KPK Buka Kemungkinan Jerat Nurhadi dengan Pasal TPPU
Saat ini tim penyidik KPK masih mengumpulkan bukti permulaan yang cukup untuk menjerat Nurhadi dengan pasal TPPU.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, tak menutup kemungkinan untuk menjerat eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pelaksan Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, saat ini tim penyidik masih mengumpulkan bukti permulaan yang cukup untuk menjerat tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA tahun 2011-2016 itu dengan pasal money laundering.
"Tidak menutup kemungkinan dapat pula dikembangkan ke pasal TPPU jika ditemukan bukti permulaan yang cukup baik saat penyidikan maupun fakta-fakta dipersidangan nantinya," ungkap Ali kepada wartawan, Jumat (27/3/2020).
Baca: MAKI Temukan Pembayaran Tiga Unit Apartemen Atas Nama Istri Nurhadi
Untuk saat ini, kata Ali, penyidik masih berfokus terhadap kasus suap dan gratifikasi Nurhadi yang mencapai angka Rp46 miliar.
"Saat ini kami fokus lebih dahulu melengkapi berkas perkara untuk pembuktian pasal-pasal yang dipersangkakan saat ini," kata Ali.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berharap KPK menjerat Nurhadi dengan pasal TPPU. MAKI meminta itu setelah menyerahkan bukti dugaan kepemilikan aset berupa apartemen di District 8, di Jakarta Selatan yang diduga milik Nurhadi.
Baca: KPK Dalami Pertemuan antara Hartanto dan Nurhadi serta Materi Praperadilan
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut 3 kwitansi pembayaran cicilan unit apartemen District 8 di Jalan Senopati 8 Jakarta Selatan itu berataskan nama Tin Zuraida, istri Nurhadi. Dengan nominal tertera dalam masing-masing kwitansi tersebut: Rp250.000.000, Rp112.500.000, dan Rp114.584.000.
Dalam kasus ini, KPK menyangka eks Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
Hingga sekarang, KPK belum bisa menangkap Nurhadi, Rezky, maupun Hiendra. Ketiganya dinyatakan masuk sebagai daftar pencarian orang (DPO) per 13 Februari 2020.