Achmad Yurianto Sebut 3 Prioritas Utama yang Dapat Jalani Rapid Test
Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menjelaskan siapa saja yang menajadi prioritas utama untuk menjalani rapid test.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan virus corona (Covid-19), Achmad Yurianto menjelaskan siapa saja yang menajadi prioritas utama untuk menjalani rapid test.
Yuri menyebut ada tiga prioritas yang dikedepankan oleh pemerintah dalam rangka menemukan kasus positif di Indonesia.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam program Sapa Indonesia Pagi, yang Tribunnews kutip dari siaran langsung Kompas Tv, Jumat (3/4/2020).
Sebelumnya Yuri menyebut rapid test ini sebagai upaya tindak lanjut dari kontak tracing yang dilakukan pemerintah.
Sehingga ini akan berbeda dengan rapid test yang dilakukan oleh Korea.
![Achmad Yurianto di program Sapa Indonesia Pagi](https://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/achmad-yurianto-di-program-sapa-indonesia-pagi.jpg)
"Rapid test ini adalah penjaringan atau screening, jadi jangan disamakan dengan yang dilakukan Korea," ujarnya.
"Karena ini adalah tindaklanjut untuk menggiring agar ditemukan kasus positif," imbuhnya.
"Maknanya juga tidak sama dengan perangkat yang dilakukan dengan korea," jelasnya.
Lebih lanjut Yuri menuturkan terdapat tiga prioritas utama yang dikedepankan pemerintah untuk menjalani rapid test tersebut.
Prioritas pertama kata Yuri adalah berdasarkan tracing atau yang memiliki kontak dengan pasien positif Covid-19.
Baca: Bisakah Indonesia Mengantisipasi Puncak Penyebaran Corona?
Baca: Maruf Amin Ingatkan Anies Agar Selalu Jaga Kesehatan dalam Menangani Covid-19 di Jakarta
"Yang saya katakan itu baru prioritas nomor satu, untuk yang kedua adalah petugas kesehatan yang setiap hari kontak dengan kasus," kata Yuri.
"Ini menjadi prioritas kedua untuk menjalani pemeriksaan," imbuhnya.
Sementara prioritas yang ketiga Yuri menyebut berorientasi pada daerah.
"Misalnya di suatu puskesmas memiliki kasus konfirmasi positif yang cukup banyak," jelasnya.
"Maka kita siapkan disana untuk melakukan penjaringan semua kunjungan puskesmas dari penduduk disekitar situ dengan keluhan yang dicurigai mengarah ke Covid-19," sambungnya.
"Jadi ada tiga prioritas ini yang kita kedepankan, karena jumlah alat rapid test ini juga tidak sebanyak jumlah penduduk di Indonesia," tegas Yuri.
Pakar Epidemologi Nilai Pemerintah Perlu Lakukan Rapid Test Lebih Massal
Dalam penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mencegah meluasnya penyebaran Covid-19), Pakar Epidemologi FKM UI, Pandu Riono menilai perlu mengidentifikasi penduduk dengan melakukan rapid test yang lebih massal.
"Yang sekarang sudah dilakukan pemerintah kurang massal dan tidak menggunakan cara-cara yang kita harapkan bisa mengidentifikasi secara dini," kata Pandu yang dikutip dari Tribunnews.com.
"Jadi kita perlu, karena semuanya hanya 10 persen, kalau kita mau menemukan 100, kita harus periksa 1.000," tambahnya.
Oleh karena itu, Pandu menilai pemerintah juga perlu menjalankan rapid test ini secara sistematik dengan berfokus pada penduduk yang berisiko.
![Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengaku salut kepada pemerintah setelah ditetapkannya status kedaruratan kesehatan masyarakat.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pakar-epidemiologi-ui-pandu-riono-salut-pada-pemerintah-corona.jpg)
Dengan demikian, diharapkan klaster-klaster penularan terbaru dapat teridentifikasi dan angka penularan Covid-19 dapat lebih ditekan.
"Kita perlu lagi fokus pada penduduk-penduduk yang beresiko dan tes ini kita lakukan secara sistematik," kata Pandu.
"Kita harus mengidentifikasikan klaster-klaster baru sehingga kita bisa stop di pencegahan, stop orang-orang yang tertular baru," tambahnya.
Hal ini karena, menurut Pandu, tugas yang harus dilakukan saat ini adalah menurunkan jumlah penularan yang terjadi.
Dengan begitu, diharapkan grafik penularan Covid-19 di Indonesia dapat menurun pada bulan yang akan mendatang.
Baca: Kabar Gembira, Pasien Kritis Covid-19 Dapat Pulang setelah Diberikan Plasma Darah dari Pasien Sembuh
"Karena tugas kita yang sekarang adalah merendahkan puncak (penularan), jadi flatten the curve, dan menunda supaya puncak yang tadi sudah rendah ini tidak terjadi dua bulan lagi tapi kita bisa tunda pada bulan yang akan datang," tutur Pandu.
"Sehingga, kapasitas layanan kesehatan bisa mampu merawat dan bisa menekan kematian yang ada," sambungnya.
Update Covid-19 di Indonesia per Kamis (2/3/2020)
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona (Covid-19), Achmad Yurianto, kembali merilis data terbaru terkait kasus Covid-19 di Indonesia, Kamis (2/4/2020).
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung BNPB, Yuri mengungkapkan terjadi penambahan jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia.
Yurianto menyebut pihaknya menemukan kasus baru pasien positif sebanyak 113 orang, dari yang dilaporkan sebelumnya, Rabu (1/4/2020).
Dengan demikian, data hingga Kamis pukul 12:00 WIB, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1.790 orang.
"Ada penambahan kasus terkonfirmasi positif sebanyak 113 ," ujarnya yang dikutip dari YouTube BNPB Indonesia.
Baca: UPDATE Covid-19 3 April 2020: Jumlah Kasus di Dunia Tembus 1 Juta, Indonesia Tambah 13 Kematian
"Ini menggambarkan bahwa masih ada penularan di tengah masyarakat kita," imbuhnya.
"Sehingga jumlah total menjadi 1.790 kasus positif akumulatif," ungkapnya.
Kemduian Yurianto menyebut ada penambahan pasien yang sembuh sebanyak 9 orang.
Sehingga secara kumulatif jumlah pasien sembuh menjadi 112 orang.
Dalam konferensi persnya ini, Yuri juga mengungkapkan terkait pasien Covid-19 yang meninggal dunia.
"Sementara angka kematian dari kasus terkonfirmasi positif bertambah 13 orang, sehingga jumlah total menjadi 170 orang," sambungnya.
Adapun Update kasus Covid-19 di Indonesia per 2 April 2020 pukul 12.00 WIB yakni kasus kumulatif positif 1.790, pasien sembuh 112 orang serta kumulatif kematian sebanyak 170 orang. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya/Widyadewi Metta Adya)