Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BMKG: Potensi Gempa Bumi dan Tsunami di Sukabumi Adalah Hasil Kajian, Bukan Prediksi

BMKG menyebut gempa dan tsunami yang bisa terjadi di Sukabumi, Jawa Barat bukanlah sebuah prediksi, melainkan hasil kajian.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Sri Juliati
zoom-in BMKG: Potensi Gempa Bumi dan Tsunami di Sukabumi Adalah Hasil Kajian, Bukan Prediksi
ibtimes.co.uk
ILUSTRASI tsunami. 

TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut gempa dan tsunami yang bisa terjadi di Sukabumi, Jawa Barat bukanlah sebuah prediksi.

Akan tetapi, hal tersebut merupakan hasil kajian.

Hal tersebut disampaikan Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG.

"Satu hal penting yang harus dipahami oleh masyarakat, besarnya magnitudo M=8,7 adalah potensi hasil kajian, bukan prediksi," ungkap Daryono kepada Tribunnews, Jumat (28/2/2020).

Pemutakhiran segmentasi Megathrust Peta Gempa Nasional 2017.
Pemutakhiran segmentasi Megathrust Peta Gempa Nasional 2017. (Kompas.com)

Baca: BMKG: Peringatan Dini Besok Minggu 1 Maret 2020, Waspada Cuaca Ekstrem di Sejumlah Wilayah

Daryono menjelaskan wilayah pesisir Sukabumi secara tektonik berhadapan dengan zona megathrust Samudera Hindia.

"Zona tersebut merupakan zona subduksi lempeng aktif dengan aktivitas kegempaan yang tinggi," ungkapnya.

Sejarah mencatat, pernah terjadi gempa kuat di wilayah selatan Jawa Barat dan Banten.

Berita Rekomendasi

"Seperti pada 22 Januari 1780 (magnitudo 8.5), 27 Februari 1903 (magnitudo 8.1), dan 17 Juli 2006 (magnitudo 7.8)," ungkapnya.

Tsunami Bisa Sampai 3 Meter

Ilustrasi Tsunami
Ilustrasi Tsunami (Pinterest)

Sementara itu, berdasar kajian BMKG tahun 2011 menunjukkan, zona megathrust selatan Sukabumi memiliki magnitudo gempa tertarget yaitu magnitudo 8,7.

"Kajian potensi bahaya sangat penting dilakukan untuk tujuan mitigasi dan pengurangan risiko bencana, bukan untuk menakut-nakuti masyarakat," ungkap Daryono.

Sehingga, pemerintah daerah diharapkan segera menyiapkan upaya mitigasi atau upaya mengurangi risiko bencana.

"Baik mitigasi struktural maupun non struktural," ungkapnya.

Dalam kajian yang didapatkan, dengan magnitudo 8,7 di zona megathrust, dampak gempa di Sukabumi dapat mencapai skala intensitas VIII-IX MMI dengan diskripsi dapat merusak bangunan.

Tabel skala intensitas gempa dan dampak yang dihasilkan.
Tabel skala intensitas gempa dan dampak yang dihasilkan. 

"Jika besaran magnitudo M=8,7 digunakan untuk masukan skenario model tsunami maka wilayah Pantai Sukabumi mengalami status ancaman 'AWAS' dengan tinggi tsunami di atas 3 meter," ungkapnya.

Baca: BMKG Memprediksi Curah Hujan Tinggi Masih Terjadi di Wilayah Ini, Waspada Banjir

Belum Ada Teknologi Memprediksi Gempa

Gempa tasikmalaya Jawa Barat 2017
Gempa tasikmalaya Jawa Barat 2017 (BMKG)

Meskipun kajian ilmiah mampu menentukan potensi magnitudo di zona megathrust, Daryono menegaskan, belum ada teknologi yang bisa membuat prediksi dengan tepat dan akurat tentang gempa.

"Untuk itu, di tengah ketidakpastian kapan akan terjadi gempa, maka yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkrit," ujarnya.

