Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

91 Juta Akun Pengguna Tokopedia Bocor, Dijual Seharga Rp 74 Juta di Forum Darkweb

Nama Tokopedia kembali ramai dibicarakan terkait isu keamanan data. Kali ini, situs e-commerce tersebut dikabarkan mengalami peretasan.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in 91 Juta Akun Pengguna Tokopedia Bocor, Dijual Seharga Rp 74 Juta di Forum Darkweb
IST
Ilustrasi Tokopedia 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Tokopedia kembali ramai dibicarakan terkait isu keamanan data.  Kali ini, situs e-commerce tersebut dikabarkan mengalami peretasan.

Data pengguna Tokopedia diduga telah diretas dan bocor di dunia maya. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, sebanyak 91 juta akun pengguna Tokopedia plus 7 juta akun merchant  dikabarkan bocor pada 20 Maret lalu dan diperjualbelikan di sebuah situs. 

Dengan kebocoran sebanyak itu, artinya hampir semua akun di Tokopedia berhasil diambil datanya oleh peretas. Pasalnya, di tahun 2019 silam Tokopedia mengungkapkan bahwa ada sekitar 91 juta akun aktif di platformnya.

Data pengguna yang bocor berupa user ID, email, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor handphone dan password yang masih ter-hash atau tersandi.

Baca: Buntut Prank Bingkisan Sampah untuk Transgender, Rumah Youtuber di Bandung Digeruduk Warga

Baca: Liga Inggris Buka Opsi Penghapusan Degradasi Musim 2019/2020

Baca: Bagaimana Pendapatmu tentang Usaha Wayan dalam Berlatih? Jawaban Soal SD Kelas 1-3, Senin 4 Mei

Pelaku menjual semua data itu di darkweb dengan harga US$5.000 atau sekitar Rp74 juta. Bahkan ada 14.999.896 akun Tokopedia yang datanya saat ini bisa didownload.

Kronologi bobolnya akun Tokopedia tersebut bermula saat peretas Whysodank pertama kali mempublikasikan hasil peretasan di Raid Forum pada Sabtu (2/5/2020).

Peretasan tersebut terjadi pada 20 Maret 2020. Kemudian, akun @underthebreach sore harinya pukul 16:15 WIB mencuitkan soal peretasan dan mengaku sebagai layanan pengawasan dan pencegahan kebocoran data asal Israel. Cuitan ini disampaikan sembari menyolek akun resmi Tokopedia.

BERITA TERKAIT

@Underthebreach juga menyertakan gambar dua screenshot atau tangkapan layar.

Dalam tangkapan layar pertama, si peretas yang namanya disamarkan memang mengaku punya database Tokopedia periode Maret 2020.

Namun, ia tampaknya kesulitan membuka hash yang mengunci salah satu data, sehingga meminta bantuan sesama peretas yang bisa memecahkannya.

Hash sendiri adalah sebuah algoritma yang mengubah suatu data informasi berupa huruf, angka, atau simbol menjadi karakter terenkripsi. Fungsi hash biasanya dimanfaatkan untuk menyembunyikan password asli.

Baca: Buntut Prank Bingkisan Sampah untuk Transgender, Rumah Youtuber di Bandung Digeruduk Warga

Baca: Nyamar Jadi Satpam, Baim Wong Sempat Dicurigai Begini Hingga Lunasi Cicilan Motor Tukang Pakir

Baca: Warga Dusun di Pasangkayu Sulbar Terjebak Banjir, Dievakuasi Gunakan Rakit dari Batang Pisang

Tangkapan layar berikutnya, akun pembocor informasi ini menyertakan sebagian akun pengguna yang bisa dibuka lewat situs tersebut. Tampak nama, email, dan nomor telepon pengguna muncul di situs.

"Seseorang membocorkan basis data Tokopedia, perusahaan teknologi besar asal Indonesia yang menjalankan Ecommerce," tulis akun tersebut.

"Peretasan dilakukan pada Maret 2020 dan berpengaruh pada 15 juta pengguna, meski peretas menyebut masih banyak lagi. Basis data (yang diretas) termasuk email, hash password, nama," lanjutnya.

Cuitan tersebut langsung ramai ditanggapi pengguna Indonesia. Tokopedia sendiri kemudian merespons isu ini setelah dimintai konfirmasi. Perusahaan menyatakan pihaknya menemukan adanya upaya pencurian data pengguna.

"Berkaitan dengan isu yang beredar, kami menemukan adanya upaya pencurian data terhadap pengguna Tokopedia,"  ujar Nuraini Razak, VP of Corporate Communications Tokopedia, Sabtu (2/5/2020).

Namun Tokopedia memastikan, informasi penting pengguna, seperti password, tetap berhasil terlindungi. Tokopedia juga masih melakukan investigasi atas laporan yang didapat. "Saat ini, kami terus melakukan investigasi dan belum ada informasi lebih lanjut yang dapat kami sampaikan" lanjutnya.

