalui kantor berita Amag News Agency mengklaim bertanggung jawab atas insiden di Mako Brimob. Kasus di Mako Brimob ini kemudian diiikuti oleh aksi bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo dan penyerangan di Mapolda Riau," ujarnya lagi.

Stanislaus mengungkapkan, pasca kerusuhan di Mako Brimob Depok, lebih dari 350 teroris ditangkap yang dilengkapi dengan barang bukti. Kerusuhan berdarah di Mako Brimob Depok memicu sel tidur simpatisan ISIS untuk bergerak sehingga menjadi ancaman keamanan yang sangat serius bagi negara.

Antisipasi yang dilakukan oleh aparat keamanan dengan menangkap jaringan teroris yang didominasi oleh kelompok yang berafiliasi dengan ISIS tersebut adalah langkah tepat untuk mencegah terjadinya aksi lanjutan.

Peristiwa tersebut dapat menggambarkan betapa brutalnya kelompok teroris yang berafiliasi dengan ISIS. Dalam kondisi di dalam sel, mereka dapat melakukan serangan yang mengakibatkan 5 anggota Polri gugur.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas