Eks Pimpinan KPK Sebut Harun Masiku Seharusnya Tidak Sulit Ditangkap
"KPK itu sering membantu Kejaksaan untuk mendapatkan buron. Jadi, seharusnya kalau dia ada di dalam Indonesia bisa didapat seharusnya," kata Syarif
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif membandingkan cara lembaga antirasuah jamannya dengan era Firli Bahuri Cs dalam hal mencari buronan.
Syarif selaku satu di antara pimpinan KPK jilid IV menyatakan, komisi antikorupsi dulu sering membantu Kejaksaan Agung (Kejagung) mencari buron.
Baca: Harun Masiku Masih Buron, KPK Persilakan Masyarakat Gelar Tahlilan
Pernyataan Syarif tersebut sekaligus menyindir KPK di bawah komando Firli Bahuri yang tak kunjung menemukan eks caleg PDIP Harun Masiku.
Padahal, kata Syarif, Harun sudah ada di Indonesia.
"KPK itu sering membantu Kejaksaan untuk mendapatkan buron. Jadi, seharusnya kalau dia ada di dalam Indonesia bisa didapat seharusnya," kata Syarif dalam diskusi bertajuk 'Menakar Peluang Uji Formil Revisi UU KPK di Mahkamah Konstitusi' di Tebet, Jakarta, Kamis (13/2/2020).
Syarif mengatakan, KPK memiliki sumber daya yang mendukung untuk menangkap koruptor.
Atas dasar itu, ia justru bingung ketika Firli tidak berhasil menangkap tersangka yang diyakini berada di Indonesia.
"Ya, kita punya peralatan. Bukan cuma peralatan, sebenarnya kita juga punya orang, kita juga bisa bekerja sama dengan polisi, kan. Di Kepolisian ada intelijen. Jadi, bahkan lari ke luar negeri pun jaringan KPK lumayan lengkap," katanya.
"Jadi, yang high profile seperti Harun Masiku ini kalau dia di Indonesia, ya, berdasarkan dulu-dulu tidak sulit sih," imbuhnya.
KPK menetapkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan; eks caleg PDIP Harun Masiku; mantan anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina; dan kader PDIP Saeful Bahri sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait PAW anggota DPR.
Wahyu dan Agustiani diduga menerima suap dari Harun dan Saeful dengan total sekitar Rp900 juta.
Suap itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Tiga dari empat tersangka kasus ini telah mendekam di sel tahanan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.