Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

RUU Cipta Kerja Mendapat Penolakan, Mahfud MD: Di Negara Demokratis, Itu Bisa Diperbaiki

Mahfud MD menyebut RUU Cipta Kerja masih bisa dirubah ketika di DPR sebelum ditetapkan menjadi UU.

Penulis: Faisal Mohay
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in RUU Cipta Kerja Mendapat Penolakan, Mahfud MD: Di Negara Demokratis, Itu Bisa Diperbaiki
Fransiskus Adhiyuda/Tribunnews.com
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/2/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja masih dapat diperbaiki ketika proses pembahasannya berada di DPR.

"Yang penting RUU Cipta Kerja itu sekarang masih dalam bentuk rancangan. Dimana semua perbaikan baik karena salah maupun perbedaan pendapat itu masih bisa diperbaiki selama proses di DPR," ujarnya dilansir melalui YouTube Metro TV, Selasa (18/2/2020).

Menurutnya di negara demokrasi, RUU masih bisa diperbaiki dan masyarakat mempunyai hak untuk menilainya. 

"Jadi tidak ada Peraturah Pemerintah (PP) bisa merubah undang-undang dan kalau itu keliru itu nanti bisa diperbaiki didalam proses di DPR.

"DPR bisa mengubahnya rakyat bisa mengusulkannya namanya RUU di negara demokratis itu bisa diperbaiki selama masa pembahasan dan sekarang sudah dimulai proses penilaian oleh masyarakat silahkan aja dibuka," ungkapnya.

Dikutip dari Kompas.com, Mahfud MD menyambut baik banyaknya penolakan terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja.

"Tidak setuju sampaikan ke DPR, nanti kita bahas sama-sama, endak apa-apa sekarang, bagus kalau ada yang nanggapi," ujar Mahfud usai mengikuti forum diskusi di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020).

Baca: Mahfud MD Tanggapi Survei Indo Barometer, Singgung Kinerja Prabowo sebagai Menteri, Ungkap Hal Ini

Berita Rekomendasi

Ia menambahkan jika saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk merespons omnibus law RUU Cipta Kerja sebelum berubah menjadi UU. 

"Yang susah nanti kalau begitu undang-undang, lalu ditutup, tiba tiba disahkan. Ini endak, semuanya terbuka silahkan Anda beri masukan, ini bagus untuk semua karena ini negara demokrasi," tegas Mahfud.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar aksi dan menempuh langkah hukum untuk menolak Omnibus Law Cipta Kerja

Hal tersebut disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal saat menggelar konferensi pers, merespons rencana pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di kawasan Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020).

"Secara hukum kami akan lakukan judicial formil. Batalkan semua isi UU Omnibus Law, tidak hanya tentang ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD (Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi)

Selain itu, pihaknya juga akan melakukan judicial review pasal-pasal mana yang merugikan.

Pihaknya akan meminta MK membatalkan pasal yang merugikan.

"Berikutnya citizen law suit, gugatan warga negara, karena buruh sebagai warga negara dirugikan dengan sikap pemerintah yang sangat kapitalis dan liberal," kata dia.

Menurut Iqbal, adanya Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini membuat dunia tenaga kerja diliberalisasi. Hal tersebut terlihat dari pasal-pasal yang termuat dalam RUU tersebut.

Baca: Mahfud MD Pastikan Anak-anak WNI Eks ISIS Dipulangkan Pemerintah, Yenny Wahid: Sudah Siap Menampung?

"Orang tidak punya perlindungan terhadap upah dan pendapatan serta orang tidak dapat jaminan kesehatan dan pensiun," kata dia.

Setelah melakukan kajian terhadap RUU Cipta Kerja, ia menilai, apa yang dilakukan pemerintah melalui omnibus law hanya omong kosong.

"Kami minta DPR secara politik batalkan omnibus law RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dan semua yang berhubungan dengan ketenagakerjaan," pungkas dia.

KSPI mengungkapkan sembilan alasan mengapa mereka menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Kesembilan alasan itu adalah soal hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, penggunaan outsourcing yang bebas di semua jenis pekerjaan dan tak berbatas waktu.

Kemudian jam kerja eksploitatif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan tenaga kerja asing (TKA), PHK yang dipermudah, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh khususnya kesehatan dan pensiun, serta sanksi pidana terhadap perusahaan yang dihilangkan.

(Tribunnews.com/Faisal Mohay) (Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas