Praperadilan Jilid II, Sebut KPK Tak Sah Tetapkan Status Tersangka Nurhadi cs
penetapan tersangka Rezky, Nurhadi, dan Hiendra Soenjoto bertentangan dengan hukum acara dan due process of law.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadwalkan sidang praperadilan atas penetapan tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Rezky Herbiyono, menantu Nurhadi, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto pada Senin (24/2/2020).
Maqdir Ismail, penasihat hukum Nurhadi, mengatakan penetapan tersangka Rezky, Nurhadi, dan Hiendra Soenjoto bertentangan dengan hukum acara dan due process of law.
Sebab, kata dia, penetapan tersangka itu dilakukan langsung setelah adanya Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) tanpa terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sebagai “calon tersangka” atau dalam hal ini terlapor.
"Sehingga sudah seharusnya penetapan tersangka dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Maqdir, kepada wartawan, Senin (24/2/2020).
Dia menjelaskan Rezky Herbiyono sama sekali belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK.
Baca: Cegah Virus Corona, 118 WNA Ditolak Masuk ke Indonesia
Sedangkan, kata dia Nurhadi baru tahu adanya SPDP yang ditujukan padanya jauh-jauh hari setelah tanggal yang tertera dalam SPDP Nurhadi karena KPK mengirimkannya dengan begitu saja ke rumah kosong di wilayah kota Mojokerto.
"Rezky Herbiyono dan Nurhadi mengetahui adanya penetapan tersangka (dimulainya penyidikan,-red) terhadap diri mereka oleh KPK justru dari informasi yang diberikan oleh Handoko Sutjitro yang dipanggil sebagai Saksi berdasarkan Surat Panggilan No. 8469/DIK.01.00/ 23/12/2019 tertanggal 10 Desember 2019, Informasi dari Hiendra Soenjoto, dan Konferensi Pers yang dilakukan oleh KPK," kata Maqdir.
Atas dasar itu, dia menilai, KPK tidak pernah menerbitkan SPDP kepada Rezky Herbiyono dan Nurhadi. Kalaupun KPK mengeluarkan SPDP untuk Rezky Herbiyono dan Nurhadi, itu berarti proses pemberitahuannya telah dilakukan dengan melanggar hukum acara yang berlaku sebagaimana ditentukan dalam Pasal 227 KUHAP.
Dia mengungkapkan ada hubungan keperdataan antara Rezky Herbiyono dengan Hiendra Soenjoto yang tidak melibatkan Nurhadi.
Selain itu, dia menambahkan penerimaan uang oleh Rezky Herbiyono dari Hiendra Soenjoto dalam hubungan keperdataan tersebut tidak ada sama sekali yang mengalir/terkait dengan Nurhadi.
"Menurut hukum peristiwa keperdataan antara Rezky Herbiyono dengan Handoko Sutjitro, Renny Susetyo Wardani, dan Donny Gunawan adalah murni peristiwa keperdataan. Dan, hal itu sama sekali tidak melibatkan Nurhadi sama sekali. Serta, juga tidak ada penerimaan uang dari peristiwa-peristiwa keperdataan murni tersebut yang diterima atau mengalir ke Nurhadi," tambahnya.
Baca: Kapolda Metro Tinjau DPR: Tak Ada Kebakaran, Yang Ada Error System
Sebelumnya, Maqdir Ismail, kuasa hukum eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Rabu, ini kami mengajukan gugatan praperadilan klien kami terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Maqdir dalam keterangannya, Rabu, (5/2/2020).
Ini merupakan upaya pengajuan praperadilan yang kedua kali. Sebelumnya, upaya praperadilan sudah diajukan pada Januari 2020 lalu.
Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Akhmad Jaini memutuskan menyatakan proses penetapan tersangka, Nurhadi cs, yang dilakukan KPK sah secara hukum.
Maqdir menjelaskan, gugatan praperadilan ini berbeda dengan materi gugatan praperadilan sebelumnya. Materi gugatan kali ini, kata dia, berbeda dengan materi gugatan sebelumnya.
Pada gugatan yang baru, menurut Maqdir, secara spesifik ingin menguji SPDP penetapan Rezky sebagai tersangka yang tidak diberikan KPK secara langsung dan diterima langsung oleh Rezky.
"SPDP itu kan syaratnya harus sampai ke orang yang ditetapkan. Rezky baru mengetahui dari orang yang dipanggil sebagai saksi," tuturnya.
Mengingat adanya pengajuan upaya hukum praperadilan itu, Maqdir meminta pihak komisi anti rasuah itu menunda semua proses hukum terhadap Nurhadi cs. Pada Rabu ini, pihaknya telah menyurati Direktur Penyidikan KPK R.Z. Panca Putra.
"Hentikan dulu sementara waktu penyidikan kasus ini, pemanggilan saksi, pemanggilan tersangka, dan penjemputan paksa. Kami sampaikan surat ini agar bisa kita hargai bersama proses hukum yang ada di praperadilan," tambahnya.
Sebelumnya, KPK mengultimatum mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, kooperatif dalam penyidikan kasusnya.
Baca: Kata Menkes Terawan Soal WN Jepang Positif Corona Sepulang dari Indonesia
KPK meminta Nurhadi kooperatif untuk menyerahkan diri. Sebab Nurhadi selalu mangkir dalam 3 panggilan sebagai saksi dan 2 panggilan sebagai tersangka.
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan pihaknya akan melakukan tindakan tegas atas mangkirnya Nurhadi. Tindakan tegas ini, kata Ali, merujuk pada Pasal 112 KUHAP.
Untuk diketahui, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto melalui menantunya, Rezky Herbiyono. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.
Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan.
Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.