Jaksa Agung Diingatkan Agar Tidak Gegabah Usut Skandal Jiwasraya
Yanuar menyarankan agar Jaksa Agung agar tidak gegabah meningkatkan status sebuah kasus dugaan korupsi.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Yanuar Wijanarko meminta Jaksa Agung Burhanuddin agar berhati-hati mengeluarkan pernyataan dalam menyikapi setiap kasus yang sedang diusut jajarannya, khususnya kasus terkait hajat hidup orang banyak seperti kasus Jiwasraya.
Himbauan ini disampaikan menyusul beredarnya rekaman video di media sosial Whatsapp berisi pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin tentang proses penanganan kasus dugaan gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.
Burhanuddin meminta anak buahnya untuk memilih tingkatan kasus dari penyelidikan atau langsung penyidikan.
Jajarannya kemudian meminta waktu untuk menaikkan status kasus menjadi penyidikan, yakni sekitar 2-3 hari.
"Jika salah memberikan pernyataan, maka Jaksa Agung bisa merugikan hak konstitusional para tersangka. Bagaimana bisa sebuah kasus yang diduga berpotensi merugikan negara puluhan triliun, ditingkatkan status ke penyidikan setelah 2-3 hari penyelidikan. Sangat terburu-buru sepertinya," kata Yanuar dalam pernyatannya di Jakarta, Jumat 20 Maret 2020.
Baca: Suami Positif Psikotoprika, Vanessa Angel yang Mungkin Jadi Tersangka
Yanuar lalu merujuk pada PERJA-039/A/JA/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, penyelidikan diberi batas waktu sampai 14 hari.
Baca: Bahan Alami Curcumin Berkhasiat Tingkatkan Imunitas Tubuh, Tapi Bukan Obat untuk Covid-19
"Aturan itu memberikan kesempatan para jaksa penyelidik untuk secara teliti mengumpulkan barang bukti minimal 2 alat bukti lho. Pertanyaannya, jika 2-3 hari proses penyelidikan, sebenarnya apa yang dikejar Kejaksaan," ujarnya.
Yanuar menyarankan agar Jaksa Agung agar tidak gegabah meningkatkan status sebuah kasus dugaan korupsi.
Dia berpendapat, jika salah ambil keputusan maka memunculkan kerugian konstitusional seperti tersangka telah kehilangan hak untuk bekerja serta melakukan berbagai kegiatan dan berkomunikasi secara layak dan manusiawi, karena status tersangka/terdakwa tindak pidana korupsi yang disandang oleh Pemohon pada saat penahanan hingga saat ini.
Yanuar menyatakan, proses penyidikan bukan merupakan proses pidana yang mengharuskan lahirnya tersangka pada proses akhir.
"Sita aset boleh, tapi jangan lupa bahwa ada banyak faktor yang harus diperhatikan kejaksaan, seperti proses bisnis berjalan diatas aset yang disita dan rezim pemulihan aset yang tak diterapkan secara utuh oleh penyidik," ujarnya.
“Sebab pada hakikatnya hukum acara pidana adalah aturan hukum untuk melindungi warga negara dari perlakuan sewenang-wenang oleh aparatur penegak hukum. karena diduga melakukan perbuatan pidana,” kata Yanuar.
Kerugian Rp 16,81 triliun
Sebelumnya, dalam konferensi pers bersama Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) Agung Firman di Sasana Pradana Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (9/2/2020) terkait penghitungan nilai kerugian negara di perkara Jiwasraya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, kerugian negara akibat dugaan perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya mencapai Rp 16,81 triliun.