Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hidayat Nur Wahid: RUU Ketahanan Keluarga Sejalan dengan HAM dan UUD 1945

Ia memastikan, yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, sehingga perlu didukung bersama-sama.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Hidayat Nur Wahid: RUU Ketahanan Keluarga Sejalan dengan HAM dan UUD 1945
TRIBUN/DANY PERMANA
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid, mengatakan Rancangan Undang-Undangan (RUU) Ketahanan Keluarga sejalan,dalam rangka melaksanakan sejumlah ketentuan HAM .

Ia memastikan, yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, sehingga perlu didukung bersama-sama.

Hidayat merujuk kepada Pasal 28B UUD NRI 1945 yang berbunyi bahwa (1) setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah; dan (2) setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Baca: Nova Eliza Ungkap Alasan Dirinya Masih Betah Menjanda

“Bila dibaca isinya secara seksama, maka RUU Ketahanan Keluarga ini sejalan dengan ketentuan HAM dalam pasal tersebut. RUU ini ingin melindungi institusi keluarga, perkawinan sah, dan keselamatan anggota keluarga (suami, istri, anak-anak dan lainnya),” ujarnya dalam pernyataannya, Kamis (12/3/2020).

Hidayat menuturkan hingga saat ini belum ada UU yang mengatur secara spesifik mengenai keluarga padahal eksistensi lembaga keluarga sangat dipentingkan dlm sistem sosial dan budaya Indonesia.

Baca: Hidayat Nur Wahid: Teladani Keterpelajaran Bapak Bangsa

RUU Ketahanan Keluarga, tegasnya dibutuhkan untuk menghilangkan hambatan dan halangan terhadap eksistensi keluarga di Indonesia dengan berbagai permasalahannya. Seperti tak harmonisnya keluarga, banyaknya perceraian, anak yang terkena narkoba, dan tindakan kriminal yang dilakukan di dalam keluarga dan hal lain.

Hidayat mengkritik pihak-pihak yang terburu-buru menuduh RUU Ketahanan Keluarga melanggar hak asasi manusia. Justru RUU yang merujuk kepada Pancasila, karennya RUU ini diusulkan untuk melaksanakan ketentuan tentang HAM sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945 psl 28B.

Berita Rekomendasi

Ia juga menjelaskan, dalam diskursus tentang HAM, selain prinsip universalitas (dimana beberapa prinsip utama berlaku umum), tetapi ada juga aspek lokalitas yang perlu diperhatikan.

Baca: Keluarga Bocah Korban Pembunuhan Gadis ABG Ditemui Mensos: Jalani Terapi Trauma Healing

Aspek lokalitas ini merujuk kepada nilai-nilai yang hidup di suatu masyarakat, sehingga “penjajahan” suatu nilai tertentu ke suatu masyarakat atau yang disebut sebagai human rights imperialism tidak terjadi.

“Beberapa larangan dalam RUU itu, seperti larangan menjual sperma atau menyewakan rahim dibuat karena melihat aspek lokalitas, yakni norma-norma agama yang berlaku di masyarakat sebagai hukum yang hidup (the living law) di masyarakat," katanya.

"Karena yang diakui oleh masyarakat dan negara adalah perkawinan yang sah, bukan melalui jual beli sperma atau penyewaan rahim” jelasnya.

Baca: Bawaslu Beri Atensi Khusus di Daerah Keluarga Presiden Maju Pilkada

Menurutnya, ada kesalahpahaman terkait dengan RUU ini, seolah-olah misoginis dan mendomestikasi peran perempuan. "Itu tidak benar. RUU ini hadirkan pengaturan yang lebih eksplisit bukan hanya Istri yang berperan dalam rumah tangga, tapi suami juga," katanya.

"Dinyatakan dlm psl 24 RUU KK bahwa suami dan istri mempunyai hak yang seimbang dalam mengatur kehidupan keluarga. Dan pasal 28 ; suami dan istri yang mempunyai anak, secara bersama-sama bertanggung jawab dlm mendidik anak dan menjadi tauladan bagi anak-anak," ujarnya lagi.

Baca: Hidayat Nur Wahid Ingatkan Pemerintah Ajak Bicara Warga Saat Evakuasi 188 WNI Kru Kapal World Dream

Aturannya justru memberikan hak dan mewajiban yang seimbang,setara antara Suami dalam mengurus dan bertanggung jawab thd Keluarga. Dan sebenarnya induk dari norma terkait dengan tugas atau kewajiban suami dan istri tersebut merupakan norma yang prinsipnya sudah berlaku sejak 1974.

"Yakni sejak diberlakukannya UU No. 1 Tahun 1974, hingga sekarang. “Dan selama ini tidak ada masalah terkait itu,” ujarnya.

Baca: PSIS Semarang Vs Arema FC: Intip Kelemahan Singo Edan Lewat Video, Mahesa Jenar Siapkan 20 Pemain

Tuduhan adanya upaya domestikasi perempuan bahwa perempuan harus selalu di rumah juga tidak tepat. Ia menuturkan justru RUU Ketahanan Keluarga ini mengatur tentang adanya jaminan yang lebih kepada istri atau perempuan yang bekerja atau berkarier di kantor, yakni dengan meningkatkan hak terkait cuti hamil, cuti menyusui dan sebagainya.

“RUU ini justru untuk menghormati,melindungi dan memenuhi hak2 perempuan/Istri/Ibu yang bekerja. Itu jelas diatur dlm psl 29 ayat 1 RUU KK," ujarnya.

Baca: Substitusi Bahan Baku Impor, Pemerintah Dorong Penggunaan Bahan Alami untuk Obat

Tuduhan RUU ini negara terlalu mencampuri ranah private, Hidayat menegaskan terbukti tidak benar. RUU itu justru mewajibkan negara melaksanakan kewajibannya terhadap rakyat Indonesia dengan melaksanakan UUD 1945.

Baca: Oknum Kepala Sekolah Pura-pura Ajak Selfie Siswi SMA Lalu Merangkul dari Belakang

“Sebaiknya mereka yang menolak, membaca RUU Ketahanan Keluarga ini dahulu secara utuh, agar tercipta diskursus yang konstruktif untuk suksesnya keluarga Indonesia. Karena RUU ini masih dalam tahap pembahasan, maka kritik,masukan, perbaikan untuk penyempurnaa RUU ini, sangat diharapkan dan diperhatikan,” kata Hidayat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas