Letjend Doni Monardo: Musuhnya Tidak Kelihatan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo tak pernah pulang ke rumah sejak 14 Maret 2020.
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan wartawan tribun, Lucius Genik
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjend Doni Monardo tak pernah pulang ke rumah sejak 14 Maret 2020.
Atau tepatnya satu hari setelah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dibentuk lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 2020 yang diteken Presiden Jokowi pada Jumat (13/3) bulan lalu.
Baca: UPDATE Kasus Corona di Jawa Barat, Kamis 16 April 2020: Pasien Sembuh Bertambah, Total 28 Orang
Lewat Keppres tersebut, Jokowi sekaligus menunjuk Doni Monardo menjadi kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Doni bercerita, hingga saat ini, atau 1,5 bulan virus Corona di Indonesia, dirinya tak pernah pulang ke rumah. Bersama sejumlah staffnya, Doni kini menjadikan kantornya sebagai rumah tinggal.
Keputusan tersebut diambil Doni agar tetap fokus mengentaskan apa yang menjadi amanat baginya sebagai kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Doni Monardo mengaku sudah terbiasa tidak pulang ke rumah.
Keluarganya pun tidak khawatir. Doni Monardo adalah seorang Kopasus yang pernah bertugas di Timor Timor, Aceh dan Somalia selama berbulan-bulan.
Baca: Termasuk Petinju Filipina, Inilah Daftar Petinju yang Memiliki Pukulan Kilat
Menjadi kepala Gugus Tugas Covid-19, Doni Monardo baru bisa beristirahat sekira pada pukul 00:00 WIB tengah malam. Ia pun sedianya tetap harus kembali beraktifitas di pagi hari.
Di tengah kesibukannya, Doni Monardo biasanya memanfaatkan waktu makan siang atau makan malam untuk menghubungi cucunya melalui saluran video call di aplikasi WhatsApp.
"Kadang-kadang ketika sedang makan siang saya menghubungi keluarga. Vidcall dengan cucu, dengan keluarga. Lewat WA saja," ungkap Doni kepada Tribun, Rabu (15/4/2020).
Berikut petikan wawancara lengkap Tribun dengan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo.
Selama memimpin Gugus Tugas Covid-19 apa pernah pulang ke rumah?
Sejak tanggal 14 Maret 2020 tidak pernah pulang ke rumah, di kantor terus. Tidur di kantor, ditemani beberapa staff. Awal-awal biasa diisi dengan rapat koordinasi.
Kami di sini sudah jadikan kantor ini sebagai rumah, apartemen. Kadang-kadang ketika sedang makan siang saya menghubungi keluarga. Vidcall dengan cucu, dengan keluarga. Lewat WA saja.
Apa sebenarnya alasan tidak pulang ke rumah?
Supaya lebih fokus untuk menyelesaikan tugas. Saya biasa tidur pukul 00:00 WIB, biasa mulai beraktifitas pagi hari. Kalau ada rapat terbatas (Ratas) ya pukul 09:00 WIB. Setelah Ratas juga jumpa pers, terima tamu.
Rata-rata sehari itu bisa terima tujuh sampai delapan tamu. Kemudian mengkoordinir urusan-urusan terkait Covid-19 ini. Menerima laporan, kemudian memberikan instruksi.
Baca: Didukung Kemenkop UKM, Pelaku Usaha Terdampak Covid-19 akan Produksi Masker dan APD
Bisa diceritakan sedikit apa pesan keluarga ke bapak?
Saya itu kan tentara. Sudah terbiasa menjalani penugasan yang mengharuskan saya di luar rumah tiga bulan atau empat bulan. Jadi seperti ini bukan hal baru lagi untuk keluarga saya.
Berarti keluarga sama sekali tidak khawatir?
Ya saya kan Kopasus. Biasa tugas di Timor Timor, biasa tugas di Aceh, biasa tugas di Somalia. Jadi sangat biasa kalau saya meninggalkan rumah tiga bulan atau empat bulan. Bukan hal yang baru.
