PKS Ingatkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja Jangan Sampai Korbankan Pekerja
Ketua Bidang Pekerja Petani Nelayan DPP PKS Riyono menegaskan RUU Omnibus Law Cipta Kerja jangan sampai mengorbankan pekerja.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Pekerja Petani Nelayan DPP PKS Riyono menegaskan RUU Omnibus Law Cipta Kerja jangan sampai mengorbankan pekerja.
Terutama terkait perlindungan dan kesejahteraannya hanya demi menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui masuknya investasi.
"PKS mendesak pemerintah Jokowi agar mencari terobosan lain dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi guna menciptakan lapangan kerja yang tidak mengorbankan perlindungan dan kesejahteraan kaum buruh," tegas Riyono di sela-sela FGD RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPP PKS Jakarta Selatan, Senin (24/2/2020).
Riyono juga memahami sikap buruh yang melakukan penolakan terhadap Draft RUU Omnibus Law Cipta kerja dkarenakan isinya tidak memberikan rasa keadilan dari pemerintah yang hanya berpihak pada kepentingan pengusaha saja dan mengabaikan perlindungan kaum buruh.
Lebih lanjut Riyono mengatakan ketika dikurangi tingkat kesejahteraan buruh seperti upah akan berdampak pada penurunan kualitas upah dan penurunan daya beli masyarakat.
Hal itu mengakibatkan tidak terserapnya produk-produk industri dan jasa serta UKM dan berdampak pada stagnannya perekonomian nasional.
Justru dalam kondisi saat ini, kata dia, pemerintah perlu memberikan perlindungan kepada para pengusaha seperti kebijakan infrastruktur, logistik, perbankan dan subsidi bahan bakar.
Pemerintah juga perlu meningkatkan daya beli buruh dan konsumsi rumah tangga yang menjadi faktor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan daya beli buruh formal yang kini berkumlah 55 juta orang perlu dilakukan melalui peningkatan upah buruh yang akan berdampak pada peningkatan ekonomi nasional.
Pemerintah juga harus serius menghilangkan hambatan utama investasi yang ternyata bukan masalah perburuhan melainkan masalah korupsi, inefisiensi birokrasi, akses ke perbankan, infrastruktur, instabilitas pemerintahan, tarif pajak dan inflasi.
Riyono juga mengkhawatirkan didorongnya pasar kerja yang fleksibel namun minim perlindungan.
Pasal 89 pain 12 telah menghapus pasal 59 UU 13/2003, yang dengan sendirinya menghapus aturan pembatasan untuk pekerja kontrak.
Artinya, jika pada UU 13/2003 ada batasan untuk jenis pekerjaan yang boleh merekrut pekerja kontrak, maka berdasarkan RUU Ciptaker ini batasan tersebut hilang dan semua jenis pekerjaan bisa mempekerjakan pekerja kontrak.
Pasal 89 pain 13 huruf c pada RUU Ciptaker juga telah mengubah pasal 61 dari UU 13/2003 bahwa perjanjian kerja berakhir dengan berakhirnya suatu pekerjaan.
Tanpa penjelasan Iebih Ianjut, menurutnya hal ini akan mengakibatkan semakin sedikit pekerja tetap dalam sebuah perusahaan.
Pengusaha dapat setiap saat melakukan pengurangan pekerja dengan alasan penurunan order atau pekerjaannya sudah habis.
"Konsep fleksibilitas labor market masih memungkinkan dilaksanakan ketika ditopang oleh program jaminan sosial yang kuat serta subsidi yang kuat bagi buruh dan rakyat kecil seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis dan perumahan murah serta transportasi murah yang memadai sehingga bisa menekan biaya pengeluaran buruh dan masyarakat," ujarnya.
"Namun tanpa kesiapan untuk melaksanakan hal tersebut seperti kondisi sekarang ini, tentunya hal seperti ini harus ditinjau ulang," pungkasnya.