Kirim Surat Pakai Kop Setneg, Andi Taufan Dianggap Lakukan Pelanggaran Berat
Tindakan Andi Taufan mengarah pada konflik kepentingan. Sebagai pejabat publik, ia tak berpegang pada prinsip etika
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Langkah Staf Khusus Presiden Joko Widodo Andi Taufan Garuda Putra mengrimkan surat berkop setneg dinilai bermasalah.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai menjelaskan, kesalahan itu terkait surat stafsus milenial berkop Sekretariat Kabinet itu berisi permohonan agar para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) untuk melawan wabah Covid-19 yang dilakukan oleh perusahaan pribadi Andi, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
"Tindakan Andi Taufan mengarah pada konflik kepentingan. Sebagai pejabat publik, ia tak berpegang pada prinsip etika publik," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah lewat keterangan tertulis, Selasa (14/4/2020).
Wana menjabarkan, nilai-nilai luhur tersebut di antaranya kejujuran, integritas, dan menghindari munculnya konflik kepentingan dalam memberikan pelayanan publik dan menghasilkan kebijakan publik.
Baca: Gelandang Persib Bandung, Omid Nazari Pilih Nonton Film Saat Karantina Mandiri
Baca: Naufal Samudra Pakai Narkoba Dalam Liquid Vape, Polisi Ambil Darah untuk Buktikan Kadar Narkotika
Baca: Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini Rabu 15 April 2020: Leo Penuh Emosi, Gemini Jangan Lukai Perasaan Doi
Baca: Viral Video Bocah Pamer Skill Menakjubkan, Begini Komentar Lionel Messi dan Barcelona
Konflik kepentingan, menurut dia, merupakan salah satu pintu masuk korupsi. Oleh sebab itu pejabat publik harus dapat membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan publik.
"Konflik kepentingan mesti dipahami secara luas, yakni tidak mendapat keuntungan material semata, akan tetapi segala hal yang mengarah pada kepentingan diri, keluarga, perusahaan pribadi, partai politik, dan lain-lain," ujar Wana.
Maka dari itu, ICW mendesak Presiden Jokowi agar segera memecat Andi Taufan. Selain itu, Jokowi juga didesak segera mengevaluasi kinerja serta posisi staf khusus, dan mengambil langkah pemecatan bagi staf yang mempunyai posisi/jabatan di tempat lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
"Presiden harus segera memecat Staf Khusus yang telah melakukan penyimpangan atau menggunakan jabatannya sebagai staf khusus untuk kepentingan pribadi dan kelompok yang bersangkutan," tegas Wana.
Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, juga menyarankan Presiden Joko Widodo mengevaluasi jajaran Staf Khusus Presiden.
“Hal ini wajib menjadi perhatian presiden untuk evaluasi tugas, fungsi, kewenangan, kompetensi, dari stafsus yang selama ini dibangga-banggakan presiden sebagai milenial,” kata dia, Selasa (14/4).
Dia mempertanyakan kewenangan Taufan mengirim surat keluar menggunakan kop Setneg.
Menurut dia, penerbitan surat itu merupakan pelanggaran berat karena tak diketahui apakah sudah seizin Menteri Sekretaris Negara Pratikno maupun Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Dia menilai Taufan telah melakukan malaadministrasi meski belakangan menyampaikan permohonan maaf dan mencabut surat tersebut.
"Saya menilai ini merupakan tindakan yang terindikasi malaadministrasi," ujarnya.
Sebagai Staf Khusus Presiden, kata dia, Taufan bukan termasuk pejabat yang berwenang menggunakan kop surat tersebut. Dia menegaskan, tugas stafsus semestinya mencari informasi untuk disampaikan kepada presiden.
"Tetapi tidak kemudian menyurati, memberitahukan ke camat maupun instansi lain tentang perusahaan untuk mendata dan lain-lain," kata dia.
"Apakah presiden benar memerlukan stafsus seperti ini? Harusnya diatur lebih ketat lagi agar mereka paham tugas, kewajiban, kewenangan. Ini sudah merupakan hal yang sangat urgent bagi presiden meninjau kembali keberadaan stafsus dan batasan mereka," tambahnya. (ilham/glery/tribunnetwork/cep)