Walau demikian, Tokopedia meminta pengguna melakukan penggantian password pada akun mereka.

"Meskipun password dan informasi krusial pengguna tetap terlindungi di balik enkripsi, kami menganjurkan pengguna Tokopedia untuk tetap mengganti password akunnya secara berkala demi keamanan dan kenyamanan," ujar Nuraini.

Dijual

Pada Minggu (3/5/2020) kemarin Whysodank mengumumkan telah menjual seluruh 91 juta data pengguna Tokopedia di forum darkweb bernama EmpireMarket.

Di situs itu, Whysodank menggunakan nama akun ShinyHunters. Data terbaru dari peretas tersebut mematahkan klaim data peretasan sebelumnya yang menyebut hanya ada 15 juta akun.

Bak gayung bersambut, situs Hackread kemudian mengunggah peretasan 91 juta akun Tokopedia tersebut dan mengungkapkan bahwa akun-akun yang bocor itu dijual dengan harga Rp74 juta.

Pada Minggu (3/5/2020) siang, Tokopedia mengklaim telah memeriksa dan mengkonfirmasi bahwa data pembayaran pengguna yang berupa kartu debit, credit card (CC), rekening dan OVO aman.

"Tidak ada kebocoran data pembayaran. Seluruh transaksi dengan semua metode pembayaran, termasuk informasi kartu debit, kartu kredit dan OVO, di Tokopedia tetap terjaga keamanannya," tegas Nuraini kepada wartawan, Minggu (3/5).

Baca: Sikap Politik PAN soal Perppu Corona dan Omnibus Law akan Diputuskan dalam Rakernas

Baca: Benarkah Ramuan Herbal Ampuh Obati Covid-19? Simak Trik Aman Memilih Dari Guru Besar UGM

Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengatakan data untuk password akun Tokopedia masih dienkripsi, namun tinggal menunggu waktu sampai ada pihak yang bisa membuka.

Itulah kenapa pelaku mau melakukan share gratis beberapa juta akun untuk membuat semacam sandiwara siapa yang berhasil membuka kode acak pada password.

Menurut Pratama, meski password masih dalam bentuk acak, namun data lain sudah plain alias terbuka. Artinya semua peretas bisa memanfaatkan data tersebut untuk melakukan penipuan dan pengambilalihan akun-akun di internet.

Misalnya mengirimkan link phising maupun upaya social engineering lainnya. Karena itu seharusnya Tokopedia melakukan update dan informasi kepada seluruh penggunanya segera.

"Bila nantinya password sudah berhasil dibuka oleh pelaku, pastinya salah satu yang akan dilakukan adalah takeover akun. Lalu pelaku secara random akan mencoba melakukan take over akun medsos dan marketplace lainnya, karena ada kebiasaan penggunaan password yang sama untuk semua platform," terang Pratama.

Pratama menggarisbawahi yang bisa dilakukan pengguna Tokopedia adalah mengganti password dan mengaktifkan OTP (one time password) lewat SMS.

Lalu mengganti semua password dari akun medsos dan platform marketplace selain tokopedia.

"Akibat peretasan Tokopedia ini bisa menjalar ke akun media sosial dan platform lainnya bila menggunakan email dan password yang sama. Terutama bagi admin akun medsos pemerintah dan lembaga harus cepat melakukan pengamanan akun sebagai langkah antisipasi," jelasnya.

Ditambahkan Pratama, saat mendapatkan sampel data dari forum, belum ada data kartu kredit maupun debet yang disebar pelaku.

Harapannya data kartu tidak ikut menjadi salah satu yang berhasil diretas.

"Pihak Tokopedia harus bertanggungjawab atas kejadian ini karena data penggunanya diambil dan diperjualbelikan. Pihak Tokopedia wajib secara berulang-ulang, dengan menggunakan segala sarana media yang ada, mensosialisasikan apa saja yang harus dilakukan oleh para penggunanya, seperti ganti password akun dan mengaktifkan OTP, sampai semua penggunanya menyadari kebocoran ini dan mau mengganti password-nya," terang Pratama.

Kejadian ini bukan yang pertama kali di tanah air. Sebelumnya Bukalapak juga mengalami hal serupa.

Seharusnya ini menjadi peringatan keras pada setiap penyedia layanan di internet yang memakai banyak data masyarakat dalam kegiatannya.

Penetration test harus sesering mungkin dilakukan untuk mengetahui dimana saja letak celah keamanan.

Situs marketplace akan selalu menjadi sasaran para peretas karena banyak menghimpun data masyarakat, terutama kartu kredit, kartu debit dan dompet digital.

"Perkuat pengamanan sistemnya, investasi lebih banyak untuk cyber security. Penggunaan enkripsi harus merata terhadap semua data yang berhubungan dengan user, jangan hanya password seperti saat ini," jelas Pratama.(tribun network/kps/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas