SesMenko Perekonomian Sebut RUU Omnibus Law Cipker Lindungi Pekerja, Presiden OPSI: Tak Sesuai Fakta
Presiden (OPSI), Saeful Tavip membantah pernyataan SesMenko Perekonomian, Susiwijono Mugiarso soal RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Saeful Tavip, mengkritik pernyataan SesMenko Perekonomian, Susiwijono Mugiarso, soal RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Cipker).
Dimana dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, terdapat pasal-pasal yang berisi tentang hak dan perlindungan bagi pekerja.
Selain itu, Susiwijono memastikan Upah Minimum (UM) tidak turun dan tidak dapat ditangguhkan.
Menanggapi hal itu, Saeful menuturkan apa yang disampaikan oleh Susiwijono tidak sesuai fakta yang anda.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam program Rosi yang Tribunnews kutip dari YouTube Kompas TV, Minggu (16/2/2020).
Sebelumnya, Susiwijono mengungkapkan tidak ada sama sekali niatan untuk mengubah sistem pengupahan saat ini.
"Pertama upah tidak akan turun, kenaikannya menyesuaikan pertumbuhan ekonomi daerah dan tidak dapat ditangguhkan," ujar Susiwijono.
"Satu diantaranya di poin terakhir, upah dapat diberikan menggunakan sistem per jam untuk jenis pekerjaan tertentu," imbuhnya.
Susiwijono kemudian menyinggung terkait perlindungan pekerja.
Ia menuturkan dalam Omnibus Law ini terdapat pasal-pasal khusus tentang hal itu.
"Terkait masalah perlindungan, justru ada pasal-pasal khusus, karena selama ini tidak bunyi," tegasnya.
"Di situ ada masalah hak dan perlindungan bagi pekerja kontrak, ahlidaya, termasuk yang pakai upah per jam," jelas dia.
Mendengar pernyataan tersebut, Saeful merasa itu tidak sesuai fakta.
Baca: Kritik Proses Pembuatan Omnibus Law, Ketua KASBI: Ini Sangat Misterius
Menurutnya, RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini justru menghilangkan sejumlah hak pekerja atau buruh.
"Apa yang dijelaskan itu tidak sesuai fakta, tak seindah yang disampaikan," kata Saeful.
"Kami sudah membaca dengan amat cermat, ternyata tidak seindah yang disampaikan oleh Mas Susiwijono," imbuhnya.
Ia kemudian menyinggung soal sistem upah yang tak memperhatikan inflasi.
"Soal upah misalnya, yang terpenting pertama kenaikan upah minimum itu tidak lagi melibatkan unsur inflasi," ujar Saeful.
"Sebelumnya inflasi plus pertumbuhan ekonomi, sekarang inflasinya dihilangkan."
"Itu sudah satu diantara pengamputasian kepada hak buruh," imbuh dia.
Lebih lanjut, Saeful menuturkan pengusaha juga dapat membayar upah di bawah upah minimum.
"Pasal 91 yang mewajibkan pengusaha bayar upah sesuai upah minimum itu dihilangkan, dihapus."
"Dan tidak ada sanksi pidana, ini kan memberatkan," ucap Saeful.
"Jadi bagaimana kita mengatakan bahwa Omnibus Law Cilaka ini benar-benar memberikan perlindungan dan memberikan masa depan yang cerah bagi kaum buruh kalau faktanya seperti ini?" tanya dia.
Tak hanya itu, Saeful juga menyinggung terkait sistem PHK yang dialami para pekerja.
Baca: KSPSI Tanggapi Pasal Omnibus Law Cipta Kerja terkait Perburuhan
Dimana dalam undang-undang sebelumnya serikat pekerja selalu dilibatkan dalam PHK tersebut.
Namun dalam Omnibus Law ini tidak ada terkait persoalan tersebut.
"Bagaimana kami tidak pesimis, melihat job protection, menyangkut PHK, di dalam Undang-undang 13 2003 jelas sekali peran serikat buruh ketika terjadi PHK dia harus dilibatkan untuk memastikan proses perundingan terhadap PHK itu berjalan baik," jelasnya.
"Di sini tidak ada lagi keterlibatan serikat pekerja untuk memastikan PHK itu dijalankan secara hukum," lanjutnya.
Sehingga Saeful menilai dalam Omnibus Law ini ada hak serikat buruh untuk melindungi pekerjanya yang diamputasi.
"Ini sangat amat merugikan kita," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan draf dan surat presiden (surpres) RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR RI pada Rabu (12/2/2020).
Draf dan surpres diserahkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, kepada Ketua DPR, Puan Maharani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Baca: Di RUU Omnibus Law, Pemerintah Tetap Tindak Tegas Perusak Lingkungan
"Dalam kesempatan ini Pak Menko dan para menteri menyampaikan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja akan terdiri dari 79 UU, 15 bab, dengan 174 pasal yang akan dibahas di DPR," ujar Puan yang dikutip dari Kompas.com.
Dalam kesempatan itu, Puan juga menuturkan draf tersebut akan dibahas dengan melibatkan tujuh komisi di DPR.
Puan pun menegaskan kini Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja berubah menjadi RUU Cipta Kerja.
Sementara itu, RUU Omnibus Law yang memuat aturan tentang perpajakan dan cipta lapangan kerja masih menuai pro kontra di masyarakat.
Rabu lalu, buruh dari berbagai elemen turun ke jalan berunjuk rasa menolak Omnibus Law.
Mereka menilai aturan baru ini bisa merugikan buruh.
Tapi bagi pemerintah, Omnibus Law ini bisa menjadi angin segar untuk dunia investasi dan manufaktur, serta dinilai mampu mendongkrak pertumbuhan ekonom. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, Kompas.com/Tsarina Maharani)