Kerja Senyap KPK Dinilai Mengurangi Potensi Melarikan Diri Tersangka Koruptor
Ketua FAKI Suhendar menjelaskan sejumlah potensi yang muncul dari pengumuman penetapan tersangka tipikor sebelum dilakukan penangkapan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Front Anti Korupsi Indonesia (FAKI) menyebut pengumuman tersangka kasus tindak pidana korupsi (tipikor) sebelum terduga ditangkap akan berpotensi menimbulkan sejumlah dampak negatif, satu di antaranya mendapatkan perlawanan.
Ketua FAKI Suhendar menjelaskan sejumlah potensi yang muncul dari pengumuman penetapan tersangka tipikor sebelum dilakukan penangkapan.
"Pertama, penetapan tersangka jika diumumkan berpotensi menimbulkan perlawanan dari tersangka, contohnya adalah melarikan diri," kata Suhendar dalam keterangannya, Minggu (10/5/2020).
"Kedua, tersangka berpotensi mempengaruhi proses peradilan, baik di tingkat penyidikan maupun nanti pada tahap persidangan," sambungnya.
Baca: Gegara Bercanda Soal Bisnis, Kaesang Pangarep Minta Maaf Tapi Justru Makin Jadi Bulan-bulanan
Menurut dia, pengumuman terhadap tersangka Tipikor yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga berpotensi melanggar asas Praduga Tak Bersalah atau Presumtion of Innocent.
Meskipun sebelumnya ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Sebab, Presumtion of Innocent itu adalah asas dimana seseorang dianggap tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah.
"Pengumuman pada publik cenderung membuat tersangka dinilai telah bersalah dalam persfektif awam dan oleh karenanya berpotensi melanggar asas praduga tak bersalah," ujar Suhendar.
Sementara itu, terkait KPK yang saat ini cenderung senyap dalam penindakan tindak pidana korupsi, Suhendar menyatakan dukungannya terhadap langkah yang diambil KPK.
Baca: Thalia Putri Onsu Diberi Uang Jajan Lebih Banyak oleh Sarwendah, Betrand Peto: Onyo Dikit Banget
Hal tersebut untuk kepentingan pencegahan dan penindakan kasus tipikor.
"Korupsi masih menjadi penyakit negeri, bukan saatnya saling mengkritik, mari bersama kawal dan mendukung KPK," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik cara baru KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri yang tak mengumumkan status tersangka terlebih dahulu.
ICW menilai penyataan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango yang mengaitkan pengumuman status tersangka dengan potensi tersangka kabur tidak relevan.
"Mengaitkan pengumuman penetapan tersangka oleh KPK dengan potensi pelaku kejahatan korupsi melarikan diri sebenarnya tidak relevan," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (8/5/2020).
Sebab, Kurnia menyebut selama ini KPK selalu mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terlebih dahulu sebelum menggelar konferensi pers penetapan tersangka.
Menurut Kurnia, hal itu terjadi ketika KPK menetapkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
Baca: Kronologis Penangkapan 9 Anggota Keluarga: Kesurupan Massal, Gorok Leher Anak Hingga Sandera Warga
Menurut dia, pengumuman status tersangka pada dasarnya merupakan penerapan Pasal 5 UU KPK yang mengharuskan KPK menjalankan tugas dan kewenangannya berasaskan pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.
Selain itu, lanjut Kurnia, Nawawi Pomolango harusnya memahami jika lembaga anti rasuah mempunyai kewenangan untuk meminta penerbitan pelarangan ke luar negeri terhadap tersangka yang dinilai bisa melarikan diri.
Ketentuan itu diatur dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a Undang-Undang KPK.