Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penghentian 36 Perkara Tuai Polemik, Ketua KPK Firli Bahuri: Terbuka Lebih Baik dari pada Sembunyi

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku hanya mencoba terbuka terkait soal penghentian penyelidikan 36 perkara dugaan korupsi.

Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Penghentian 36 Perkara Tuai Polemik, Ketua KPK Firli Bahuri: Terbuka Lebih Baik dari pada Sembunyi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK Firli Bahuri 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku hanya mencoba terbuka terkait soal penghentian penyelidikan 36 perkara dugaan korupsi.

Firli Bahuri menyampaikan keterbukaan KPK kepada masyarakat Indonesia merupakan sikap yang baik.

Pasalnya, sebelumnya KPK sudah sering melakukan penghentian perkara secara tertutup.

Menurutnya, sikap keterbukaan KPK yang mengutarakan penghentian penyelidikan 36 perkara jauh lebih baik dari pada menyembunyikanny dari publik.

Firli mengaku sadar akan akibat dari keterbukaan KPK tersebut yang pada akhirnya menimbulkan polemik.

"Jadi kita apa pun yang disampaikan, kita terima, kan lebih baik kita terbuka walaupun akhirnya kita dicurigai, walaupun akhirnya kita ditanyain. Tapi yang pasti, kami 5 pimpinan KPK dan seluruh orang KPK lebih baik terbuka dari pada sembunyi-sembunyi," kata Firli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2020), dilansir Kompas.com.

Lebih lanjut, Firli menyampaikan keterbukaan atas penghentian perkara merupakan sesuatu yang baru pertama kali dilakukan oleh KPK.

Berita Rekomendasi

Oleh karenanya, Firli mengungkap sikap KPK akan tetap menimbulkan resiko salah satunya menuai kritik dari para tokoh, lembaga, maupun masyarakat Indonesia.

"Maksud saya begini, memang mengawal sesuatu yang baru, dalam sistem keterbukaan, kalau Anda biasa tertutup, pasti Anda akan kaget dengan tertutup, ada yang disebut kurva J, seketika kita buka terbuka (kasus), maka pasti ada risiko," kata Firli.

Walau demikian, Firli menuturkan tidak akan membuka 36 perkara yang telah ia hentikan penyelidikannya tersebut.

Alasannya, hal tersebut merupakan privasi dokumen yang harus dijaga dan bersifat tertutup.

Namun,ia mengatakan bahwa 36 perkara yang sudah dihentikan tersebut tak memungkiri akan dibuka dan dilanjutkan penyelidikan kembali.


Hal itu akan dapat dilakukan jika ditemukan bukti yang kuat dan dapat memenuhi untuk dilanjutkan ke tingkat penyidikan.

"Kalau ada bukti baru, bisa dong," pungkas Firli.

Sebelumnya, penghentian penyelidikan 36 perkara kasus dugaan korupsi telah disampaikan oleh Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.

Ali Fikri menjelaskan penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk menemukan peristiwa pidana.

Apabila dalam tahap penyelidik tidak ditemukan bukti yang cukup maka perkara tidak dapat diangkat ke tahap penyidikan.

"Ketika tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah proses penyelidikan tersebut, maka untuk menjamin adanya kepastian hukum tentu kemudian dihentikan," kata Ali Fikri, dilansir KompasTV, Jumat (21/2/2020).

Diketahui, 36 perkara yang dihentikan tersebut terjadi pada tahun 2011, 2013, dan 2018.

Sedangkan jenis perkaranya antara lain dugaan korupsi dan suap di kementerian, DPR RI, DPRD, kepala daerah, BUMN, serta aparat penegak hukum.

Ia juga mengatakan sejak lima tahun terakhir, KPK telah menghentikan penyelidikan 162 perkara.

Oleh karenanya, ia menganggap penghentian penyelidikan tersebut merupakan hal yang wajar dilakukan KPK.

Di sisi lain, Ali Fikri membantah penghentian penyelidikan untuk kasus besar, seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Bank Century, Sumber Waras, dan divestasi saham PT Nemwont.

Walau demikian, ke-36 perkara yang dihentikan KPK tersebut tidak dapat diungkapkan ke publik.

Ali Fikri menegaskan hal itu terkait dalam peraturan yan tertera pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Pihaknya mengatakan penghentian 36 perkara tersebut akan dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan.

"Selama proses penyelidikan dilakukan tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," katanya.

Menurutnya, penanganan perkara yang telah masuk dalam penyidikan juga penuntutan akan lebih sulit untuk dihentikan.

Sementara, Ali Fikri juga menyampaikan apabila terdapat masyarakat yang ingin mengetahui kelanjutan kasus yang dilaporkan, maka yang berkaitan dapat menghubungi KPK.

"Pelapor itu boleh menanyakan langsung ke Pengaduan Masyarakat atau call center, sejauh mana pengaduannya itu ditindaklanjuti. Jadi pelapornya langsung yang menanyakan," kata Ali, dilansir dari Kompas.com.

(TRIBUNNEWS.COM/NIDAUL 'URWATUL WUTSQA)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas