Setelah Periksa 14 ABK WNI, Bareskrim Polri Koordinasi dengan Kemenhub Periksa Syahbandar
"14 ABK kemarin sudah diperiksa semua secara langsung, penyidik menggunakan APD," katanya
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adanya dugaan tindak pidana perdangan orang di balik kasus ABK WNI di kapal berbendera China terus diusut aparat kepolisian.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Ferdy Sambo mengatakan 14 ABK WNI yang bekerja di Kapal China Long Xing 629 sudah selesai diperiksa.
Baca: Gelombang Pemulangan WNI di Tengah Wabah Corona, Menlu Tekankan soal Pelaksanaan Protokol Kesehatan
Pemeriksaan dilakukan kemarin, Minggu (10/5/2020) di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Jakarta dimana penyidik Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang memeriksa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.
"14 ABK kemarin sudah diperiksa semua secara langsung, penyidik menggunakan APD. Sekarang kami koordinasi dengan Kementerian Perhubungan periksa Syahbandar," ungkap Ferdy di Bareskrim Polri, Senin (11/5/2020).
Jenderal bintang satu ini menjelaskan saat ini Satgas TPPO tengah memeriksa Syahbandar mengkonfirmasi asal usul dan pengurusan pembuatan sampai pencetakan buku pelaut oleh Syahbandar.
Buku pelaut 14 ABK itu sudah berada di Bareskrim, disita sebagai barang bukti.
Tidak hanya ke Syahbandar, Satgas TPPO juga mengkonfirmasi ke maskapai penerbangan Cathay Pacific karena para ABK mengaku berangkat dari Jakarta ke Busan, Korea Selatan menggunakan maskapai tersebut.
"Kami masih di tahap proses pemberangkatannya. Periksa syahbandar soal buku pelaut dan maskapai Cathay Pacific soal tiket keberangkatan. Keluarga ABK juga kami koordinasi," ungkap Fredy.
Dia menambahkan jika nantinya ditemukan indikasi pemberangkatan 14 ABK dilakukan secara tidak prosedural maka perusahaan yang memberangkatkan mereka pasti dijerat hukum.
"Ini kan masih penyelidikan. Kalau nanti ternyata pemberangkatan ABK unprosedural kita kenakan Undang-Undang Pekerja Migran Indonesia Pasal 81 dan TPPO Pasal 4 Undang-Undang No 21 tahun 2007," tambahnya.
Untuk diketahui belakangan viral sebuah video adanya jenazah ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal China dilempar ke tengah laut.
Video ini menunjukkan upacara pemakaman yang dilaksanakan di atas kapal. Setelah upacara, jenazah kemudian dibuang ke laut.
Ini berawal dari televisi MBC di Korea Selatan yang memberitakan dugaan pelanggaran HAM pada sejumlah ABK Indonesia di kapal milik China.
Berita ini tayang pada Rabu (6/5/2020).
Tayangan di Stasiun MBC itu berjudul : ekslusif kerja satu hari 18 jam dan kalau meninggal akibat penyakit langsung dibuang ke laut. MBC mengaku mendapat rekaman setelah kapal bersandar di Pelabuhan Busan Korea Selatan
Konten tayangan ini menjadi trending topik kelima di YouTube Korea Selatan.
Berita itu akhirnya viral di Iindonesia setelah pemilik akun YouTube Korea, Jang Hansol menerjemahkan ke Bahasa Indonesia melalui akun pribadinya.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan ada tiga ABK Indonesia yang meninggal dunia di kapal China dan dilarung ke laut.
Sementara itu, satu ABK meninggal di rumah sakit.
Tiga ABK Indonesia ini merupakan awak kapal dari kapal Long Xing 629.
Baca: Kronologi Serta Motif Ayah Bunuh Anak Gadisnya di Bantaeng dan Sempat Sandera Warga
Buntut dari peristiwa itu, sebanyak 14 ABK Indonesia yang bekerja di kapal China Long Xing 629 dipulangkan ke Indonesia dari Busan, Korea Selatan.
Mereka tiba di tanah air pada Jumat (8/5/2020) kemarin dan langsung menjalani masa karantina selama 14 hari.
Menlu Kutuk Eksploitasi ABK WNI
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi mengungkapkan sikap pemerintah terkait kasus dugaan eskploitasi anak buah kapal (ABK) di kapal ikan berbendera China.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Minggu (10/5/2020).
Retno Marsudi menjelaskan, pemerintah Indonesia mengutuk adanya ekploitasi para pekerja warga Indonesia (WNI).
Baca: ABK WNI di Kapal Ikan China Dilarung ke Laut, Keluarga Tak Terima hingga Minta Kejelasan
Di mana diketahui belasan WNI bekerja menjadi ABK di kapal-kapal penangkapan ikan milik perusahaan asal China, RRT.
Pemerintah menilai, perlakuan yang diterima ABK WNI sangat tidak manusiawi.
Bahkan Retno Marsudi mengatakan tindakan tersebut sudah bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).
"Saya ingin menekankan, pertama kita mengutuk perlakukan yang tidak manusiawi yang dialami para ABK kita," terang Retno Marsudi.
"Berdasarkan informasi dari para ABK maka perlakuan ini telah menciderai hak-hak asasi manusia," tambahnya.
Dalam menyelesaikan kasus ini, Retno Marsudi menjelaskan pemerintah telah berkomitmen.
Pemerintah Indonesia pastikan kasus yang dialami oleh para ABK WNI dapat terselesaikan hingga tuntas.
Bahkan, pemerintah juga akan melakukan pembenahan di awal pengiriman tenaga kerja.
Baca: 14 ABK WNI yang Diduga Mengalami Eksplotasi di Kapal Ikan China Sudah Dipulangkan ke Indonesia
Baca: Menlu Retno: Pemerintah China Investigasi Kasus Kapal Ikan yang Pekerjakan ABK WNI
"Kedua, pemerintah memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas," jelas Retno Marsudi.
"Termasuk pembenahan tata kelola di hulu," lanjutnya.
Kepada Retno Marsudi, para ABK WNI menyampaikan beberapa permasalahan yang dialami saat bekerja.
Yang pertama yakni perihal gaji atau pendapatan.
Dari seluruh ABK WNI yang bekerja, ada beberapa orang yang menerima gaji.
Namun yang diterima tidak sesuai dengan nominal pada kontrak kerja.
Bahkan, ada lagi sebagian pekerja yang justru belum mendapatkan gaji sama sekali.
"Beberapa informasi awal yang kita peroleh antara lain pertama,terdapat permasalahan gaji," ungkap Retno Marsudi.
"Sebagian dari mereka belum menerima gaji sama sekali."
"Sebagian lainnya menerima gaji namun tidak sesuai dengan angka yang disebutkan dalam kontrak," imbuhnya.
Tak sampai di situ, eksplotasi dalam bekerja juga dialami oleh para ABK WNI.
Mereka dipaksa untuk melakukan pekerjaan dengan jam kerja yang tak masuk akal.
Di mana mereka diharuskan untuk bekerja sekira 18 jam dalam satu hari.
"Hal lain yang saya peroleh dari mereka, adalah mengenai jam kerja yang tidak manusiawi," tutur Retno Marsudi.
"Rata-rata mereka mengalami kerja lebih dari 18 jam per hari," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.