Hal ini untuk meminimalkan risiko kerugian sosial, ekonomi, dan korban jiwa seandainya gempa benar terjadi.

Daryono menyebut pemerintah perlu memperhatikan peta rawan bencana sebelum merencanakan penataan ruang dan wilayah.

"Termasuk dalam hal ini adalah penataan ruang pantai yang aman tsunami."

"Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak dalam mendukung dan memperkuat penerapan building code dalam membangun struktur bangunan tahan gempa," ujarnya.

Baca: Kunjungannya di Australia Berujung Sindiran, Ridwan Kamil Pulang, Langsung Tinjau Banjir Subang

Galakkan Sosialisasi

Daryono menyebutkan, adanya hasil kajian potensi bencana jangan sampai membuat masyarakat yang bermukim di dekat sumber gempa dan daerah rawan tsunami dicekam rasa takut dan khawatir.

"Warga masyarakat harus meningkatkan kemampuan dalam memahami cara penyelamatan saat terjadi gempa dan tsunami serta mengikuti arahan pemerintah dalam melakukan evakuasi," ujarnya.

Maka dari itu, Daryono menyebut kegiatan sosialisasi di daerah rawan harus digalakkan.

"Hal ini dapat membuat masyarakat lebih siap dalam menghadapi bencana. Kesiapan dalam menghadapi bencana terbukti dapat memperkecil jumlah korban," ucapnya.

Daryono pun meminta masyarakat tetap tenang dan tidak mudah terpancing isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

"Pastikan informasi gempa bumi berasal dari lembaga resmi pemerintah dalam hal ini BMKG," ungkapnya.

Baca: Ridwan Kamil & Cinta Laura Launching Kafe di Australia, Fadli Zon: Harusnya Pulang Urusi Banjir

Pendapat Peneliti ITB

Sebelumnya, masyarakat Sukabumi, Jawa Barat diimbau waspada terhadap potensi gempa berkekuatan Magnitudo 8,7.

Potensi gempa bumi dan tsunami dapat dipicu dari sesar naik sangat besar (megathrust) yang berpusat di sepanjang lautan lepas Samudera Hindia.

Hal tersebut disampaikan Peneliti Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB, Renza Furqon, Jumat (21/2/2020) dilansir Kompas.com.

"Untuk M 8,7 itu berdasarkan simulasi skenario terburuk yang kami ambil dari gempa terbesar yang pernah terjadi di Selatan Jawa,'' kata Renza.

Renza mengungkapkan saat menyampaikan materi 'Potensi Ancaman Megathrust Selatan Jawa Barat dan Tsunami Kabupaten Sukabumi' pada Sosialisasi Pengurangan Risiko Bencana untuk Pengelola Wisata.

Baca: ITB Gandeng SpeQtral dan Kennlines Capital Kembangkan Teknologi Jaringan Kuantum Anti-Sadap

Renza mengkhawatirkan dengan adanya potensi gempa M 8,7 yang dipicu megathrust di Samudera Hindia akan membangkitkan tsunami.

"Ketinggian tsunami bisa mencapai 10 hingga 15 meter, sedangkan rendamannya ke daratan bisa mencapai 2 kilometer,'' ujar dia.

Renza menyebut potensi megathrust di Selatan Pulau Jawa diprediksi para peneliti ada segmen-segmen yang disebut seismic gap.

Segmen tersebut disebut belum ada pelepasan energi, baik dalam bentuk gempa maupun lainnya.

"Sehingga kemungkinan untuk terjadinya potensi megathrust sangat tinggi di Selatan Jawa termasuk di Selat Sunda,'' ujar dia.

Menurut Renza, hal itu membuat masyarakat dan pemerintah menaruh kewaspadaan.

"Memang belum bisa diprediksi secara pasti tapi ada potensi,'' imbau Renza.

(Tribunnews.com/Wahyu GP) (Kompas.com/Budiyanto)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas