Tak Ada Larangan Mudik Lebaran saat Pandemi Corona, Ini Kata Fadjroel Rahman hingga Luhut Binsar
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan tidak ada larangan resmi bagi masyarakat untuk mudik saat Hari Raya Idul Fitri 2020.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Meski pandemi Corona belum berakhir di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan tidak ada larangan resmi bagi masyarakat untuk mudik saat Hari Raya Idul Fitri 2020.
Terkait dengan hal itu, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman memberikan penjelasannya.
Meski tak dilarang untuk mudik, namun pemudik langsung berstatus orang dalam pemantauan (ODP).
Hal itu itu sesuai dengan protokol kesehatan yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kemudian dalam menjalankan protokol itu, para pemudik diawasi pemerintah daerah.
"Pemudik wajib isolasi mandiri selama 14 hari," kata Fadjroel seperti dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Fadjroel mengatakan, kebijakan pemerintah tersebut selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona.
Ia menegaskan, pemerintah pusat akan menggencarkan kampanye secara besar-besaran untuk tidak mudik.
Hal itu dilakukan agar bisa menahan laju penyebaran virus corona.
"Kampanye ini melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan figur publik," ungkapnya.
Fadjroel mengatakan, bahwa Presiden Jokowi telah mengingatkan bahwa tugas Kabinet Indonesia Maju dan pemerintah daerah adalah mencegah penyebaran Covid-19 secara rasional dan terukur.
"Prinsip pemerintah, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," ujarnya.
Baca: Kondisi Kesehatan Menhub Budi Karya Dikabarkan Berangsur Membaik
Baca: Menkes Terawan Agus Putranto Muncul Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI
Pernyataan Fadjroel Diralat
Sementara, Menteri Sekretaris Negara Pratikno justru merevisi pernyataan dari Fadjroel Rachman yang menyebut bahwa Jokowi membolehkan masyarakat untuk mudik lebaran.
Revisi tersebut disampaikan Pratikno melalui sebuah grup WhatsApp yang beranggotakan wartawan.
Tak hanya wartawan, grup tersebut juga beranggotakan sejumlah menteri kabinet kerja dan pejabat Istana, termasuk Fadjroel.
Pratikno menilai pernyataan yang dilontarkan Fadjroel itu tidak tepat.
"Yang benar, pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik," kata Pratikno, seperti dikutip dari Kompas.com.
Pratikno juga mengatakan, bahwa pemerintah menyiapkan bantuan sosial yang diperbanyak penerima manfaatnya dan diperbesar nilainya kepada masyarakat lapisan bawah.
Hal itu sebagai kompensasi bagi warga yang terdampak Covid-19 dan tidak bisa mudik ke kampung halaman mereka.
"Hal ini sejalan dengan keputusan Presiden tentang pembatasan sosial berskala besar."
"Jaga jarak aman, dan ikuti protokol pencegahan penyebaran Covid-19," terangnya.
Tidak lama setelah pesan dari Pratikno itu, Fadjroel langsung memperbarui siaran persnya.
Siaran pers Fadjroel yang semuka berjudul 'Mudik Boleh, Tapi Berstatus Orang Dalam Pemantauan' diperbarui dan judulnya diganti dengan 'Pemerintah Himbau Tidak Mudik Lebaran, Bansos Dipersiapkan Hadapi Covid-19'.
Kata Luhut soal Tak Adanya Larangan Mudik
Terpisah, Pelaksana Tugas Menteri Perhubungan Luhut Binsar Pandjaitan juga menyampaikan hal senada dengan Fadjroel.
Menurutnya, tidak adanya larangan resmi terkait mudik lebaran itu diputuskan dalam rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi, Kamis (2/4/2020).
"Diputuskan tidak ada pelarangan mudik resmi dari pemerintah," ujar Luhut dikutip dari Kompas.com.
Luhut berujar, ada kemungkinan larangan yang diterbitkan pemerintah juga tidak akan diindahkan oleh masyarakat.
"Orang kalau dilarang, (tetap) mau mudik saja gitu, jadi kita nggak mau (larang)," ungkapnya.
Pemerintah juga memastikan agar penggunaan angkutan umum sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19.
Khususnya terkait dengan jaga jarak atau physical distancing.
Baca: Pratikno: Pemerintah Mengajak dan Berupaya Keras Mengimbau Masyarakat Tidak Mudik
Baca: Masyarakat Respon Positif Langkah KLHK Sosialisasi Cuci Tangan dan Penyemprotan Disinfektan
"Ini akan berdampak pada harga-harga angkutan kalau memang ada juga yang mudik."
"Karena satu bus yang berpenumpang 40 mungkin hanya tinggal diisi 20 orang, sehingga tentu harganya bisa melonjak," terang Luhut.
"Tapi, ini kita untuk menjaga penyebaran dari Covid-19 tanpa membunuh sama sekali kegiatan-kegiatan ekonomi kita," jelas Luhut.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri) (Kompas.com/Ihsanuddin)