Tips supaya tetap bugar dan tetap fit dalam mengemban tugas sebagai kepala Satgas?
Rajin olahraga, selalu berpikir positif, virus ini kan kalau kita negatif thinking, marah-marah, ini kan imun tubuh kita bisa turun. Kami ini sudah terlibat dalam tugas ini sejak mengevakuasi warga negara Indonesia dari Wuhan akhir Januari lalu.
Baca: Industri Hilir Migas Juga Perlu Insentif Agar Tak Limbung
Tapi kan waktu itu belum terlalu sibuk. Saya mulai sibuk ketika Satgas dibentuk, ditandatangani presiden 13 Maret 2020.
Apakah ada kisah atau story' menarik yang bisa Anda ceritakan?
Saya bersyukur karena mendapat banyak dukungan dari semua pihak. Karena konsep saya yakni kolaborasi penta heliks berbasis komunitas. Jadi semua orang terlibat dalam Satgas ini. Jadi di sini ada IDI, ada sosiolog, ada ahli segala macam ahli.
Ada Pak Imam Prasojo membantu, ada Effendi Gazali, ada pimpinan redaktur kantor-kantor media, yang ikut membantu. Dan ini sifatnya relawan.
Apa kendala utama yang didapat dalam upaya menghentikan penyebaran virus Corona?
Kendala utama itu di awal-awal ya, bukan sekarang, itu adalah menyatukan persepsi. Menyatukan bahwa kita harus bersatu. Kalau perang sama musuh, kan jelas kelihatan musuh-musuhnya. Masalahnya saat ini kan musuhnya tidak kelihatan.
Itu kendala utama. Pertama ada perbedaan kendala di antara para ahli juga banyak. Saya berusaha menyatukan persepsi sehingga keluarlah satu narasi bahwa kita harus bersatu, gotong royong, Pancasila, untuk melawan Covid-19 ini.
Orang yang sedang berada tidak bisa egois. Orang yang lagi susah harus dibantu. Salah satu konsep saya itu misalnya, kita boleh pakai masker, tapi kita harus punya lima masker lagi di kantong kita yang steril.
Kalau bertemu orang, kita berdosa kalau tidak membantu orang yang pakai masker. Kira-kira seperti itu filosofinya.
Baca: 3.000 WNI Terdampak Lockdown di Mindanao Filipina Selatan Terima Bantuan Dari KJRI
Ibarat saya ini kalau di rumah saya kekenyangan, kalau tetangga saya di kanan kiri kelaparan, itu tidak bagus. Kita harus ikut membantu mereka supaya mereka juga kenyang.
Apa para ahli maupun tenaga medis sudah satu persepsi soal Corona saat ini?
Perlahan. Awalnya alot, tapi perlahan sudah mulai menuju pada titik yang sama. Tentu saja, karena kita beragam, tentu persoalan di DKI berbeda dengan persoalan di Bali, di Bali berbeda dengan di Sulawesi.
Nah di situ kapasitas seorang pemimpin daerah sangat diperlukan. Dan terutama menguatkan, kita ini punya kekuatan besar yang bernama RT/RW. Kekuatan itu yang harus dimaksimalkan untuk pencegahan.
Baca: Berkah di Tengah Pandemi Corona, Penjualan Online Jamu Vio Link Naik Signifikan
Soal kasus penolakan jenazah corona, apa benar karena belum ada keterangan mengenai potensi penularan Covid-19 dari jenazah Corona?
Kalau soal ini harus tanyakan ke para ahli. Bukan kapasitas saya untuk menjawab teknis pertanyaan itu.
Tapi hampir semua ulama, semua tokoh-tokoh agama, semuanya sudah membuat pernyataan di situ. Ada pernyataan muhamadiyah, MUI, NU, bahwa tidak boleh menolak jenazah Covid-19 itu.