Tahu Keberadaan Nurhadi, KPK Minta Maqdir Ismail Terbuka
Bisa dijerat pasal obstruction of justice sesuai Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta advokat Maqdir Ismail menyerahkan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA tahun 2011-2016 itu berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang).
Pasalnya, KPK sudah mendengar bahwa Maqdir menyatakan Nurhadi tengah berada di Jakarta. Selain Nurhadi, KPK turut menetapkan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto dan menantu Nurhadi, Riezky Herbiono sebagai DPO.
“Silakan Pak Maqdir datang ke KPK dan laporkan serta infokan kepada kami (KPK) di mana posisi tersangka yang disampaikan katanya ada di Jakarta,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Selasa (18/2/2020).
Ali lalu mempertanyakan kapasitas Maqdir yang mengungkapkan Nurhadi masih berada di Jakarta. Menurutnya, Maqdir Ismail diketahui hanya kuasa hukum Nurhadi saat menjalani praperadilan.
“Kami tidak mengetahui posisi dari Pak Maqdir sebagai kuasa hukum dari para tersangka kah? Memang yang kami tahu hanyalah sebagai kuasa hukum dari praperadilan,” katanya.
Baca: KPK Bakal Ambil Langkah Hukum kepada Pihak yang Sembunyikan Harun Masiku dan Nurhadi
Baca: Reaksi KPK Sikapi Sayembara MAKI Mencari Harun Masiku dan Nurhadi Berhadiah iPhone 11
Baca: Anak Mantan Sekretaris MA Nurhadi Jalani Pemeriksaan Kasus Suap Ayahnya
Oleh karena itu, Ali menyebut jika terdapat yang menyembunyikan Nurhadi beserta dua orang lainnya sama saja menghalang-halangi upaya penyidikan KPK.
Bisa dijerat pasal obstruction of justice sesuai Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Sekali lagi kami ingatkan ke semua pihak, sembunyikan orang-orang yang kami cari itu masuk DPO (daftar pencarian orang) dengan sengaja tentunya dilarang oleh ketentuan UU bahwa yang merintangi penyidikan itu diancam UU dengan Pasal 21 UU Tipikor,” tegas Ali.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan eks Sekretaris MA Nurhadi; menantu Nurhadi, Riezky Herbiono; dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto sebagai tersangka. KPK belum melakukan penahanan terhadap ketiganya.
Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.
Dalam kasus suap, Nurhadi dan menantunya diduga menerima uang dari dua pengurusan perkara perdata di MA. Pertama, melibatkan PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero).
Kemudian, terkait pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT dengan menerima Rp33,1 miliar.
Adapun terkait gratifikasi, tersangka Nurhadi melalui menantunya Rezky dalam rentang Oktober 2014-Agustus 2016 diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.
Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam perjalanan kasus ini, KPK kemudian memasukkan tiga tersangka dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Status DPO itu diberikan karena sebelumnya tiga tersangka itu mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka sebanyak dua kali.