Romahurmuziy Bebas, KPK Ajukan Kasasi ke MA, Ini Alasan Kembali Jebloskan Mantan Ketum PPP
Pada Rabu (29/4/2020) Romahurmuziy bisa menghirup udara segar setalah ditahan di Rutan K4 KPK. Tapi KPK akan mengajukan kasasi ke MA.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Muhammad Romahurmuziy bebas dari penjara pada Rabu (29/4/2020) malam.
Romahurmuziy merupakan terdakwa kasus jual-beli jabatan di Kementerian Agama.
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini bebas karena upaya bandingnya dikabulkan pada putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, Senin (20/4/2020).
Berdasarkan putusan banding tersebut, masa penahanan Romy telah habis karena Romy telah ditahan sejak Maret 2019.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Romahurmuziy dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sehingga, hukuman Romi dipotong 1 tahun dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Romahurmuziy mengaku senang dengan pembebasan dirinya di bulan Ramadhan ini.
"Ini adalah berkah bulan Ramadan bagi saya, yang patut saya syukuri kembali bersama keluarga," ujarnya di Rumah Tahanan (Rutan) K4 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta.
Sementara itu, PLT Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan KPK akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) setelah adanya putusan PT DKI Jakarta mengenai pembebasan Romahurmuziy.
Baca: Muhammad Romahurmuziy Lawan Balik Kasasi KPK
"Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK telah mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta atas nama terdakwa Romahurmuzy," ujarnya dilansir Kompas TV, Rabu (29/4/2020).
Menurutnya ada tiga alasan yang membuat JPU KPK mengajukan upaya hukum tersebut.
"Pertama Majelis Hakim tingkat banding telah menerapkan hukum namun tidak sebagaimana mestinya. Hal tersebut karena pertimbangan mengenai penerimaan sejumlah uang oleh terdakwa," ungkapnya.
Ia juga mengaku keberatan dengan putusan yang memperbolehkan Romahurmuzy dipilih dalam jabatan publik.
"Kedua tidak dipertimbangkannya mengenai keberatan Penuntut Umum terkait tentang hukuman tambahan terdakwa yaitu mengenai pencabutan hak untuk tidak dipilih dalam jabatan publik."