Arab Saudi Hapus Hukuman Cambuk, Indonesia Harus Reformasi Penerapan Hukum Pidana
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong pemerintah Republik Indonesia mereformasi kebijakan penerapan hukum pidana terutama pidana mati
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong pemerintah Republik Indonesia mereformasi kebijakan penerapan hukum pidana terutama pidana mati.
Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus AT Napitupulu, mengatakan Indonesia saat ini harus lebih menunjukkan komitmen dalam menaati norma HAM internasional khususnya pada penghapusan hukuman mati dan hukuman badan.
Dia mencontohkan kebijakan pemerintah Arab Saudi menghapus hukuman cambuk hingga hukuman mati dalam rangka mempromosikan hak asasi manusia sebagai bagian upaya reformasi hukum.
Baca: Cegah Penyebaran Covid-19, Arab Saudi Survei Persiapan Kesehatan Negara Pengirim Jamaah Haji 2020
"Indonesia harus menjamin hukuman mati hanya pada kejahatan paling serius dan peluang adanya komunitasi/perbuahan hukuman bagi terpidana mati dalam deret tunggu dan penghapusan hukuman badan di seluruh wilayah Indonesia," kata dia, Rabu (29/4/2020).
Dia menjelaskan Indonesia telah mengadopsi berbagai instrumen HAM internasional yang melarang penggunaan hukuman badan maupun membatasi penerapan hukuman mati seperti Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Kovensi Anti Penyiksaan (CAT).
Baca: Lakukan Reformasi, Arab Saudi Hapus Hukuman Mati untuk Anak Di Bawah Umur
Namun, kata dia, sampai dengan sekarang, hukuman badan hingga saat ini masih terus digunakan secara terang-terangan di wilayah Indonesia, misalnya melalui penerapan Qanun Jinayat di Aceh yang masih mempraktekkan hukuman cambuk badan.
Selain itu, dalam kebijakan pidana mati, pemerintah Indonesia juga belum mampu memperlihatkan komitmen secara konsisten menciptakan kebijakan hukuman mati yang sejalan dengan penghormatan HAM.
Baca: Pria NTT Ini Tewas Ditikam Saat Berusaha Lerai Perkelahian
"Dalam konteks penyusunan RKUHP, misalnya, hukuman mati digadang-gadang sebagai jalan tengah dengan membuka peluang adanya mekanisme komutasi atau pengubahan hukuman mati menjadi hukuman jenis lainnya dalam masa percobaan selama 10 tahun," tuturnya.
ICJR mendukung upaya ini, namun belakangan, pada draft Juni 2018, rumusan RKUHP tentang hal ini mengalami kemunduran dimana peluang perubahan hukuman justru digantungkan pada putusan pengadilan, tidak otomatis pada setiap terpidana mati, hal ini jelas menunjukkan komitmen setengah hati dan membuka celah praktik diskriminatif dan koruptif tanpa batasan yang jelas.
Harusnya juga, sebelum hadir dengan ide 'jalan tengah' tersebut, Pemerintah harus terlebih dahulu mengubah hukuman mati terhadap 60 terpidana mati yang saat ini telah duduk dalam deret tunggu lebih dari 10 tahun.
Sebagai negara demokratis dalam penghormatan HAM, maka pembaruan hukum pidana harus lebih baik, Indonesia harus menghentikan penerapan Qanun Jinayat yang memuat hukuman cambuk.
"Harus serius menaati hukum internasional bahwa pidana mati hanya untuk kejahatan paling serius, dan Indonesia harus sepenuh hati memuat rumusan RKUHP yang mendukung penghapusan pidana, termasuk memberikan komutasi/perubahan hukuman bagi paling tidak 60 terpidana mati yang saat ini dalam deret tunggu," katanya.
Untuk diketahui, Arab Saudi telah mencabut hukuman cambuk, seperti yang tertulis dalam dokumen Mahkamah Agung di kerajaan tersebut.
Hukuman mati juga diubah, yakni tidak lagi dijatuhkan kepada pelaku kejahatan di bawah umur.
Keputusan untuk tidak mengeksekusi pelaku kejahatan di bawah umur diambil Raja Salman, dua hari setelah pengumuman dicabutnya hukuman cambuk.
Sebagai ganti dari hukuman mati, pelaku kejahatan serius di bawah umur akan menerima hukuman penjara hingga 10 tahun, kata Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Awwad Alawwad.