Surat Edaran MA Larang Ambil Foto dan Video Langgar UU Keterbukaan Informasi Publik
MA seharusnya tidak mengeluarkan surat edaran tersebut, karena jalannya persidangan di Pengadilan perlu disampaikan kepada masyarakat luas
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi I DPR menilai surat edaran Mahkamah Agung (MA) yang melarang kegiatan memfoto dan merekam video saat persidangan di Pengadilan, melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
"Ya melanggar Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. MK (Mahkamah Konstitusi) saja terbuka, masa MA tertutup," ujar Anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha saat dihubungi Tribun, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Menurutnya, MA seharusnya tidak mengeluarkan surat edaran tersebut, karena jalannya persidangan di Pengadilan perlu disampaikan kepada masyarakat luas, agar tidak terjadinya praktik yang melanggar hukum.
Baca: Larangan di Pengadilan, ICJR: Ini Bentuk Kesewenang-wenangan Mahkamah Agung
"Kami khawatirkan terjadi mafia peradilan," ucap politikus PPP itu.
Ia pun menilai, MA tidak dapat mempidanakan atau menuntut seseorang yang melanggar ketentuan dalam surat edaran tersebut, karena tidak mengikat secara hukum.
"Ya namanya surat edaran itu tidak mengikat secara hukum. Kan surat edaran saja, bukan peraturan MA," kata Syaifullah.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum menerbitkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.
Salah satu aturan terkait pengambilan foto, rekaman suara, dan rekaman TV.
Baca: Tertangkap Narkoba, Vitalia Sesha Ngaku Hanya Coba-coba
Berdasarkan surat edaran yang diterima, latar belakang lahirnya Surat Edaran itu dikarenakan
"Kurang tertibnya penegakan aturan dalam menghadiri persidangan di pengadilan-pengadilan negeri sebagaimana seharusnya yang telah ditentukan dalam berbagai ketentuan peraturan perundangan dan adanya tindakan di ruang sidang yang menggangu jalannya persidangan serta untuk menjaga marwah pengadilan sehingga dibutuhkan suatu aturan untuk mengantisipasi hal-hal tersebut".
Adapun maksud dan tujuan diterbitkannya Surat Edaran itu untuk
"Adanya persamaan pemahaman, khususnya bagi aparat pengadilan dan bagi para pencari keadilan pada umumnya dalam mengikuti proses persidangan di ruang sidang sehingga terlaksana persidangan yang efektif, aman, tertib, dan bermartabat di pengadilan-pengadilan negeri".
Surat Edaran itu memuat Tata Tertib Umum, Tata Tertib Persidangan, dan Kewajiban Pengadilan.
Pada poin 3 Tata Tertib Umum diatur soal pengambilan foto, rekaman suara, dan rekaman TV.
"Pengambilan foto, rekaman suara, rekaman TV harus seizin Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan,".
Jika melanggar aturan dalam konteks pelanggaran hukum pidana, maka pelaku dapat dituntut pidana. Hal ini tercantum di poin 9 Tata Tertib Persidangan.
"Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud pada angka 7 bersifat suatu tindakan pidana, akan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya,"